Hipnotis

350 57 13
                                    

Asap kembali mengepul keluar dari mulut seseorang. Bibir kehitaman akibat nikotin itu menyeringai kala seseorang yang ia injak meringis kesakitan.

"Tolong lepaskan saya, Tuan. Saya mohon." Rintih seseorang yang tengah menahan rasa sakit itu.

"Kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja, huh?" Lalu tertawa mengerikan. Pria itu kembali menginjak, bahkan menendangi perut kecil seorang gadis belia yang kini sudah tak tahu lagi bagaimana wujudnya. Darah dan memar dimana mana. Disiksa setiap hari. Sudah terhitung lima belas hari gadis itu disekap dan disiksa di sana. Di dalam gubuk tua tanpa penerangan. Yakin saja, tak ada seorangpun yang akan melewati daerah itu dan menolongnya lantaran tempatnya jauh di dalam hutan. Gadis bernasib malang.

Cussss

Puntung rokok yang masih setengah milik pria itu disodorkannya ke kulit pipi gadis belia itu. Sontak pekikan keras akibat panas api membakar pipi gadis itu terdengar mengganggu si pria.

"Rasakan! Aku suka begini."

"Apa salah saya, Tuan? Kenapa anda tega melakukan ini? Bahkan saya tidak pernah mengenal anda."

Pria mudan nan tampan itu hanya menyeringai. Ya. Ketampanannya di atas rata-rata, namun percuma memiliki paras tampan jika semua itu tertutupi oleh kebengisan yang terpancar dari wajah suramnya.

Dan tentu saja gadis itu tak mengenal si pria. Pria itu menargetkan korban secara acak hanya untuk bersenang-senang. Apa boleh buat? Sebelum target utama ia dapatkan, selama masa menunggu, ia juga harus melakukam sesuatu. Dan ini adalah salah satunya. Melampiaskan gairahnya kepada orang lain.

"Dosamu terlalu banyak. Kau harus dihukum agar kau bertobat." Cetusnya dengan congkak.

Semesta memang tidak adil. Siapa yang terlalu banyak dosa di sini? Apa zaman modern seperti sekarang masih berlaku hukum rimba? Siapa kuat dia yang menang. Siapa yang kejam, kemenangan ada di tangannya.

Gadis itu hanya bisa menangis lagi dan lagi. Tak bisa melawan. Tenaganya sudah habis untuk memberontak. Mungkin waktu yang tersisa untuk ia hidup tinggal sebentar. Atau jika pria di hadapannya berkehendak lain, sekarang juga gadis itu akan mati. Dan benar saja, sedetik kemudian tanpa peringatan apapun, pria bertato di tangan kanannya itu menggoreskan pisau tepat di urat nadi leher gadis belia itu. Darah segar langsung menyembur mengenai wajah tampannya yang kini tampak mengerikan. Suatu kesenangan dapat melihat seseorang mati dengan tangan kejinya.

Gadis itu masih sempat merintih, meminta pertolongan. Namun percuma. Ajal sudah di depan mata.

Setelah memastikan gadis itu tak bernyawa, pria itu menarik tubuhnya dengan menjambak rambut gadis itu. Menyeretnya ke luar ruangan. Darah segar masih tampak mengalir mengotori lantai sepanjang jejak gadis itu diseret.

Di belakang gubuk itu terdapat lahan kosong yang cukup untuk menjadi liang kubur bagi korban-korban yang pria itu bunuh. Mungkin tidak hanya satu. Terlihat beberapa gundukan yang hampir rata dengan tanah. Pastilah itu adalah kubur bagi korban-korban pembunuhan yang dilakukan oleh pria iblis itu.

House of Devil

Jennie tersihir oleh tatapan seorang Jeon Jungkook. Apapun yang pria itu inginkan, rasanya Jennie ingin segera mengabulkan semuanya. Padahal Jungkook bukan magician apalagi dukun santet. Jungkook hanya memberikan tatapan belas kasih yang dengan tanpa sadar membuat Jennie menaruh rasa iba berlebih. Pria itu seperti butuh sandaran. Dan anehnya, Jennie dengan suka rela ingin menampung pria itu di dalam hatinya.

"Kau tidak masalah aku dekati seperti ini?" Ucap Jungkook blak-blakan. Ia kembali mengelus pipi Jennie yang berada dalam dekapannya.

Jennie cukup terkejut dengan pertanyaan Jungkook. Dengan terus terang lelaki itu memang berniat mendekati Jennie.

"Aku takut suamimu akan mengetahui semuanya." Lanjutnya. Perasaan takut itu memang benar adanya. Namun rasa ingin memiliki Jennie lebih besar dari segalanya.

"Aku jamin itu tidak akan pernah terjadi." Jawab Jennie meyakinkan. Lantas, wanita itu mengecup bibir Jungkook sekilas dan kembali ke dalam dekapan lelaki itu dengan nyaman. Bibir Jungkook berwarna cerah dan bersih. Jennie tebak, Jungkook tidak suka merokok. Dan lagi, aroma tubuh lelaki itu menenangkan. Dan, hei. Jennie baru menyadari ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Kau memiliki tato?" Atensi Jennie tertuju pada tato di lengan Jungkook. Tato di sepanjang lengan dan punggung tangan yang terlihat keren.

"Ah ini? Aku membuatnya karena tanganku banyak luka. Jadi sekalian saja aku gambar untuk menutupinya."

"Oh begitu. Luka karena apa?" Jennie jadi ingin tahu.

"Karena.. mm.. dulu saat masih kecil, aku terkena luka bakar akibat sering bermain di dekat api. Dan tanganku tidak sengaja masuk ke dalam kobaran api saat aku bermain bersama temanku. Temanku tidak sengaja mendorongku begitu kencang. Tapi aku tidak tahu dia sengaja atau tidak sengaja. Karena dia tidak menolongku saat melihat diriku kesakitan." katanya.

Apakah cerita tadi terdengar natural? Jenniepun turut prihatin mendengar cerita itu.

"Temanmu jahat sekali."

"Ya, begitulah."

"Temanmu seharusnya menolongmu dan minta maaf. Apa kau marah padanya?"

"Tidak. Aku tidak marah padanya. Karena dia teman dekatku. Aku tidak mempermasalahkannya."

Jennie tersentuh dengan sikap Jungkook yang sangat baik. Hati malaikatnya sungguh membuat Jennie bangga.

"Kau pria yang sangat baik." Pujinya.

Jungkook tersenyum sealami mungkin agar membuat segalanya menjadi lebih mudah.

"Aku tidak suka pria bertato. Tapi kalau kau yang bertato, aku tidak masalah." Ucap Jennie sambil mengelus lengan Jungkook yang dipenuhi gambar menyeramkan.

Sejenak Jennie melupakan keberadaan suaminya yang entah kini sedang berada di mana. Jennie terlalu hanyut dalam kebersamaannya bersama Jungkook. Setelah melalui malam yang panjang ini bersama pria lain. Yang baru ia kenal. Sungguh, Jennie lebih buruk dari wanita bodoh yang disebut jalang.

Jennie kembali terlelap dalam selimut putih bersama Jungkook. Pria itu terus mengamati setiap lekukan di wajah cantik wanita itu. Obsesinya untuk memiliki wanita ini terwujud. Tapi ia belum puas. Tentu saja. Ini baru permulaan dan Jungkook akan melangkah lebih jauh untuk mendapatkan apa yang ia mau.

Jungkook beranjak dari tempatnya. Lengannya yang ia gunakan sebagai bantal Jennie ia tarik pelan agar wanita itu tak terusik dalam lelapnya.

Lantas ia mengambil pakainnya yang tercecer di lantai dan memakainya seperti sedia kala.

"Malam ini cukup menggairahkan." Gumamnya dalam seringai.

"Jennie, aku mendapatkanmu." Lanjutnya sebelum ia meninggalkan kamar itu.

House of Devil

Kehangatan yang membalut seluruh tubuh membuat Jennie enggan membuka kelopak mata. Samar-samar sinar matahari mencuri masuk melalui tirai. Jennie melenguh. Sudah pagi rupanya.

"Istriku sudah bangun?" Taehyung yang mendekapnyapun rasanya sungkan untuk memulai aktivitas setelah semalam pulang terlalu larut dan mendapati istrinya sudah terlelap dengan cantik.

"Mm selamat pagi." Jawab Jennie dengan wajah yang masih berantakan namun tetap cantik. "Kau pulang jam berapa?"

"Aku pulang tengah malam." Jawabnya. "Dan aku mendapati pakaianmu yang tercecer di lantai. Aku tidak tahu kau menungguku hingga tertidur. Maafkan aku." Lanjut Taehyung.

Jennie membulatkan bola matanya. Tepat setelah Jungkook pergi, suaminya kembali. Untung saja Taehyung tidak berpapasan dengan Jungkook. Jennie deg degan.

"Tapi, jaket siapa itu?" Tanya Taehyung menunjuk sebuah jaker yang tersampir di kursi rias milik istrinya.

Sial.

HOUSE OF DEVIL

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

House Of DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang