2

61 12 4
                                    

"Gue cuman bakal meluruskan satu hal yang lumayan banyak sama lo tentang Isaac supaya lo enggak ngehakimin dia terus." Roza menatap lawan bicaranya dengan penuh keyakinan.

"Apa? Lo mau ngomong apa tentang dia? Gue enggak pedu--"

"Isaac sebenarnya suka sama lo! Udah darilama dia itu ngebucinin elo. Tapi lo enggak pernah mau coba dengerin dan pahami dia baik-baik. Kalau pun lo enggak suka, lo bisa 'kan tolak dia halus-halus enggak perlu pake urat kayak tadi. Toh dia sampaikan perasaannya dengan tulus, coba lo bayangin posisi lo sebagai Isaac, sakit enggak hati lo digituin sama cowok yang elo suka? Sakit 'kan!" Jelas Roza panjang lebar tanpa mau ucapannya diputus oleh Reins. Hal itu membuat Reins termenung. Benar kata Roza, dia hanya perlu menolak halus dan pasti Isaac tidak akan menguntit nya lagi, seperti yang dilakukan beberapa minggu belakangan ini. Ya, lelaki itu menguntit dirinya hanya untuk menyampaikan perasaan yang membuncah terhadap Reins bukan karena hal lain.

"Okay, gue ngerti. Gue akan lakukan apa yang lo katakan. Itu demi kebaikan gue, bukan karena Isaac. Okay? Udah, ga ada yang mau lo omongin lagi 'kan?"

"Iya, lo boleh pulang." Kata Roza mengakhiri obrolan di antara keduanya.

»»»

Roza terdiam di dalam kamarnya. Dia bisa melihat pancaran penuh kasih yang dilontarkan Isaac setiap kali menatap wajah jelita Reins. Yah, Roza akui Reins memang cantik dan wajar disukai banyak orang termasuk Isaac. Toh, Isaac tidak jelek-jelek banget malah cowok itu sangat tampan hanya saja tampannya berkurang karena memakai kacamata. Tapi tetap di mata Roza, Isaac itu tampan meski memakai kacamata.

Entah sejak kapan ia mulai menyukai cowok kutu buku. Pertemuan mereka sangat biasa tidak ada istimewanya. Roza saat itu hanya ingin berteman dengan cowok setampan Isaac Leah G. dan Gotcha! Cowok itu menerima nya sebagai teman, membantunya belajar jika dia kesulitan, terkadang juga suka mentraktir makan padahal Roza tahu Ayah Isaac hanya seorang supir yang gajinya tidak bisa dibilang lumayan banyak.

Lalu keuntungan Isaac berteman dengan Roza adalah cewek itu jago beladiri sehingga kalau ada cowok atau cewek yang ketahuan olehnya sedang membully Isaac dia tak segan-segan menghajarnya meski berujung masuk BK, sih! Tapi setidaknya Roza puas karena sudah menghajar manusia-manusia kurang adab itu.

Meskipun,  Roza merupakan cewek bodoh,  muka pas-pasan yang doyan mencari keributan. Ia bersyukur bisa dipertemukan dengan Isaac yang baik dan pintar itu.

Kembali, Roza menatap tulisan tangan di hadapannya. Tulisan Isaac cukup rapi sebagai cowok. Membuat Roza betah berlama-lama menatap tulisan yang tidak bergerak itu.

Ping!

Satu pesan chat Whatsapp masuk. Roza melihat siapa yang mengechat dirinya. Ternyata Isaac.

Isaac LG

Za
Aku udah ketemu nama IG Reins, tapi aku bingung harus ngomong apa?

Bukannya lo mau bilang soal perasaan lo buat dia?

Hah? Kapan?

Dasar amnesia. Lo pas pulang sekolah 'kan ngungkapin rasa suka lo sama Reins, tapi si doi nyuruh lo ngomong lewat dm. Gimana sih? Masa gitu aja lupa, dasar pikun.

Iya aku masih inget. Tapi aku gamau membahas itu lagi.

Lah terus ngapain lo punya niat nge-dm dong?

Gatau
Aku cuma mau PDKT gitu sama dia, tapi aku bingung mau ngomong apa.
Bantuin aku, Za. Please!

Sakit. Kenapa harus gue sih? Kenapa lo enggak minta kasih tau caranya sama Abang lo kek? Kenapa enggak lo search Google, kenapa enggak tanya sama Irfan atau Gerald. Kenapa harus gue? Jerit Roza dalam hati.

Minta tolong aja sama Irfan atau gak Gerald. Gue sibuk. Maaf


Roza pun dengan cepat mematikan data dan mematikan ponselnya. Ia tidak mau terlalu berlarut memikirkan rasa sakit hatinya, karena ada tugas yang sedang menanti dirinya untuk mengerjakan.

Cewek itu menaruh kedua kakinya dan meluruskan tubuhnya, menatap ke luar jendela yang tepat di depan meja belajarnya. Roza menahan perih di hatinya, yang entah kenapa? Dia tidak akan menampik kalau dia suka Isaac, tapi kenapa rasa sakit hatinya seperti ini? Lebih sakit dari saat ibunya memarahi dirinya. Perlahan matanya menutup mencoba mengurangi perih di hati karena cowok disukai membicarakan tentang cewek lain.

Apa dia sedang mengalami Friendzone?

Sebelum-sebelum ini, dia tidak mempermasalahkan Isaac yang selalu membicarakan tentang Reins padanya. Tapi itu dulu. Akhir-akhir ini dia merasakan hal aneh itu, setiap menatap Isaac, berdekatan dengan cowok itu. Dan, Roza mencoba untuk biasa saja. Kenapa? Karena mereka hanya teman. Dan Roza sadar, Isaac tidak memiliki rasa yang sama dengannya, Roza tau itu dengan jelas. Isaac membucinkan Reins dengan sangat, jadi akan terasa sulit membanting hati hanya untuk cewek nakal, bodoh dan muka pas-pasan serti dirinya ini. Tidak ada lebih-lebihnya sama sekali. Jadi berharap saja tidak akan terkabul.

»»»

Beberapa bulan berlalu, Roza sering mendengar cerita-cerita tentang Reins dari Isaac. Cowok itu menjelaskan dengan semangat, bagaimana sekarang Reins mulai menerimanya sebagai seorang teman satu sekolah yang bahkan sudah membuat cewek itu sudah tidak pernah Roza lihat menyakiti Isaac. Kalau dipikir-pikir progress mereka berdua cukup cepat.

"Za, aku bingung nih, aku diundang ke acara ulang tahun Reins. Aku harusa bagaimana ya? Kamu tahu 'kan aku belum pernah datang ke acara seperti ini." Kata Isaac seperti merengek ke Roza.

"Ya, terima aja. Lo cuman perlu datang, pake pakaian bagus dan kasih kado buat dia. Selesai 'kan?" Jawab Roza dengan santai padahal hatinya sedang tak nyaman.

"Begitu ya. Berarti jumat depan kamu bisa temenin aku beli kado buat dia 'kan? Soalnya aku enggak tahu selera cewek itu gimana." Pinta Isaac.

"Emang lo pikir gue tahu?" Sahut Roza ketus.

"Iya, kamu 'kan cewek. Siapa tahu selera kalian sama." Jawab Isaac yang terdengar menyebalkan di telinga Roza.

Andai cowok itu tahu, kalau Roza sama sekali anti dengan barang-barang feminim milik perempuan-perempuan di Indonesia. Dia tahu make-up tapi tidak tahu cara pakainya. Dia tidak punya gaun, yang ada celana panjang longgar. Dia punya boneka sih, tapi itupun boneka Dora the explorer pas masih kecil, mana sudah buluk begitu.

Lalu apa yang harus ia sarankan pada cowok itu nantinya?

"Gue enggak bisa, TITIK." Ucap Roza final. Masa bodo Isaac akan memaksanya dengan berbagai cara, Roza tetap keukeh tidak mau.

"Beneran? Aku traktir deh, gimana?"

Gak!

Gue gak mau sakit hati!

Ingin rasanya Roza bilang seperti itu. Tapi dia gengsi untuk mengucapkannya.

"Gue enggak mau, enggak mau. Udah deh, mending lo peegi sendiri, cari tuh boneka kek, baju atau sepatu kalo perlu perhiasan buat dia, biar dia puas." Jawab Roza dengan kesal. Dirinya pun berdiri.

"Gue mau balik ke kelas. Bye!" 

Lagi-lagi Isaac menatap kepergian Roza. Kali ini menatap dengan nelangsa karena cowok itu tidak tahu lagi harus meminta saran siapa. Masa iya, ibunya? Kan dia cowok ya, pasti malu. Nanti dia bakal digodain lagi, apalagi dikatain bucin. Padahal sih emang iya, wkwkwk.

.
.
.
.
.

Bersambung ...

Santai aja dulu ya, pemanasan sebelum masuk konflik. Semoga rame deh lapaknya, aamiin... Maaf gaje :))

Jum, 19 Febuari 2021
5.48 a.m. WIB

We Hug AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang