3

42 2 0
                                    

Roza bukanlah anak murid yang pandai.  Rangking nya berada ditengah-tengah bahkan bisa tergeser menjadi rangking 'bontot'. Tapi sampai saat ini,  gadis itu berusaha keras untuk menjadi lebih baik. Ia ingin membuktikan pada anak-anak kelasnya yag sering menghina dirinya itu agar mereka bungkam. Namun nampaknya keberuntungan belum ia dapatkan hingga mencapai kelas tiga SMA catur wulan pertama.

Maka sebab itu ia sangat sangat bersyukur seorang Isaac Leah G.  mau berteman dengannya yang kalo bahasa merendahnya hanyalah butiran debu.

"Enggak susah 'kan cari kadonya."

"Lumayan," balas Isaac lesu. 

Roza Septia itu mengerutkan keningnya,  "kenapa lo?"

"Aku enggak PeDe aja mau kasih kadonya,  soalnya ini kado pilihan aku sendiri.  Aku takut dia gak suka,  dan milih buat buang kado dari aku. Lagian kenapa sih kamu gak mau bantuin aku,  Za?"

Roza membuang muka ke arah lain. Air mukanya berubah menjadi malas.  Dia capek terus-terusan mendengar cerita bucin sahabatnya itu. Yang ada Roza sakit hati dan dia tidak menginginkan itu. 

"Gue mager tau. Jadi gak pengen kemana-mana." Roza tak berbohong. Sebab,  ketika lelaki itu memberitahu alasannya,  perempuan berusia tujuh belas tahun itu seketika merasa malas dan badmood.

"Nanti malem kamu datang kan?" ketika mendengar suara penuh pengharapan itu,  Roza mendengus. 

"Enggak." ujar Roza.  Ia menyelonjorkan kakinya dan memijat lututnya yang sama sekali tidak sakit itu. 

"Kenapa?"

"Gue gak diundang sama si Reins."

Roza tak mendengar sahutan dari Isaac lagi.  Nampaknya lelaki itu tidak dapat berkata-kata lagi. Merasa sudah tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka Roza mengundurkan diri pergi ke kelasnya. 

>>>

"Yang benar aja sih. Masa ban motor gue kena paku begini,  mana masih di area sekolah,  jauh dari tukang tambal ban. Sial betul gua,  ya ampun!"  gerutu Roza pada motor giginya.  Mana uang jajan dia sudah habis,  gimana pula caranya dia harus bayar tambal ban. Alamak,  kacau kacau! 

Sepanjang jalan gadis muda itu yak hentinya mengoceh dan menyumpahi motor turun temurun itu. Jarak nya ke rumah masih sekitar tiga pulub menit. Ditambah kesialan lagi,  langit mulai berganti, dari cerah menjadi mendung. Yang ditakutkan bahwa nanti  bahkan sebelum sampai rumah,  gadis itu akan terjebak dalam hujan.

Lima menit berselang dengan rasa lelah karena jam pelajaran terakhir olahraga ditambah harus mendorong ban motor yang pecah,  Roza berdoa semoga Tuhan berbaik hati mempertemukan ia dengan orang baik hati yang ingin membantunya.

Dan tak lama,  Tuhan Yang Maha Baik itu mengabulkannya. Mendorong jiwa Isaac menemukan Roza yang sudah loyo karena mendorong motor. 

"Za!"

"Isaac!  Alhamdulillah,  alhamdulillah ya Allah.  Akhirnya gue ketemu sama elo. Penyelamat dah." seru Roza.  Ia langsung menstandarkan motornya dan berlari kearah Isaac dan motor vespanya. Isaac yang untungnya sudah menghentikan motornya hanya bisa mengelus dada.

"Kamu kenapa?"

"Ban motor gue bocor.  Gue dah capek nih dorong tuh motor.  Udah gaada stamina lagi. Gue nebeng lu aja okey?  Ntar motor gue,  gue gembok biar gak dimaling abis itu kita ke kang bengkel setelahnya lo anterin gue pulang.  Ya,  ya?" Roza memelas pada Isaac. Laki-laki itu dengan sukarela menerima permintaan tolong Roza.  Dia bahkan berinisiatif menelpon temen bengkelnya untuk membantu membawa motor Roza.  Tentunya hal itu membuat Roza senang bukan main.  Berkali-kali ia bersyukur karena dipertemukan oleh Isaac.

"Kita tunggu sebentar disini. Nanti aku antar kamu pulang ya." Isaac memarkirkan motornya di sebelah motor Roza.  Mereka berdua kahirnya duduk di trotoar dan menunggu sang montir datang.

Tak lama teman montir Isaac datang dengan dua motor.  Dan berkata untuk menyerahkan semua pada temannya itu dan tinggal terima beres.  Roza pun percaya dan meninggalkan motor turun temurunnya pada dua orang montir itu.  Lalu duduk di belakang Isaac dengan nyaman.

Perjalanan mereka masih dipenuhi obrolan.  Langit yang tadi mendung sekarang berubah kembali cerah tanpa sempat menurunkan setetes air hujan.

"Huah,  parah nih langit. Gue di prank."

"Hahaha,  langitnya lagi mood-mood an deh kayaknya."

"Iya tuh,  keknya lagi tidak dalam mode bersahabat sama gue,  makanya jadi labil."

"Hahaha,  ada-ada aja kamu, Za."

Roza melihat tawa lebar Isaac menjadi termenung.  Menikmati betapa rupawan nya wajah sang sahabat.  Terlihat sedikit bule,  membuatnya agak ragu dengan pekerjaan ayahnya yang hanya supir.

"Makasih ya!" ujar Roza ketika Isaac sudah mengantarkan gadis muda itu hingga depan rumahnya. 

"Iya,  sama-sama. Aku langsung balik ya." Roza mengangguk.

Tanpa babibu,  lelaki itu mulai menaiki motornya kembali. Sedangkan Roza kini tengah menekan perasaannya pada Isaac lalu berujar lantang pada pemuda itu.

"Good luck ya, buat malam ini. Semoga Reins suka!"

>>>

Malam itu meriah.  Sebuah pesta perayaan ulang tahun di gelar di sebuah hotel ternama dengan dekorasi di dalamnya yang terinspirasi dari kehidupan seorang Princess. 

Mobil sedan berwarna hitam mengkilat berhenti di hotel tersebut. Dari kelihatanya saja sudah mewah,  apalagi yang memiliki mobil tersebut.  Sang supir yang tahu diri,  segera membuka pintu di kursi penumpang.  Yang kini mengeluarkan seorang laki-laki beranjak dewasa dengan balutan setelan jas hitam dengan dasi kupu-kupu yang berwarna selaras.  Wajah familiar namun asing itu mulai menyambut tamu-tamu hotel.

Tak lama kemudian,  mobil sedan yang dinaiki oleh laki-laki tersebut berganti dengan mobil sedan berikutnya.  Kali ini isi di dalam mobil tersebut adalah pasangan suami-isteri paruh baya yang masih nampak menawan juga berkelas. Jelas dari gaya pakaian saja sudah dapat menujukkan kasta mereka. 

"Isaac!!"

Lelaki yang menaiki mobil sedan pertama itu menoleh ketika menunggu lift.

"Yes,  Mam!"

"Kamu ini!  Kenapa tidak menunggu Mommy and Daddy?!" perempuan paruh baya campuran Belanda-Indonesia itu mulai mengomeli anaknya. 

"Sekarang 'kan aku lagi menunggu Mommy dan Daddy." Isaac memberi alasan.

"Yang benar saja!  Kamu itu sedang menunggu lift,  bukan kami!" Isaac akui meskipun sang ibu kandungnya ini sudah melewati usia pertengahan abad,  tapi beliau masih kuat hanya untuk mengomeli anak tengahnya.

"Jangan marah,  Mom. I Love You,"

"Gombal."

Ternyata pria paruh baya di samping ibu Isaac itu menunjukkan sisi kecemburuannya. Lelaki tua itu melongos kala anak dan isterinya menatap ke arahnya bingung. 

"Daddy kamu masih cemburuan aja." seketika Ibu Isaac memeluk lengan besar sang suami mesra.

"Jomblo bisa apa," celetuk Isaac melihat keromantisan kedua orang tuanya. 

Ayahnya yang mendengar celetukan itu langsung menoleh ke arah Isaac yang melangkah duluan masuk ke dalam lift.

Ketika ketiganya berhasil memasuki lift,  dan pintu tersebut tertutup,  Ayah Isaac memberitahukan sebuah kalimat yang mengingatkan Isaac.

"Beberapa jam lagi juga kamu pasti akan memiliki pasangan." ujar sang Daddy santai.

Reflek, Isaac mengeratkan pegangan kadonya di tangan kirinya.

.
.
.

Bersambung...

We Hug AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang