CHAPTER 1

24 5 11
                                    

🍊 HAPPY READING ALL 🍊

Banyak yang mengatakan cinta pertama itu sangat berkesan. Saking berkesannya, sulit untuk melupakan. Beruntungnya mereka yang cinta pertamanya terbalaskan. Mungkin beberapa orang lebih memilih memendam itu sendirian, tanpa siapapun yang tahu selain dirinya dan Sang Pencipta.

Kirana masuk golongan orang-orang yang memilih memendam itu sendiri, memandanginya dari jauh dan hanya bisa berharap adanya keajaiban. Dulu, Kirana mencoba mendekati dengan amat samar, namun baru radius empat meter saja dia sudah gugup gemetar dan memilih mundur.

Kira-kira, hampir lima tahun lamanya dia memendam dan belum bisa move on sepenuhnya. Sampai beberapa hari yang lalu dia muncul kembali. Disaat dirinya hampir move on sepenuhnya. Dunia ternyata memang sempit, orang yang dulu dia cari dimana keberadaaanya ternyata begitu dekat dengannya.

Mengapa selama ini Kirana tidak menyadarinya?

Penjelasan Pak Agus mengenai routing pun tidak dia perhatikan, padahal ini termasuk pelajaran kesukaannya.

Sebegitu menyitanya kah dia bagi Kirana?

“Woy, lo ngapa?” Hana, teman sebangku Kirana menyenggol gadis itu yang diam menatap lurus pada halaman kosong buku tulisnya.

Kirana sedikit terkejut. “Eh, kenapa?” tanya Kirana linglung.

Hana menepuk jidatnya pelan. “Lo ga perhatiin penjelasan Pak Agus?”

Gadis berkacamata menatap Hana bingung. “Penjelasan yang mana?”

“Lupakan.” Hana kembali fokus pada layar LCD Proyektor yang berisi materi pembelajaran.

***

Kriiiinnggg!!!

Bel ini dia yang dinanti-nantikan seluruh murid—bel istirahat, termasuk Kirana. Kirana buru-buru merapikan alat tulisnya dan bergegas menuju kantin. Arra sudah duluan ke sana, jadi Kirana hendak menusul gadis itu.

“Kirana.”

Baru saja satu kaki keluar kelas, panggilan horror menyergap Kirana. Dia mengembuskan napas kesal.

“Apalagi?!” Kirana menatap datar si pemanggil, yang tanya malah senyum-senyum tidak jelas.

“Tadi Bu Heni lupa ngisi jurnal, tolong kasih ke Bu Heni biar diisi.” Wezen masih menampilkan senyum tak berdosa andalannya.

Kirana menatap aneh Wezen lalu merampas paksa jurnal dari tangan Wezen. “Kenapa nggak lo aja? Lo kan juga piket hari ini, atau gak Si Okta sekretaris satu. Kenapa harus gue?”

Wezen memasukkan tangannya disaku celananya. “Gue laper mau ke kantin, Okta kan hari ini nggak masuk, jadi lo yang urus. Lo hari ini piket, kan? Itung-itung lo piket hari ini. Oke bye.” Wezen berlenggang pergi meninggalkan Kirana yang berusaha menahan amarahnya.

Padahal pagi-pagi Kirana sudah menyapu kelas hampir seluruhnya, itu dibilang bukan piket?! Bahkan Wezen baru masuk kelas tepat saat bel masuk berbunyi belum piket, oyy!!

Kirana meniup beberapa anak rambut yang menghalangi pandangannya. “Fine!”

Kenapa juga Arra suka modelan cowok kek dia? Kirana mengendikkan bahu.

Sangat disayangkan, jarak kelas XI TKJ 1 dengan ruang guru begitu jauh, juga jauh dari akses tangga terdekat. Kirana berlari menuju ruang guru, sesekali memperhatikan jam tangan.

Ah sial! Kenapa waktu istirahat hanya 20 menit saja? Tadi sudah terpangkas lima menit untuknya ngebut catetan dari papan tulis, daripada nanti jatuhnya males nulis.

Sesampainya di depan ruang guru, Kirana mengatur napas sejenak. Tangannya bersandar pada tembok. Lalu masuk menemui Bu Heni.

Kebaisaan beliau, selalu lupa mengisi jurnal, dan apesnya selalu di hari dimana Kirana piket atau saat Okta tidak masuk.

“Masih ada beberapa menit, keburu lah.” Kirana memperhatikan jam tangan hitam di tangan kirinya. Dia kembali berlari menuju kantin, pasti Arra sudah menunggunya di sana. Baru saja melewati padatnya manusia di kantin, bel masuk sudah berbunyi.

“Aaarrgghh!!!!” Kirana mengepalkan tangannya kesal.

Mau tak mau, dia kembali ke kelas karena selanjutnya pelajaran Bahasa Inggris dan gurunya terkenal tepat waktu juga killer.

***

“Lo kenapa lemes gitu dah?” tanya Arra saat melihat ekspresi lesu Kirana. Hari ini jadwal ekskul PMR untuk kumpul.

Kirana langsung mendudukkan diri di samping Arra, menatap Arra lalu berkata, “Gue laper, tadi nggak sempet istirahat.” Setelah mengucapkan itu, Kirana menjatuhkan kepalanya di atas meja.

Arra yang melihat sahabatnya itu hanya menggeleng takjub, ada saja kelakuan absurd Kirana. Pantas saja tadi saat di kantin Kirana tidak kunjung datang. Kalau ada Aya pasti dia bakalan tertawa paling keras, sayangnya dia sedang PKL (Praktik Kerja Lapangan).

“Chan, rapat mulainya masih lama, kan?”

Chandra—ketua PMR—yang baru saja masuk disambut pertanyaan menodong dari Kirana berhenti. “Masih sekitar 20 menitan lah, itu aja kalo anak-anak nggak molor.”

Kirana langsung duduk tegap dengan semangat. “Gue izin ke depan beli jajan. Ayo, Ra.”

Arra pasrah saja ditarik oleh temannya ini. Hitung-hitung sekalian jajan juga, lumayan ada temannya. Sesampainya di gerbang, mereka harus sabar berdesakkan di sana karena memang ini jam pulang sekolah. Sehabis melewati gerbang juga begitu, jam pulang SMA Harapan Bangsa dan SMK Harapan Bangsa yang sama.

Jajanan depan sekolah ramai anak-anak sekolahan, terutaman anak SMA Harapan Bangsa dan SMK Harapan Bangsa, campur aduk jadi satu. Termasuk cilok incaran Kirana yang berada di depan SMA Harapan Bangsa.

Bermodal kata permisi, Kirana berhasil menerobos beberapa orang yang kelaparan. Dia bahkan tidak memikirkan Arra yang sudah tidak ada di sampingnya. Melihat kepulan asap dari panci yang berisi cilok dan tahunya membuat Kirana meneguk ludahnya.

“Bang! Saya duluan. Cilok enam ribu, pedes, cepetan, Bang. Udah mau rapat, belum makan dari pagi. Cepet, Bang!!” teriak Kirana pada abang penjual cilok.

Terlihat abang penjual cilok juga sedikt kewalahan. Arra hanya memandang Kirana datar dari celah yang ada, menahan malu akibat perbuatannya, batinnya seakan berbicara, “Bukan temen gue.”

“BAAAANNGGG!!!! SAYA DULUAN. UDAH LAPER DARI PAGI, GA SEMPET ISTIRAHAT JUGA TADI BANG, MAU RAPAT JUGA. BURUAN BANG!!!”
Kirana masih kekeh mempertahankan pesananagar cepat dibuat.

“Cerewet banget anjir,” cibir seseorang yang tiba-tiba berada di samping Kirana.

“Suka-suka gue, lah.”

Kirana mendongak ke orang tadi yang mencibirnya. Betapa kagetnya dia, ternyata dia yang membuat Kirana kembali galau mengingat masa lalu, dan usaha move on-nya hancur berantakan. Dengan cepat Kirana mengontrol kembali tubuhnya.

“Ini, Neng ciloknya.” Abang penjual cilok itu memberikan pesanan Kirana. Dia bergegas membayar dan menarik tangan Arra yang daritadi sudah anteng dengan es teh dan siomaynya.

Sesampainya di depan gerbang SMK Harapan Bangsa, Kirana melepas cekalan tangan Arra. Gadis berambut sebahu itu semakin terheran dengan kelauan sahabatnya itu.

“Jujur sama gue. Lo aneh hari ini dan beberapa hari kemaren kenapa?” Arra menyesap es tehnya.

Kirana mengatur deru napas dan irama detak jantungnya. “Gue ketemu Haikal.”

***

Hai hai hai 👋👋

I'm comeback 🎉🎉

Semoga kalian suka chapter pertama ini, kalo ada typo atau salah-salah kata, kalian bisa koreksi di sini 👉

Thank you 💎

See you 💞💞

H A L T ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang