1 • Semester Baru

25 5 0
                                    

RENINA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


RENINA

Hari ini adalah hari pertamaku menjadi siswi kelas 12. Dan di pagi senin yang cerah ini, aku sudah tidak sabar lagi untuk segera datang ke sekolah. Karena apa? Karena tepat saat upacara bendera selesai nanti, akan di umumkan siapa - siapa aja yang menjadi pemegang juara umum di semester 4 kemarin. Ah, aku sangat berharap kalau kali ini, aku kembali menjadi pemenang juara umum di sekolah. Karna selama tiga semester terakhir, aku selalu berhasil mempertahankan predikat juara umum ku. Dan akan sangat disayangkan jika posisiku itu di gantikan oleh orang lain. Karena jujur saja, ada satu orang yang membuat posisi juara umum ku cukup terancam. Namanya Bima, dia siswa pindahan yang masuk ke sekolahku saat awal semester empat kemarin. Aku dan Bima berada di satu kelas, dan melihat caranya belajar, aku cukup merasa tersaingi. Tapi walaupun aku merasa tersaingi oleh Bima, aku tidak akan berlaku curang demi mengamankan posisiku. Tentu saja aku akan bersaing dengan sportif. Jika pada akhirnya posisiku akan di gantikan oleh Bima, aku tidak akan marah. Karena aku merasa, diriku sudah melakukan segala hal terbaik untuk tetap berada di peringkat pertama SMA Taruna Jaya.

Selalu berusaha mempertahankan seluruh nilai dan prestasi akademik ku agar tetap bagus dan memuaskan, sebenarnya aku lakukan semata-mata hanya untuk menarik perhatian ayah. Aku pikir, dengan menjadi anak yang pintar di sekolah, ayah akan lebih banyak melihat kepadaku. Namun sepertinya, usahaku ini belum membuahkan apa-apa. Terbukti dari ayah yang selalu bersikap biasa saja ketika aku menunjuk nilai - nilai akademik ku kepada beliau. Respon yang ayah berikan hanya sedikit senyuman kecil lalu menepuk pundak ku dan segera pergi dari hadapanku setelahnya. Seolah beliau enggan untuk berhadapan terlalu lama denganku. Ayah memang selalu begitu, tidak pernah ada kata pujian atau sekedar ucapan selamat atas semua pencapaian ku itu. Sedari aku kecil, hingga saat ini, respon ayah terdahapku masih sama. Cuek dan tidak perduli.

Tapi tak apa. Meskipun begitu, aku tidak akan putus asa. Aku akan terus berjuang untuk mendapatkan perhatian ayah. Aku akan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik agar ayah mau melihat kearah ku. Bagiku, senyuman tipis dan tepukan kecil di pundak ku itu saja sudah lebih baik daripada ayah tidak merespon sama sekali. Aku akan terus berusaha mengubah senyuman kecil itu menjadi senyuman lebar yang menawan. Aku yakin, pasti suatu saat nanti, semua usahaku untuk ayah pasti akan berhasil.

Dengan tersenyum riang, aku keluar dari kamarku. Senyuman riangku tadi seketika berubah menjadi senyuman miris saat melihat keakraban ayah dan kak Nayla di hadapanku. Kulihat, ayah tengah tersenyum sembari merangkul pundak kak Nayla. Mereka menuruni satu persatu anak tangga bersama. Hal yang tidak pernah aku rasakan sama sekali. Huh, jangankan untuk dirangkul, tanganku digenggam oleh ayah saja, rasanya tidak pernah ku dapatkan. Ah tidak, jangankan untuk menggenggam tanganku, melirik kearah ku saja, ayah seolah enggan.

Aku menepuk - nepuk pelan kedua pipiku sambil menggumamkan kata - kata penyemangat agar semangatku yang tadinya meredup bisa kembali membara di dalam diri. Jujur saja, setiap kali melihat kedekatan antara ayah dan kak Nayla atau Rian, hatiku rasanya seperti teriris dan air mataku seolah ingin tumpah saat itu juga. Rasa sedih dan iri bercampur menjadi satu didalam hatiku. Hingga terkadang, aku melampiaskannya dengan menangis sekeras mungkin didalam kamar mandi yang untungnya kedap suara.

For My First Love In The WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang