Carry Knightley
Satu minggu berlalu sangat cepat.
Hari ini adalah hari pertama di tahun 845. Seluruh jalanan dipenuhi oleh warga yang ingin merayakan tahun baru. Kembang api dinyalakan di dataran tinggi, membuat suasana tahun baru semakin meriah.
"Tidak setiap hari kita merasakan hal ini kan?" seru Hanji kegirangan. Kami berempat sedang duduk di atas tembok Rose, menikmati indahnya kembang api dan lampu-lampu distrik dari ketinggian.
Aku dan Hanji berada di tengah-tengah Erwin dan Levi.
"Ini sungguh indah!" teriakku bersemangat sambil mengangkat dua tangan ke udara. Erwin tertawa kecil, lalu merangkulku.
Aku tersenyum lebar, ingin mencium Erwin, namun ia menghindar. Mata Erwin melotot seperti memberi sinyal.
Oh iya, aku lupa ada Levi dan Hanji
"Selamat tahun baru semuanya!" Hanji berteriak dengan kencang, tertawa seperti anak kecil. Aku dan Erwin saling berpandangan, lalu ikut tertawa.
"Hanji, kendalikan dirimu." ujar Levi datar. Hanji berdecak malas dan kembali berteriak.
Kami berbincang ringan penuh canda tawa sembari meneguk segelas teh hangat.
"Hey, bagaimana jika kita minum?" tanyaku. Erwin dan Levi dengan cepat menggelengkan kepala mereka, sedangkan Hanji mengangguk setuju.
"Apakah umurmu sudah mencukupi?" sindir Levi.
"Kau tidak boleh minum." Erwin menimpali.
Hanji berdecak kesal. "Pria memang tidak seru!" aku mengangguk setuju dan menjulurkan lidah ke Erwin.
Hanji menghembuskan nafas lalu berkata,
"Bagaimana ya jika besok titan akan datang lalu menghancurkan tembok kokoh ini?""Maka kami akan melindungimu." ujar Levi singkat sambil terus menatap langit.
Erwin dan aku mengangguk, mendongak ke atas, ikut menatap bulan yang berbentuk lingkaran sempurna.
"Terimakasih, teman-teman."
————————-
Keesokan paginya, aku bangun dan melihat sekeliling. Kami berempat tidur di ruang regu karena saking serunya berbincang. Erwin dan Levi tidur di lantai, sedangkan aku tidur di sofa bersama Hanji.
"Bangun..." aku mengguncang tubuh Hanji pelan, namun ia malah mendengkur lebih keras.
Aku bangkit dan menuju Levi yang tidur dengan posisi meringkuk. Lucu sekali. "Levi, bangun."
Levi membuka mata, melihat kearahku dengan muka bantalnya. "Sial, badanku sakit semua."
"Salah sendiri tidur di lantai." aku mencibir lalu melangkah menuju Erwin.
Tidurnya terlentang. Wajahnya sangat damai, hingga aku tidak tega untuk membangunkannya. Siapa manusia yang bisa tidur namun wajahnya masih tetap sangat tampan? Jawabannya adalah Erwin Smith. Segala kesempurnaan ada padanya, dan aku senang karena dia adalah milikku.
Eh? Dia milikku kan?
"Sampai kapan kau akan menatap Erwin? Sampai malam?" sindir Levi. Ia sudah berdiri dan hendak mengambil lap untuk membersihkan ruangan.
"Diam, aniki."
"Erwin, bangunlah." aku mengguncang lengan Erwin perlahan. Tiga detik kemudian, matanya terbuka, memamerkan pupil biru yang sangat menawan.
"Selamat pagi." ucap Erwin. Aku tersenyum lau memeluknya erat.
"Pemandangan apa yang sedang kusaksikan? Aku tidak butuh melihat kalian bercinta." tiba-tiba Hanji menyeletuk. Aku menengok ke belakang dan melihat Hanji yang sudah duduk di sofa.
Erwin memutar bola matanya lalu berdiri dan merangkul tubuhku. "Hanji, Levi.. tolong demi kenyamanan bersama, jangan bicara apapun soal aku dan Carry."
Mataku terbelalak, bingung akan apa yang barusan Erwin katakan. "Apa maksudmu?"
"Kami tidak akan bilang bahwa kalian berdua menyelinap tengah malam untuk melakukan hal menjijikkan. Tenanglah." ujar Levi santai.
"Percayakan pada temanmu, Erwin." Hanji menimpali, nadanya berubah semangat.
"Ayo Carry, mari ke kamarmu sebelum semua orang bangun." Erwin menarik tanganku dan membawaku keluar ruangan. Tubuhku masih belum bisa memproses apa yang terjadi.
"Erwin apa maksudmu?" tanyaku setelah kami sampai di kamar. Erwin mengunci pintu kamarku, lalu berbalik badan, menatap wajahku yang kebingungan.
"Ini maksudku." Erwin menyondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya ke wajahku lalu mencium bibirku lembut.
Kedua kakiku lemas secara otomatis, namun Erwin dengan sigap menahan kedua pinggangku.
"Carry, aku menyukaimu. Sungguh menyukaimu." ujar Erwin di sela sela ciumannya. Aku terbelalak, namun merasakan lega yang amat sangat.
"Mengapa?" tanyaku, melepas ciuman kami.
Erwin tersenyum, menghembuskan nafas. "Kamu... Kamu mengambil hatiku dengan cara yang aneh. Kamu tidak suka patuh kepada orang, sedangkan aku suka kepatuhan. Kamu sangat spontan, sedangkan aku terencana. Kamu kekanak kanakan, sedangkan aku tidak suka kekanak kanakan. Kamu..."
Aku memotong kalimat Erwin. "Kamu sangat dingin, sedangkan aku hangat. Kamu serius, sedangkan aku tidak suka terlalu serius. Kamu kaku sedangkan aku tidak. Tanpa kamu sadari, kita saling melengkapi."
Senyum Erwin mengembang, lalu ia kembali menciumku. Sedetik, ciumannya bertambah ganas. Ia mendorongku pelan hingga aku terbaring di kasur.
"Erwin.. aku..."
"Aku menyukai kepatuhan. Jadi patuhlah padaku kali ini." ujar Erwin dengan nada serius sambil membuka kancing kemejanya satu persatu.
———————————-
Aku berjalan menuju gerbang pintu keluar belakang untuk membeli keperluan latihan bagi calon kandidat baru yang akan memulai pendaftaran beberapa minggu lagi. Kakiku masih lemas akibat perbuatan Erwin tadi pagi, namun entah mengapa aku malah senang, sangat senang bahkan. Memangnya apa yang bisa terjadi? Aku berhak untuk bahagia, dan dengan Erwin, aku sangat bahagia!
"Um, permisi?"
Suara lembut seorang wanita mengagetkanku. Aku bergegas membalik badan untuk melihat siapa yang baru saja menepuk pundakku.
"Ada yang bisa kubantu?" tanyaku sopan kepada wanita itu. Parasnya amat cantik, dengan kulit kuning langsat yang sempurna dan rambut cokelat sebahunya yang berkilauan. Umurnya mungkin beberapa tahun lebih tua di atasku. Wanita ini terlihat sangat baik dan bijaksana.
"Ah, aku ingin mencari seseorang yang ada di sini. Namanya Erwin? Erwin Smith?" jawab wanita itu.
Jantungku mendadak berdegup sangat kencang.
Siapa wanita ini? Apakah wanita ini istrinya Erwin? Apakah selama ini aku dibohongi oleh Erwin?"Si..siapa namamu?" tanyaku terbata-bata.
Ia tersenyum, mata cokelatnya berkilauan. "Marie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cold [Erwin Smith Imagine]
FanfictionAll of Erwin Smith's plan suddenly crushed by a brown eyed-girl. Will he put her in his plan? or will he get rid of her and betray his own feelings. The story of two fighters who will fight for anything, including for love. Seluruh rencana Erwin Smi...