A YEAR AGO

577 78 9
                                    

Carry Knightley

Satu minggu berlalu dengan cepat. Selesai sudah ekspedisi kami yang ke 45. Seperti biasa, kami tidak mendapat pengetahuan tentang asal usul titan sedikitpun. Kami hanya mendapatkan beberapa cara dan taktik baru untuk menghadapi para titan.

Selama satu minggu, Erwin dan aku berubah menjadi dekat. Seperti layaknya teman. Mungkin lebih.

Kami berdua hampir selalu bersama tiap harinya. Makan bersama, berjalan bersama, bahkan Erwin selalu mengunjungi tendaku setiap malam hanya untuk mengecek keadaanku dan mengucapkan selamat tidur. Erwin berubah 180 derajat. Ia selalu melindungiku walau aku tidak dalam keadaan bahaya. Saat berhadapan dengan titanpun, ia malah menyuruhku untuk diam dan berlindung.

Namun, aku merasakan satu penghalang besar. Erwin tidak pernah mau untuk diajak berbincang terlalu dalam, apalagi menyangkut masalah pribadinya. Aku sedikit bingung, namun lama kelamaan aku tidak peduli.

Selama satu minggu pula perasaanku kepada Erwin makin tak karuan. Ditambah cemoohan serta ejekan dari Levi dan Hanji membuat hatiku makin yakin bahwa aku memiliki rasa pada Erwin. Tapi anehnya, aku terus meyakinkan diriku bahwa Erwin tidak memiliki perasaan yang sama denganku.

"Mari pulang, Carry. Kau sedang apa sih bodoh?," omel Levi yang telah selesai melipat tenda. Aku mengabaikan Levi, menatap kemeja putih milik Erwin yang entah akan kusimpan atau kutinggal di hutan ini.

"Bawa saja." Levi berkata dengan kesal.

Aku mendongak.

"Bawa apanya?," tanyaku sok polos.

"Bawa saja kemeja Erwin dan kembalikan nanti saat sudah di markas, bodoh." ujar Levi kasar. "Cih, kalian berdua membuatku sangat mual."

Aku mengangguk sambil memasukkan kemeja Erwin ke dalam tasku. Lalu kami berjalan beriringan menuju kamp kuda untuk mengambil kuda kami dan pulang.

—————-

"Carry, sungguh, jika kau dan Erwin memiliki hubungan, aku tidak segan segan menyuruhmu menjadi babu pribadiku selama tujuh hari. Kalian benar-benar membuatku mual." kata Levi tiba-tiba.

Kami sudah berada dekat dari tembok. Seperti biasa, aku berada di sebelah Levi. Sedangkan Erwin berada di barisan paling depan, bersebelahan dengan Komandan Keith.

"Sungguh Levi, diamlah. Kau tak tahu apapun!" balasku malas. Levi hanya berpikiran pendek.

Levi mendengus. "Aku tau semuanya. Mau ku perjelas?" 

"Perjelas apa? Tahu apa?" tiba-tiba Hanji menginterupsi kami. Ia memacu kudanya agar beriringan dengan kecepatan kudaku dan Levi.

Aku memang telah berencana untuk bercerita tentang apa yang aku rasakan kepada Hanji. Hanji merupakan wanita yang kukagumi karena kebebasan jiwanya. Ia yang selalu ada di sebelahku saat senior yang lain mencibirku. Ia juga merupakan satu-satunya teman wanita yang aku miliki saat ini, maka dari itu aku hanya mengandalkan Hanji. Mana mungkin Levi bisa memahami hal seperti ini, kan?

"Selama satu minggu ini, Erwin menunjukkan sifat yang amat berbeda. Ditambah lagi aku selalu melihat kalian bersama. Dimana ada Carry, disitu ada Erwin. Sungguh menjijikkan." Levi berkata dengan ekspresi datar namun bernada kesal.

Hanji terkesiap dan menutup mulutnya, pura-pura kaget, lalu mengedipkan sebelah matanya padaku. "Kerja bagus, Carry."

"Diamlah kakak!" bisikku.

"Maaf, maaf. Bisakah kau bayangkan, Levi, adik kecil kita jatuh cinta dengan Erwin hancho. Menggemaskan!" kata Hanji kepada Levi. Matanya berbinar dan pipinya memerah.

Cold [Erwin Smith Imagine]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang