BAGIAN 2

143 8 0
                                    

"Ada pengacau...! Ada pengacau...!"
Ki Sabda Gendeng dan muridnya yang bernama Jaka Tawang menjadi terkejut, ketika melihat para penduduk Desa Karang Geneng berlarian sambil berteriak-teriak. Guru dan murid itu langsung keluar penginapan, menghadang seorang laki-laki berusia setengah baya yang berlari-lari sambil berteriak-teriak.
"He...?! Ada apa, Kisanak...? Siapa yang mengacau?! Dan, ada berapa orang...?!" tanya Ki Sabda Gendeng.
"Entahlah. Wujudnya seperti tengkorak! Mereka dua orang, tetapi ilmunya tinggi bukan main. Semua yang ada di rumah kepala desa habis dibinasakan...!" jelas laki-laki setengah baya itu dengan napas terengah-engah.
Mendengar penjelasan ini, guru dan murid itu saling pandang. Dan seketika itu pula tubuh mereka berkelebat cepat bukan main, dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah cukup tinggi. Begitu cepat mereka bergerak, tahu-tahu sudah lenyap dari pandangan laki-laki yang tengah ketakutan itu. Maka tentu saja hal ini menambah rasa takut pada dirinya. Bahkan tanpa terasa, celana bagian bawahnya sampai basah karena terkencing-kencing. Tubuh seperti sulit digerakkan.
"Ampuuun, Hiyang Widhi! Mengapa di sini sekarang banyak berkeliaran setan dan demit...? Malah sekarang setan dan demit berani muncul di siang hari! Pertanda apakah ini...?!" desis laki-laki itu dengan gemetar.
Sementara itu para penduduk langsung berlarian menuju ke rumah masing-masing dan langsung mengunci pintu rapat-rapat. Sedangkan Ki Sabda Gendeng dan Jaka Tawang yang sama-sama urakan terus bergerak mencari dua pengacau itu. Mereka menduga kerusuhan itu akibat sepak terjang Siluman Tengkorak Gantung yang memang sering terdengar kekejaman dan keganasannya.
"Hei, Jaka Tawang...! Kira-kira ke arah mana mereka lari?"
"Aku tidak tahu Guru! Bukankah sejak tadi selalu bersama Guru?" jawab Jaka Tawang, seenaknya.
Baru saja akan marah, Ki Sabda Gendeng melihat dua sosok tubuh berkelebat dengan cepat dibalik pepohonan di depan mereka.
"Itu dia! Ayo kita kejar...!" tunjuk Ki Sabda Gendeng.
Seketika itu pula tubuh orang tua ini melesat, mendahului muridnya ke arah bayangan yang dilihatnya.
Begitu tinggi ilmu meringankan tubuh Ki Sabda Gendeng sehingga dalam waktu singkat kedua sosok yang dikejarnya tinggal terpaut dua tombak lagi. Lalu dengan gerakan melenting yang indah sekali, laki-laki tua itu sudah mendarat tepat di hadapan sosok yang tak lain Siluman Tengkorak Gantung.
"Hehehoho...! Mau lari ke mana kalian sekarang?! Kalian pasti sebenarnya setan! Hm.... Tidak baik berkeliaran di siang hari...," kata Ki Sabda Gendeng, masih sempat bergurau. Namun sepasang matanya menatap tajam, penuh ancaman.
"Hik hik hik...! Rupanya ada orang tua gila yang suka mengantarkan jiwanya pada kita...!" ejek Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh kurus.
"Hahaha...! Terhadap orang lain, kalian boleh main setan-setanan. Tetapi terhadapku, jangan coba-coba. Nanti kalian bisa jadi setan beneran...!" balas Ki Sabda Gendeng.
Sementara itu, Jaka Tawang telah tiba ditempat itu. Dan dia hanya memperhatikan saja sambil tersenyum-senyum. Pemuda itu tahu benar sifat gurunya yang konyol ini.
Melihat orang tua ini sudah tidak memandang sebelah mata, kedua Siluman Tengkorak Gantung jadi berang. Agaknya dia tidak mengenal Ki Sabda Gendeng. Karena, laki-laki tua itu memang termasuk seorang tokoh angkatan tua.
"Haaat...!" Disertai teriakan keras, tiba-tiba Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh kurus mengibaskan tangannya yang sebelumnya tersembunyi di saku. Saat itu juga, meluncur sebuah benda bergerak ke arah Ki Sabda Gendeng.
Serangan itu datangnya begitu tiba-tiba. Dan tampaknya, Ki Sabda Gendeng akan terkena. Tetapi dengan sekali menggerakkan tangan, dua jarinya berhasil menjepit benda yang ternyata ular beracun!
"Ular ini sangat beracun. Kalian benar-benar kejam! Orang setua aku, mau dibinasakan juga...?" kata Ki Sabda Gendeng sambil mempermainkan ular diantara jari-jarinya. Dan tanpa terduga, ular berbisa itu dilempar balik pada pemiliknya.
"Hih!"
"Heh?!"
Tanpa dapat dicegah, ular itu langsung mendarat di pundak Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh kurus. Dan sebelum dia berbuat apa-apa, ular itu sudah mematuk lengan kanannya, membuat Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh kurus terpekik kaget. Dengan cepat, ditariknya tubuh ular itu sampai putus jadi dua. Lalu, dia berusaha menelan obat pemunah racun yang dibawanya.
Sementara sambil tertawa-tawa, Ki Sabda Gendeng terus merintangi dengan mengirimkan tendangan dan pukulan. Tentu saja perbuatan itu membuat Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh kurus kalang kabut. Dia khawatir bisa ular akan merambat ke jantung tanpa dapat dicegah.
Sedangkan Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh tinggi tegap berusaha membantu, namun tak mampu. Karena Ki Sabda Gendeng juga menghalang-halangi maksudnya.
Dalam waktu singkat, Siluman Tengkorak Gantung yang berbadan kurus jatuh ke tanah, terserang bisa ularnya sendiri. Setelah menggelepar sejenak, tubuhnya diam. Mati dengan tubuh membiru.
"Bangsat! Kubunuh kau, Tua Bangka Keparat!" dengus Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh tegap sambil meloloskan tali gantungan yang melilit lehernya.
Kini tali itu telah berubah seperti cambuk. Bahkan langsung menderu menyerang bagian-bagian yang mematikan di tubuh Ki Sabda Gendeng. Sementara orang tua itu berusaha menghindar dengan gerakan aneh dan kocak. Seolah serangan itu tidak ada artinya sama sekali baginya. Bahkan kadang kala dia berjumpalitan bagaikan kera mabuk. Kadang tubuhnya terhuyung-huyung, seperti orang sakit perut.
Sambil berteriak-teriak, Ki Sabda Gendeng terus berloncatan sambil mengejek. Memang kepandaian Siluman Tengkorak Gantung ini berada di bawah tingkatannya. Bahkan dia semakin tidak berdaya saja. Sementara Ki Sabda Gendeng sendiri agaknya sudah bosan melayani.
"Siluman keparat sepertimu, selayaknya enyah dari dunia ini. Awas! Terimalah seranganku ini!" bentak Ki Sabda Gendeng seraya menghentakkan kedua tangannya.
Begitu cepat gerakan Ki Sabda Gendeng, sehingga Siluman Tengkorak Gantung yang bertubuh tegap tak dapat menghindari serangkum angin yang meluruk deras ke arahnya. Dan....
"Wuakh...!"
Blug!
Bagaikan daun kering, Siluman Tengkorak Gantung terlempar ke belakang dan jatuh bagaikan nangka busuk. Setelah berkelojotan sesaat, tubuhnya diam tidak berkutik lagi.
Plok! Plok!
Jaka Tawang sambil cengengesan dan bertepuk tangan, menghampiri gurunya.
"Guru! Mari kita tinggalkan tempat ini!" ajak Jaka Tawang.
Tanpa banyak cakap lagi, Ki Sabda Gendeng berkelebat cepat meninggalkan tempat itu. Sementara Jaka Tawang mengikuti dari belakang, meninggalkan tempat itu.

161. Pendekar Rajawali Sakti : Siluman Tengkorak GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang