BAGIAN 6

123 6 0
                                    

Padepokan Kipas Kumala, dipimpin tokoh berkepandaian tinggi yang disegani dalam dunia persilatan. Ki Rawadeng, namanya. Muridnya cukup banyak. Untuk melatih murid-muridnya yang berjumlah besar, lelaki berusia enam puluh lima tahun itu dibantu murid utama yang bernama Barata. Sesuai namanya, padepokan itu terkenal karena permainan ilmu 'Kipas'nya yang jarang menemui tandingan.
Sebagaimana biasa, setiap hari murid-murid berlatih di lapangan terbuka, di halaman padepokan. Di bawah asuhan Barata yang sangat keras, membuat lulusan padepokan itu rata-rata memiliki ilmu olah kanuragan yang bisa diandalkan.
"Hiat!"
"Hiaaap!"
Barata tersenyum puas melihat anak didiknya berlatih keras. Tubuhnya yang gempal dan berisi sudah dibanjiri keringat hingga terlihat berkilatan tertimpa cahaya matahari. Namun tiba-tiba....
"Ihhh...?! Bau bangkai dari mana ini...?!" gumam Barata dalam hati, ketika tercium bau tak sedap, seperti bau bangkai.
Para murid padepokan itu mencium bau tak sedap. Mereka serentak menghentikan gerakan, lalu menoleh ke kanan-kiri. Tetapi tak tampak sesuatu yang mencurigakan. Namun tak lama kemudian....
"Hihihi...!"
Terdengar suara tawa yang menggiriskan yang bersumber dari atas pohon, tepat di depan pagar padepokan. Seketika semua murid menoleh ke arah pohon. Dan terlihatlah pemandangan yang mendirikan bulu roma, tiga sosok berpakaian hitam bergambar tengkorak manusia tampak bergantung di cabang pohon. Rupanya bau bangkai itu berasal dari sana pula!
Barata segera bergerak menghampiri.
"Siapa kalian?! Turunlah, apa maksudmu dengan bermain-main seperti ini?! Kalau tidak mau turun, kami akan mengambil tindakan keras!" bentak Barata.
Namun bentakan Barata seperti tidak dipedulikan. Karena merasa diacuhkan, diambilnya tiga buah batu kecil. Lalu dilemparkannya pada ketiga sosok yang menggantung itu.
Set! Set! Set!
Sebelum batu-batu itu mengenai sasaran, ketiga sosok berpakaian tengkorak itu telah berkelebat dari atas pohon. Lalu tahu-tahu....
"Wuaaa!"
"Aeyaaa!"
Beberapa teriakan mengerikan kontan terdengar, ketiga sosok yang tak lain Tiga Siluman Tengkorak Gantung meluruk dan menghantam murid-murid Padepokan Kipas Kumala. Saat itu juga tiga murid Padepokan Kipas Kumala berjatuhan dalam keadaan tidak bernyawa lagi.
Melihat kejadian itu, Barata jadi berang. Dari sini jelas kedatangan Tiga Siluman Tengkorak Gantung itu mempunyai tujuan tidak baik. Maka tanpa banyak bicara lagi, diterjangnya mereka. Tubuhnya melesat melepaskan satu pukulan maut kesalah satu dari Tiga Siluman Tengkorak Gantung.
"Hah...!"
Namun hanya dengan sebuah dorongan tangan saja, Barata terlempar keras dan jatuh berdebuk keras di tanah. Darah segar tampak menetes dari sudut bibirnya. Dengan terhuyung-huyung dia bangkit. Lalu siap menerjang.
"Keparat! Aku akan mengadu nyawa denganmu!" dengus Barata, lantang.
Dengan mengerahkan segenap kepandaiannya, Barata menerjang. Serangannya sangat dahsyat. Namun Tiga Siluman Tengkorak Gantung tampak tenang saja. Ketika serangan akan mengenai sasaran, serangan itu serentak disambut dengan telapak tangan terbuka.
Derrr...!
"Aaakh!" Barata terlempar begitu serangkum angin keras menghantam tubuhnya. Begitu menyentuh tanah, keadaannya sudah tidak bernyawa lagi. Dari seluruh lubang indranya tampak mengucurkan darah. Inilah akibat ilmu yang dipelajari Tiga Siluman Tengkorak Gantung. Memang, setelah bertarung melawan Loro Blonyo dan berhasil mendapat potongan Kitab Pusaka Kincir Angin, Tiga Siluman Tengkorak Gantung berniat menguasai seluruh ilmu dari kitab itu. Dan nyatanya, mereka berhasil, walaupun Badri, orang tertua dari Siluman Tengkorak Gantung, harus kehilangan tangan kanannya, karena bertarung melawan Loro Blonyo.
Pada saat Tiga Siluman Tengkorak Gantung memandangi mayat Barata, tiba-tiba berkelebat sesosok tubuh lalu mendarat di hadapan ketiga sosok sesat itu. Kumis dan jenggotnya bertebaran tertiup angin. Dengan sorot mata menyala-nyala, dipandanginya Tiga Siluman Tengkorak Gantung.
Sosok berusia tujuh puluh lima tahun itu tak lain dari Ki Rawadeng Ketua Padepokan Kipas Kumala. Dengan mata merah, Ki Rawadeng mengeluarkan senjata berupa kipas dari balik bajunya. Lalu senjata yang diberi nama Kipas Kumala itu dikebutkan ke arah Tiga Siluman Tengkorak Gantung. Seketika angin yang berisi tenaga dalam kuat menyambar.
Dengan terkejut, ketiga manusia tengkorak itu berjumpalitan menghindar. Dan begitu menjejak mantap di tanah, mereka meloloskan tali yang melingkar di leher, untuk mengimbangi permainan senjata Kipas Kumala Ketua Padepokan Kipas Kumala ini. Suara lecutan cambuk dan kebutan kipas terdengar saling meningkahi, pertanda mereka menggunakan tenaga dalam kuat.
Tiga puluh jurus kemudian Ki Rawadeng, tampaknya mulai terdesak. Dia hanya dapat menangkis dan main mundur saja. Memang tali yang dijadikan cambuk itu terlalu tangguh baginya. Malah pada satu kesempatan cambuk-cambuk Tiga Siluman Tengkorak Gantung menghajar tubuhnya tanpa ampun.
Ctar!
"Aaakh...!" Ki Rawadeng kontan terlempar ke tanah. Dan belum juga dia bangkit, sebuah lecutan keras mendarat di kepalanya.
Prak!
"Aaakh...!" Bunyi berderak dari kepala yang pecah, mengiringi kematian Ki Rawadeng. Darah tampak membanjiri bumi dari kepalanya.
Melihat guru mereka binasa secara mengenaskan, dua orang murid Padepokan Kipas Kumala maju menyerang dengan serentak. Namun dengan sekali lecutan cambuk, tanpa dapat dicegah lagi mereka binasa dengan kepala pecah. Melihat hal ini yang lain tidak berani bertindak lagi. Mereka hanya memandangi dengan pandangan kosong.
"Menyerahlah kalian! Mulai saat ini, kalian jadi pengikut kami. Kalian harus taat pada perintah kami! Siapa yang membangkang, maka hukumannya mati! Nah! Kalian boleh pilih! Ikut kami, atau binasa tanpa liang kubur!" teriak Badri, orang tertua Siluman Tengkorak Gantung.
Tanpa banyak kata lagi, murid-murid Padepokan Kipas Kumala menyerah. Bahkan mereka berjanji akan patuh dan setia pada Tiga Siluman Tengkorak Gantung.
Sejak saat itu Tiga Siluman Tengkorak Gantung, menguasai Padepokan Kipas Kumala. Dan merubah nama padepokan menjadi Partai Tengkorak Gantung.

161. Pendekar Rajawali Sakti : Siluman Tengkorak GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang