BAGIAN 7

154 9 3
                                    

Pendekar Rajawali Sakti berhenti istirahat pada sebuah pohon rindang, melindungi dirinya dari sengatan matahari. Sebenarnya, Rangga telah lelah mencari Tiga Siluman Tengkorak Gantung. Namun karena mendengar sepak terjang tiga tokoh sesat itu makin menjadi-jadi, mau tak mau kelelahannya dibuang jauh-jauh.
Apalagi ketika Rangga mendengar kalau Tiga Siluman Tengkorak Gantung juga membantai penduduk desa tak berdosa yang tak mau tunduk pada perintah mereka. Baru saja Rangga menghenyakkan pantatnya di bawah pohon, di kejauhan terlihat beberapa bayangan hitam berkelebat cepat.
Sejenak kening Rangga berkerut, lalu tiba-tiba mengejar bayangan itu. Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali Sakti, menandakan betapa sempurnanya ilmu meringankan tubuhnya. Sebentar saja, Pendekar Rajawali Sakti telah berada sembilan tombak di belakang tujuh orang berpakaian hitam bergambar tengkorak. Gerakan mereka gesit.
Tetapi gerakan Rangga lebih mengagumkan lagi. Begitu mereka berada dalam jarak jangkaunya, Pendekar Rajawali Sakti melenting ke depan. Setelah berputaran beberapa kali. Rangga mendahului ketujuh sosok itu, lalu mendarat di hadapan mereka.
"Berhenti! Mau kemana kalian...?!" bentak Rangga, begitu mendarat. Sejenak Rangga memperhatikan ketujuh orang berpakaian serba hitam bergambar tengkorak itu. Dan sekali lihat dia sudah tahu kalau mereka anggota Siluman Tengkorak Gantung.
"Minggirlah! Ini bukan urusanmu. Kecuali kau sudah bosan hidup!" sahut salah seorang anggota Siluman Tengkorak Gantung, bengis.
"Hm.... Kalian pasti kroco-kroco Siluman Tengkorak Gantung yang ingin mengotori muka bumi ini! Dengan darah orang-orang tak berdosa!" gumam Rangga, dingin.
"Bangsat! Sombong benar bocah ini. Teman-teman, binasakan saja dia!" teriak salah seorang sambil mencabut senjata diikuti yang lainnya.
"Hiyat!"
"Ciat...!" Disertai teriakan membahana, ketujuh anggota Siluman Tengkorak Gantung. Golok dan tombak, berseliweran ke arah tubuh Rangga. Tetapi dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' yang memiliki gerakan bagai orang mabuk, semua serangan luput dari sasaran. Sesekali Pendekar Rajawali Sakti melepaskan kibasan tangan ke arah lawan yang terdekat.
Prak!
"Aaakh!" Tanpa dapat mengelak lagi, satu orang terkapar roboh dengan kepala pecah. Salah seorang lawan mencoba membokong Rangga dari belakang. Tetapi sambil berbalik, Pendekar Rajawali Sakti cepat mengangkat tangan kanannya dengan telapak terbuka.
Clap!
"Heh?!" Betapa terkejutnya orang itu, ketika goloknya dijepit di antara jari tengah dan telunjuk Rangga. Belum sempat hilang rasa terkejutnya, mendadak Pendekar Rajawali Sakti telah mengirimkan satu gedoran tangan pada dadanya.
Des!
"Aaakh!" Disertai teriakan tertahan, orang itu ambruk memuntahkan darah segar dari mulutnya. Sementara lima orang sisa anggota Siluman Tengkorak Gantung jadi nekat. Dengan serentak mereka maju menyerang. Namun begitu Rangga berkelebat, empat orang kontan berpelantingan dengan jiwa melayang. Dan Rangga sengaja membiarkan hidup sisa anggota Siluman Tengkorak Gantung yang tinggal seorang.
"Ampun..., Kisanak!" ratap orang itu, mengkeret ketakutan.
"Katakanlah, dimana pemimpinmu berada?" tanya Rangga, dingin menggetarkan.
"Aku..., aku tidak tahu! Aku tidak tahuuu...!" sahut orang itu, berdusta.
"Baiklah! Kalau begitu bersiaplah! Aku ingin mengantarkan arwahmu ke neraka...?!" ancam Rangga, siap mengangkat tangannya.
"Tunggu!" teriak orang itu, makin ciut ketakutan.
"Hm.... Ada yang ingin kau katakan...?!" tanya Rangga bergumam.
"Apakah kau bersedia mengampuni aku, bila aku mengatakannya padamu...?!"
"Tentu saja! Kalau kau katakan, tentu kau akan kubiarkan pergi!" sahut Rangga berubah berseri wajahnya.
"Ketiga pemimpin kami ada di..., aaakh!"
Belum juga orang itu mengatakan di mana Tiga Siluman Tengkorak Gantung, sebuah pisau telah menancap tepat di tenggorokannya. Seketika tubuhnya ambruk, diam untuk selamanya.
Pendekar Rajawali Sakti yang tak sempat mencegah, menjadi geram setengah mati. Dan belum juga kegeramannya hilang, berkelebat tiga sosok bayangan hitam ke arahnya.
Di hadapan Pendekar Rajawali Sakti telah berdiri belasan orang berseragam serba hitam, bergambar tengkorak. Sementara berdiri paling depan adalah tiga orang yang memiliki sorot mata menggiriskan. Tampaknya merekalah yang bertindak sebagai pemimpin. Dan Rangga bisa merasakan kalau ketiga orang ini memiliki kepandaian tinggi. Siapa lagi mereka kalau bukan Tiga Siluman Tengkorak Gantung.
"Hm! Agaknya kalian pemimpin gerombolan Siluman Tengkorak Gantung!" duga Rangga.
"Hik hik hik...! Dugaanmu tepat sekali. Pendekar Rajawali Sakti!"
"Dan kalian pasti Tiga Siluman Tengkorak Gantung yang selama ini membuat resah dunia persilatan!"
"Kalau benar, kau mau apa...?!" tantang Badri, orang tertua Siluman Tengkorak Gantung.
"Manusia semacam kalian tidak akan kubiarkan hidup!" tandas Rangga, mantap.
Saat itu juga, Tiga Siluman Tengkorak Gantung memberi perintah pada anak buahnya untuk menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Maka tanpa banyak bicara lagi, kesepuluh orang anggota Siluman Tengkorak Gantung bergerak.
"Hiaaat!"
Pendekar Rajawali Sakti yang dikepung dari segala penjuru segera menyambuti serbuan. Tubuhnya langsung berkelebat, sambil melepaskan pukulan dan tendangan.
Plak! Duk! Des!
"Aaakh...!" Dalam satu gebrakan saja tiga orang anggota Siluman Tengkorak Gantung terbanting tak bangun-bangun lagi. Memang, Rangga tak sudi memberi hati pada mereka. Hatinya sudah benar-benar muak melihat sepak terjang mereka.
Sementara itu dua orang kembali menerjang dari depan dan dari belakang. Tapi dengan cepat Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas. Setelah berputaran beberapa kali, tubuhnya meluruk sambil mengerahkan jurus Sayap Rajawali Membelah Mega. Dan....
Prak! Prak!
"Aaakh.... Aaakh...!"
Dua orang yang menyerang Rangga kontan roboh dengan kepala pecah, terhantam kibasan tangan yang berisi tenaga dalam tinggi.
Melihat dua orang roboh, yang lainnya menjadi gentar. Mereka jadi ragu-ragu untuk menyerang pemuda berbaju rompi putih ini. Sementara Tiga Siluman Tengkorak Gantung jadi geram, melihat kedigdayaan Pendekar Rajawali Sakti. Maka secara bersamaan mereka mendorongkan telapak tangan ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Seketika gelombang angin puyuh menerjang ke arah Rangga.
Merasakan angin keras menuju ke arahnya, Pendekar Rajawali Sakti cepat merentangkan kakinya. Lalu kedua tangannya, dihentakkan ke depan.
"Aji 'Bayu Bajra'! Heaaa...!" teriak Rangga.
Blar!
"Aaakh...!" Sungguh tidak disangka oleh Pendekar Rajawali Sakti. Dia tadi hanya mengerahkan sebagian tenaga dalamnya. Akibatnya Rangga terlempar beberapa tombak dan jatuh terguling-guling. Dari bibirnya tampak menetes darah kental.
"Gila! Ajian apa yang digunakan mereka?! Aku baru merasakannya?" Rangga seraya bangkit berdiri.
"Hik hik hik...! Kini baru tahu rasa kau, Pendekar Sombong! Jangan merasa sok pahlawan, kalau hanya berkepandaian pas-pasan!" ejek Badra, orang kedua Siluman Tengkorak Gantung.
"Kepandaian kalian sangat tinggi. Bukankah sebaiknya diamalkan untuk jalan kebaikan?" Rangga mencoba membujuk.
"Tak usah berceramah di depan kami! Sekarang, terimalah serangan kami berikut ini!" dengus Badra.
Saat itu juga Tiga Siluman Tengkorak Gantung meloloskan tali yang ada di leher. Kemudian tali itu diputar-putar, menciptakan satu kekuatan dahsyat yang perlahan-lahan menuju ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara, kening Pendekar Rajawali Sakti berkerut melihat kekuatan aneh di depan. Dia bertanya dalam hati, apa yang hendak dilakukan ketiga lawannya. Dan Rangga tidak mungkin banyak berpikir lagi ketika....
"Heaaa...!"
Secara bersamaan, ketiga Siluman Tengkorak Gantung menghentakkan tangan ke arah gundukan angin yang tercipta. Saat itu pula, tiga kekuatan yang tergabung menjadi satu meluruk ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Memang, mereka mengerahkan aji 'Kincir Angin' yang sangat dahsyat.
Werrr!
Merasakan kedahsyatan serangan Tiga Siluman Tengkorak Gantung, Rangga tidak mau setengah-tengah lagi. Cepat dibuatnya beberapa gerakan dengan kaki memasang kuda-kuda kokoh. Lalu....
"Aji 'Guntur Geni'! Heaaa...!"
Saat itu juga meluruk serangkum angin panas, memapak luncuran angin dahsyat dari Tiga Siluman Tengkorak Gantung. Dan....
Blar...!
"Gila! Hebat sekali kekuatan mereka! Aku harus hati-hati menghadapi!" dengus Rangga dalam hati. Sementara dadanya terasa sesak dan berguncang.
"Hik hik hik...! Kau harus merelakan jiwamu untuk kukirim ke neraka!" ejek Tiga Siluman Tengkorak Gantung, seperti tak mengalami apa-apa setelah terjadi benturan.
Rangga saat itu mempersiapkan diri untuk melakukan serangan dengan tenaga penuh. Tapi belum juga membuat gerakan....
"Ayo! Sekarang mau lari ke mana lagi kau, Pendekar Rajawali Sakti?! Mari, muridku. Kita gempur dia bersama-sama untuk membuktikan siapa yang lebih unggul?"
Belum juga Rangga mengerti bentakan itu, tahu-tahu dua sosok bayangan berkelebat dan langsung menyerangnya.
"Heii... Nanti dulu, Kisanak! Urusanku belum selesai dengan mereka!" cegah Rangga.
"Tidak bisa! Kalau kau menang, masih untung. Kalau kau mampus bagaimana?! Urusan kita bisa jadi berantakan!" dengus sosok tua sambil melancarkan serangan dahsyat, bersama sosok yang satu lagi.
Pertarungan tak dapat terelakkan lagi. Sosok laki-laki itu yang tak lain Ki Sabda Gendeng dan muridnya itu menyerang dengan sungguh-sungguh, menggunakan tenaga penuh.
Tentu saja Pendekar Rajawali Sakti jadi kerepotan, karena Ki Sabda Gendeng bukan tokoh sembarangan. Apalagi, pada saat yang sama meluncur satu pukulan jarak jauh dari salah satu tokoh Siluman Tengkorak Gantung. Padahal, Rangga saat ini tengah kewalahan menghadapi Ki Sabda Gendeng. Akibatnya....
Der!
"Aaakh...!" Pendekar Rajawali Sakti berteriak tertahan dengan terlempar ketika pukulan jarak jauh itu mendarat di punggungnya. Darah kental tak dapat ditahan lagi, menetes dari sudut bibirnya ketika tubuhnya ambruk di tanah. Serangan Tiga Siluman Tengkorak Gantung tidak berhenti sampai di situ saja. Baru saja bangkit, beberapa bilah pisau beracun meluruk deras ke arah Rangga.
Disaat yang gawat bagi Pendekar Rajawali Sakti, tiba-tiba melayang beberapa buah benda yang langsung memapak pisau-pisau milik Tiga Siluman Tengkorak Gantung.
Trak! Trak! Trak!
Tiga bilah pisau yang melayang kontan berjatuhan, bersama terlemparnya benda-benda yang ternyata biji catur. Jelas, pelemparnya adalah Ki Sabda Gendeng dan muridnya, Jaka Tawang.
"Hei! Laki-laki macam apakah kalian ini?! Mengapa main bokong seperti perempuan? Pengecut kalian!" bentak Ki Sabda Gendeng gusar.
"Kau ini bagaimana sih? Tadi menyerang mati-matian. Setelah kubantu malah menyalahkan aku! Seharusnya kau berterima kasih, bukannya memaki!" bentak Badri penuh keheranan.
"Enak saja bicara. Aku bertarung melawan Pendekar Rajawali Sakti hanya ingin menentukan siapa yang lebih unggul! Tapi pertarungan secara jantan. Tidak main curang seperti kalian!" bentak Ki Sabda Gendeng. "Tapi..., eh! Tunggu dulu. Melihat ciri-ciri kalian.... Ya! Pasti kalian Tiga Siluman Tengkorak Gantung yang saat ini jadi pembicaraan dunia persilatan. Jadi, kalian memang pantas jadi lawanku!"
"Sudah jangan banyak bicara! Kalau memang berani serang kami!"
Mendapat tantangan seperti itu, Ki Sabda Gendeng dan muridnya yang sableng itu menerjang Tiga Siluman Tengkorak Gantung dengan segenap kemampuan. Maka terjadilah perkelahian sengit.
Melihat kesempatan itu, Pendekar Rajawali Sakti segera bersemadi untuk mengembalikan tenaga dan menyembuhkan luka dalamnya akibat pukulan Tiga Siluman Tengkorak Gantung.
"Hahaha...! Bagus..., bagus! Kepandaianmu boleh juga. Aku tidak malu lagi main-main denganmu! Ayolah, muridku! Inilah kesempatan baikmu untuk mencari pengalaman!" teriak orang tua gendeng itu sambil memperhebat serangan.
Tentu saja tiga Siluman Tengkorak Gantung jadi berang. Kini mereka balas menyerang secara habis-habisan. Semakin lama pertarungan jadi semakin sengit. Beberapa bentrokan keras sudah terjadi. Dan kedua pihak sama-sama menyadari akan kekuatan satu sama lain.
Ki Sabda Gendeng dan Jaka Tawang melancarkan pukulan 'Membalik Lautan dan Meruntuhkan Langit', yang menjadi andalan. Namun dengan cepat, Tiga Siluman Tengkorak Gantung menyambutinya dengan salah satu ilmu dari Kitab Pusaka Kincir Angin.
Tidak terelakkan lagi, dua pukulan beradu. Kembali mereka berpelantingan ke belakang. Tiga Siluman Tengkorak Gantung sudah cepat bangkit kembali. Namun Ki Sabda Gendeng dan Jaka Tawang tertatih-tatih berusaha bangkit sambil menekap dada yang terasa nyeri. Tiba-tiba....
"Hogkh!"
"Hoagkh!"
Guru dan murid itu tanpa dapat ditahan lagi memuntahkan darah kental.
Melihat keadaan guru dan murid itu, Tiga Siluman Tengkorak Gantung cepat melempar beberapa bilah pisau terbangnya. Sementara Ki Sabda Gendeng dan Jaka Tawang kelihatan pasrah saja. Kekuatan mereka benar-benar terkuras. Apalagi, mendapat luka dalam sangat parah.
Pada saat yang gawat, mendadak berkelebat sesosok tubuh ke arah pisau-pisau yang tengah meluncur. Tidak jelas, siapa sosok itu karena terselimut cahaya biru yang memancar dari benda yang digenggamnya. Sekali putar, sinar biru itu berhasil memukul jatuh pisau-pisau.
Tring! Tring! Tring!
Setelah membuat putaran beberapa kali, sosok itu meluruk turun. Begitu menjejak tanah, sinar biru yang membungkus benda berupa pedang itu agak dijauhkan dari wajahnya. Dan kini jelas, siapa sosok itu. Dia tak lain dari Pendekar Rajawali Sakti dengan Pedang Pusaka Rajawali Sakti, tersilang di depan dada.
"Hm! Rupanya kalian sudah tidak bisa dikasih hati. Kini tidak ada ampun lagi bagi kalian!" dengus Pendekar Rajawali Sakti, dingin. "Heaaa...!"
Tanpa memberi kesempatan barang sedikit pun, Pendekar Rajawali Sakti langsung meluruk menerjang Tiga Siluman Tengkorak Gantung yang langsung pontang-panting menyelamatkan diri. Rangga langsung mengerahkan jurus-jurus dari lima rangkai jurus 'Rajawali Sakti' yang digabung-gabungkan. Begitu cepat gerakannya. Bahkan setiap perubahan jurus mampu membuat salah satu dari Tiga Siluman Tengkorak Gantung terkesiap.
Rangga yang sudah sangat geram, langsung mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma', pada setiap kelebatan pedangnya. Bahkan semakin lama semakin mengurung jalan keluar Tiga Siluman Tengkorak Gantung.
Akibatnya semua ilmu yang dimiliki Tiga Siluman Tengkorak Gantung seolah-olah macet tidak dapat digunakan lagi. Bahkan semangat bertarung mereka bagai hilang entah ke mana. Jiwa mereka seakan seperti terpecah-pecah, tak tahu harus berbuat apa.
Melihat kenyataan ini, Rangga segera meningkatkan serangannya. Yang menjadi sasarannya kini adalah Badri, orang tertua Siluman Tengkorak Gantung. Karena dia melihat, pusat kekuatan Siluman Tengkorak Gantung terletak pada orang yang bertangan buntung itu.
Mendapat serangan gencar, Badri cepat meloloskan tali yang melingkar di lehernya. Lalu secepat itu pula dilecutkan ke arah Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti yang bertekad ingin menyudahi pertarungan tidak tinggal diam. Cepat pedangnya dikibaskan untuk memapak.
Tas!
"Heh?!" Betapa terkejutnya Badri melihat tali yang digunakan cambuk miliknya, putus menjadi dua bagian. Dan belum juga keterkejutannya hilang, pedang Rangga telah meluncur cepat ke dadanya, tanpa dapat dihindari.
Bles!
"Aaakh...!" Tepat sekali pedang Pendekar Rajawali Sakti menembus dada Badri yang kontan melotot. Begitu Rangga mencabut pedangnya, tubuh Badri ambruk dengan darah mengucur deras dari dadanya.
"Kakang...!" Melihat kakaknya ambruk, Badra dan Badro langsung meluruk menyerang Pendekar Rajawali Sakti secara berbarengan. Mereka benar-benar geram melihat orang yang dicintai tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti yang mereka benci.
"Hiaaat...!"
Ctar...!
Badra dan Badro sudah meloloskan tali yang melingkar di leher, dan langsung dilecutkan. Cepat Pendekar Rajawali Sakti melenting ke belakang, menjauh untuk membuat jarak. Pada saat yang sama, Badra dan Badro menghentikan serangan dan langsung memutar-mutar tali yang bagaikan cambuk. Maka seketika tercipta dua kekuatan angin yang siap meluncur ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm.... Tampak mereka ingin mengadu nyawa denganku...!"
Melihat kedua lawannya tampak sudah menggunakan aji pamungkas, Pendekar Rajawali Sakti yang sudah mendarat mantap di tanah dan memasukkan pedang ke dalam warangkanya segera membuat kuda-kuda kokoh. Kemudian dibuatnya beberapa gerakan tangan, dengan tubuh sebentar miring ke kiri dan sebentar miring kekanan. Begitu tubuhnya tegak kembali, kedua tangannya pada batas telapak telah terselubung cahaya biru berkilauan.
Sementara kedua Siluman Tengkorak Gantung telah siap meluncurkan dua kekuatan. Lalu....
"Hiaaah...!" Secara bersamaan Badra dan Badro menghentakkan tangannya ke arah dua gundukan angin di depan mereka. Maka saat itu pula, meluncur dua kekuatan angin ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Pada saat yang sama, Rangga juga menghentakkan kedua tangannya ke arah luncuran angin itu.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Heaaa...!" Saat itu juga meluncur dua sinar biru ke arah luncuran angin yang dilepaskan Badra dan Badro.
Sementara, Ki Sabda Gendeng dan Jaka Tawang sampai terlongong bengong, melihat pertarungan maha dahsyat yang baru kali ini disaksikan. Bahkan sisa anak buah Siluman Tengkorak Gantung telah sejak tadi menghindar dan hanya menonton dalam jarak cukup jauh. Kini dua kekuatan dari masing-masing pihak bertemu di satu titik. Dan....
Blarrr...!
Terdengar ledakan dahsyat yang membuyarkan dua kekuatan angin milik Badra dan Badro, terus meluncur deras ke arah dua dedengkot Siluman Tengkorak Gantung itu.
Glarrr...! Glarrr...!
"Aaa...! Aaakh...!"
Badra dan Badro kontan terlempar dengan tubuh hancur berkeping-keping begitu sinar biru itu menghajar tubuh mereka. Serpihan daging tubuh mereka berpentalan kesegala arah, menyebarkan bau sangit seperti daging terbakar.
Maka berakhirlah riwayat Siluman Tengkorak Gantung yang kejam dan ganas itu. Sedangkan Rangga hanya menarik napas panjang. Lalu dihampirinya Ki Sabda Gendeng dan Jaka Tawang yang masih terbengong-bengong tak percaya.
"Hm! Mari, Kisanak! Sekarang kau boleh meneruskan urusan kita," kata Rangga, mengingatkan keinginan orang tua gendeng itu.
"Tak perlulah, Pendekar Rajawali Sakti. Kita tidak bermusuhan. Jadi untuk apa bertarung tanpa tujuan?" sahut Ki Sabda Gendeng, yang diam-diam merasa gentar melihat kedigdayaan Pendekar Rajawali Sakti.
Mendengar hal ini, Pendekar Rajawali Sakti jadi lega. Hatinya merasa bersyukur bila Ki Sabda Gendeng tidak ingin melanjutkan pertarungan. "Kalau begitu, aku pamit dulu, Ki. Rasanya aku masih punya tugas lain," pamit Rangga disertai senyum manis. Seketika tubuhnya berkelebat cepat, meninggalkan guru dan murid itu.
"Selamat bertugas, Pendekar Rajawali Sakti...!" teriak Ki Sabda Gendeng, ketika Rangga telah cukup jauh. Namun sayup-sayup Pendekar Rajawali Sakti masih mendengarnya.

***

TAMAT

161. Pendekar Rajawali Sakti : Siluman Tengkorak GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang