Gue harap lo bisa membawa perubahan dihidup gue Ra. Meskipun gue tahu... renjana kita saat ini, akan membawa bencana esok hari.
...
"Terserah lo mau manggil gue apa. Bukan urusan gue.""Mending lo dan temen-temen lo menghadap ke ruang kepsek sekarang. Benci gue ngeliat cewek-cewek banyak gaya!" Aksara membentak dihadapan Aurora.
"Engga usah ikut campur lo! Ini urusan gue, mereka yang mulai duluan. Gue engga perlu bantuan dari lo. Masalah gue sama mereka belum kelar."
"Pergi aja deh lo mending!" Aurora Mendorong tubuh Aksara yang berada tepat dihadapannya.
"SEHARUSNYA LO GUE BIARIN MATI!"
"Gue tanya sama lo! Siapa yang nyuruh lo nyelamatin gue?"
"Cewe engga tahu diuntung lo!" Aksara menarik tangan Aurora kencang. Dia menyeret Aurora menjauhi kerumunan yang sedaritadi mengelilingi mereka.
"Aduh apa-apaan si! Tangan gue sakit! Lepasin!" teriak Aurora.
"AKSARA! LEPASIN ANJING!"
Elang berlari dari arah belakang mengejar Aksara. Dia langsung menghempaskan pergelangan tangan Aurora.
"Maksud lo apaan? Berani-beraninya lo bikin masalah di sekolah gue! Berasa jadi jagoan lo? Hah!" Elang maju menantang Aksara. Tangannya sudah ancang-ancang mencengkram kerah baju Aksara.
"Elang udah Lang tahan-tahan. Lepasin,"
Gio dan Desta baru saja datang, mereka langsung berusaha melerai Elang dan Aksara.
"Lang, tujuan lo bawa Aksara bukan buat berantem. Lo butuh Aksara sekarang. Tahan emosi lo," Gio berbisik ketelinga Elang, berharap Elang menjadi lebih tenang.
"Oke. Gue anggap ini engga pernah terjadi Sa. Sekarang mending lo ikut gue ke ruang bk. Lo udah ditungguin daritadi," Elang mencoba mengatur napasnya kembali, berusaha menganggap tidak terjadi apa-apa hari ini.
Elang menengok ke arah Aurora yang tidak bersuara sama sekali. Kepalanya terus menunduk menghadap ke bawah.
"Ra, lo gapapa?" Elang mengusap kepala Aurora lembut.
"Pak Tito titip pesan ke gue, katanya lo disuruh ke ruangannya juga."
"Gue gapapa. Lo engga perlu khawatir."
"Ck. Jadi ke ruang bk engga? Gue sibuk!" Aksara mendengkus dan membuang muka ke arah samping.
"Cepet ikutin gue," Elang memimpin jalan ke ruang bk. Diikuti Aksara di belakangnya dan Aurora yang berada di samping Aksara.
Disepanjang perjalanan banyak sekali pasang mata yang memperhatikan mereka. Menerka-nerka apa yang sedang terjadi.
"Engga usah liatin gue! Gue colok juga mata kalian," Aurora yang merasa risih langsung melemparkan ucapan pedas kesegerombolan siswa.
"Lo cewe atau preman sih?" Aksara refleks menoleh ke arah Aurora.
"Jalan aja yang bener. Engga usah nanya-nanya gue," Aurora menjawabnya dengan pandangan lurus ke depan.
...
"Kalian masuk aja duluan. Gue harus ambil berkas ke ruang kepsek," ucap Elang saat sudah sampai di ruang bk."Permisi Pak," Aurora menghampiri Pak Tito.
"Dari mana aja kamu Ra? Engga bisa ya kalo dipanggil saya langsung ke sini engga usah pake cari masalah dulu di jalan," Pak Tito memandang heran ke arah Aurora.
"Engga bisa pak," jawab Aurora santai.
"Eh kamu yang namanya Aksara ya? Saudaranya Elang? Sini masuk," seketika wajah Pak Tito berubah ceria ketika melihat Aksara.
"Dasar pilih kasih," gumam Aurora.
"Saudara tiri pak. Engga sudi saya saudaraan sama dia juga," jawab Aksara sambil menduduki bangku di sebelah Aurora.
"Kak Elang juga engga sudi kali saudaraan sama lo," sambar Aurora, yang disambut tatapan tajam Aksara.
"Udah-udah. Nih kalian isi berkas-berkas ini dulu," ucap Pak Tito sambil berkutat dengan tumpukan kertas dihadapannya.
"Ini punya Aurora,"
"Yang ini punya kamu Aksara," ucap Pak Tito.
Aurora mulai mengisi berkas-berkas tersebut satu per satu. Sedangkan Aksara malah celingukan ke kanan dan ke kiri.
"Ngapain sih lo? Belum bisa nulis?" Aurora yang menyadarinya malah bertanya seperti itu.
"Enak aja lo. Gue engga bawa pulpen," jawab Aksara.
"Miskin sih lo. Nih pake punya gue, berkas gue udah keisi semua. Gue mau cabut, bye!"
Aurora berdiri hendak beranjak dari tempat duduknya. Saat ingin melangkahkan kaki, Aksara menggenggam tangan Aurora, membuat Aurora tersentak.
"Tungguin gue. Sebentar lagi gue juga selesai. Masa gue ditinggal sendiri sih. Duduk dulu kali," jelas Aksara sembari menatap mata Aurora.
Aurora membalikkan mata malas, lalu duduk kembali dan menidurkan kepalanya di atas meja.
"Lagian lo ngapain sih di sini? Lo bukan anak SMA sinikan? Bikin masalah gue aja," Aurora menggerutu sebal. Matanya terus memandangi Aksara yang sedang sibuk menulis dengan kepala yang masih disandarkan di meja.
"Gue dipaksa Elang."
"Dia nyuruh gue buat ngisi berkas ini. Buat keperluan olimpiade katanya," Aksara menjawabnya sambil terus menulis.
"Lah kenapa engga Kak Elang aja yang nulis langsung?" Aurora menjadi penasaran. Dia mengangkat kepalanya lebih dekat pada Aksara.
Aksara menghentikan gerakan pulpennya. Dia menengok ke wajah Aurora.
"Berkas ini isinya identitas keluarga gue yang Elang belum tahu sama sekali. Dia baru jadi saudara tiri gue makanya belum tahu apa-apa." jelas Aksara.
"Pantesan lo dateng muka Pak Tito langsung seneng banget."
"Lo sendiri ngapain ngisi berkas juga? Mau ikut olimpiade juga lo?" Aksara menaikkan alisnya.
Aurora menghela napas sejenak. "Boro-boro bisa ikut. Gue ngisi buat keperluan pindah sekolah. Jangan ketawa lo!"
"Udah biasa kali. Gue lebih sering dikeluarin dari sekolah daripada lo," Aksara malah merasa bangga.
"Maaf soal tadi," ucap Aurora tiba-tiba.
Pandangan mereka berdua bertemu. Aksara yang mendengarnya langsung terkejut. Ternyata Aurora tidak seburuk yang dia kira.
...
"Gue juga engga tahu Ra, kenapa gue malah ikut campur sama urusan orang yang belum gue kenal sebelumnya. Rasa hati gue terlalu kuat untuk nolong lo."
"Gue harap lo bisa membawa perubahan dihidup gue Ra. Meskipun gue tahu... renjana kita saat ini, akan membawa bencana esok hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA AURORA
Fiksi Remaja"Lo adalah satu-satunya masalah yang engga akan gue benahi." -Aksara Nathan Elfano "... masalahnya ada di lo! Karena selama ini udah mempersulit hidup gue." -Aurora Ailsa Valendra ... Mengapa disaat aku mul...