Terlepas dari alas yang terasa asing.
Memilih tinggal...
Bersama remang diantaranya....
Sesaknya tidak pernah terdengar oleh orang lain. Ia hanya melanjutkan jalannya dengan gusar. Sampai hujan sadar, mengapa ia terus melarikan diri dari sentuhannya?
Tengah malam ini pun begitu. Matanya menunjukkan sesuatu yang sangat dalam tanpa tergambar oleh ekspresi di wajahnya. Rintik hujan menutupi lukanya, memastikan tak ada orang yang mendengarkan.
"Ada apa lagi?" Pertanyaan itu akhirnya membuka keheningan selama 20 menit lamanya.
Aksara memecahkan lamunannya, kembali menatap laki-laki dengan pakaian tahanan yang terlihat sedikit lusuh.
"Engga ada apa-apa. Maaf ganggu tidur om lagi," tangan Aksara meraih jaket hitam miliknya.
"Ceritain semuanya. Saya engga mau liat kamu besok ke sini dengan muka babak belur."
"Tengah malam kaya gini lagi," suara itu berhasil menghentikan niat awal Aksara.
"Om, apa arti keluarga sepenting itu?"
"Kalo engga penting, saya engga mungkin bertahan sampai sekarang."
"Tapi posisinya saya yang bertahan om. Saya engga mau ngelakuin hal yang engga berguna."
"Yang engga berguna bagi kamu, bukan berarti engga berguna juga bagi orang lain."
"Ya tapi saya engga punya orang lain yang om maksud!" mata Aksara memerah.
Laki-laki paruh baya itu menyentuh luka yang masih mengeluarkan darah segar didahi Aksara.
"Mau jadi apa kamu! Jadi tahanan kaya saya?"
Aksara merintih pelan kesakitan.
"Orang yang bertahan bukan berarti dia kalah. Ada saatnya kamu bertahan, ada saatnya juga kamu melawan."
"Terus om kapan ngelawannya?"
"Keburu mati om di penjara terus engga keluar-keluar," bisik Aksara.
"Urusin dulu hidup kamu," laki-laki paruh baya itu menjitak kepala Aksara.
"Aduh! Sakit om. Pantesan aja engga dibebasin."
"Kamu ke sini lagi saya engga akan nemuin kamu ya?"
"Ya udah engga saya bawain makanan," laki-laki itu menanggapinya dengan senyuman kecil.
...
Aksara memarkirkan motornya saat pulang dipagi hari. Dia memastikan terlebih dahulu apa ayahnya sudah pergi berangkat bekerja atau belum.
"Bi papa udah berangkat?" Aksara melenggang masuk dengan mendekap helm full face miliknya.
"Udah den. Subuh-subuh udah berangkat, katanya ada meeting penting."
Aksara menganggukkan kepala pelan.
"Eh eh bentar den," Bi Parni meletakkan selang yang digunakan untuk menyiram tanaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA AURORA
Fiksi Remaja"Lo adalah satu-satunya masalah yang engga akan gue benahi." -Aksara Nathan Elfano "... masalahnya ada di lo! Karena selama ini udah mempersulit hidup gue." -Aurora Ailsa Valendra ... Mengapa disaat aku mul...