01

24 4 2
                                    

Tekan bintang di pojok kiri bawah ya sayang

Selamat Membaca!

Apa yang harus di lakukannya? Orang tuanya berpisah tanpa memikirkan dirinya. Apa kehidupannya akan sama seperti dulu? Di penuhi oleh canda tawa yang membuat semua orang merasa iri dengan keharmonisan keluarganya? Ia merasa pasti akan sangat bertolak belakang dengan kehidupannya yang dulu. Yang beberapa jam lalu telah di putuskan oleh ayahnya dengan sepihak. Tanpa surat perceraian maupun persidangan. Tidak ada yang namanya acara sidang perceraian maupun sidang memperebutkan hak asuh anak.

Ia memandang kosong kearah jalanan. Ia rindu ayahnya, rindu pahlawan yang akan melindungi dirinya dari segala macam bahaya. Rindu keusilan sosok Hero yang selalu menemani hari harinya. Cinta pertamanya, pria pertama yang menggendongnya saat ia baru keluar dari rahim ibunya, telah meninggalkan malaikatnya bersama dengan dirinya dan juga adiknya yang berusia delapan tahun.

Oh ayolah. Ia berdecak kesal. Apa pantas ia merindukan pria tersebut? Pria yang pergi meninggalkan segala tanggung jawabnya kepada pundak ibunya. Ia kemudian menyandarkan tubuhnya ke kursi penumpang di samping kursi yang diduduki ibunya yang sedang fokus menyetir.

Ia kemudian memejamkan matanya yang mengantuk. Ia berharap, kejadian hari ini adalah sebuah mimpi buruk yang saat terbangun nanti semuanya akan kembali baik baik saja. Kemudian ia akan melaksanakan rencana rencana yang sudah di buatnya dengan sang ayah dengan matang.

⚫⚫⚫⚫

Ia berdecak malas saat terbangun posisi tidurnya masih sama saat ia memejamkan matanya. Ia menghela nafasnya pasrah. Ia harus menerima bahwa saat ini ibunya sudah Single Parent yang memiliki anak dua. Ia hanya bisa berharap bahwa kehidupannya yang telah berubah, tidak akan seperti teman temannya yang lain yang menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya.

"Ayo turun Nak. Mama gendong adik kamu dulu, kamu keluar bawa tas isi baju kamu aja sisanya nanti sama Mama aja." ujar wanita di sampingnya yang tengah melepas sabuk pengamannya.

Saat ibunya keluar dari mobil, ia menatap ke arah luar, dahinya mengernyit. Pesawahan? Kebun? Petani? Apa ini? Apa ini di kampung halaman yang di tempati oleh Nenek, Kakek beserta sepupu yang lainnya? Ia menghela nafasnya, ia harus kembali mencari teman baru, beradaptasi lagi yang mungkin akan melelahkan.

Ia menutup matanya sejenak untuk menghilangkan pusing di kepalanya. Kemudian memakai cardigan putih berbahan tipis yang akan membalut tubuhnya yang hanya menggunakan Tank top berwarna hitam. Lalu menyampirkan ransel milikinya di bahu kanannya.

Keluar dari mobil dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya dan tangan di masukan ke saku celana jeans hitamnya. Ia mendengus saat mengingat rumah kakek dan neneknya harus msmasuki gang sempit yang hanya bisa di lewati oleh kendaraan roda dua dan pejalan kaki.

Ia berjalan santai, tidak memperdulikan tatapan tajam dari ibu-ibu yang mungkin sering bergosip di daerah sini. Serta tatapan memuja dari para kaum pria. Tidak sedikit dari mereka yang terang terangan membicarakan dirinya saat melewati kumpulan pria yang sedang duduk di atas motornya.

''Aduh Neng Geulis darimana? Dari kota ya? Mau minta nomornya dong."

"Neng sini dulu atuh, kita jalan jalan dulu. Nanti sama Aa di traktir seblak."

"Ibu-ibu tingali dandanan anak jaman sekarang. Gak malu gtiu ya diliatin sama cowo-cowo. Waktu kita dulu mah ya, gak pake kerudung aja kita malu."

"Neng Aa mau minta nomor teleponnya dulu atuh."

Siulan, godaan serta sindiran tidak di idahkan oleh gadis tersebut. Kakinya terus berjalan, tetapi matanya terus fokus kepada ponsel pintar miliknya. Jari jemarinya menari dengan lihai mengetikan sesuatu di sana.

ShanandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang