03

5 1 0
                                    

Sebelumnya, jangan lupa untuk menekan bintang di kiri bawah ya mantemaan.

So, Selamat Membaca.

Keringat sudah keluar dari seluruh wajah, hidung yang terus mengeluarkan cairan, bibir bengkak serta merah dan terus mengeluarkan desisan. Mereka masih di kedai seblak. Mereka masih menikmati sensasi pedas dan juga nikmat secara bersamaan.

"Anjir lah sshhh hah siapa yang nyuruh level 5 sih?" Protes Shananda yang sesekali mngelap cairan yang terus keluar dari hidungnya.

"HABISSS!" pekikan girang milik Galih membut pasang mata menoleh kearah mereka.

"Cepet banget sshhh. Kamu buang ya?" Desisan terus keluar dari Nidya.

Mata Galih yang berair menatap Nidya nyalang, "yakali. Mubazir"

"Aahhh! Gue nyerah. Gak kuat Gue." Ujar Shananda dengan bibir yang sudah memerah dan sedikit membengkak

"Abisin Gal. Gue gak mau tau."

"Nggak ah. Sshh kamu gak liat, bibir aku udah dower?" Tanya Galih dengan tangan yang menggaruk belakang kepalanya.

Kebiasaan saat pedas.

"Aku juga nyerah deh. Usus aku berasa jadi lurus." Keluh Nidya dengan penampilan yang hampir serupa dengan keduanya.

Ting!

Notifikasi masuk ke ponsel hitam milik Shananda. Ia buru-buru mengambilnya dan melihat siapa yang mengirim pesan kepadanya.

Mama💙

Shananda Axelia! Cepet pulang! Mau jadi apa kamu anak perawan jam segini belum pulang?! Pulang cepat!

Shananda menghela nafas. Kenapa ibunya? Biasanya tidak begini. Jika ia pulang malam pun, ibunya tidak akan begini, karena Shananda sudah meminta izin. Tanda seru menyimpulkan bahwa ibunya sedang marah.

Selalu begini. Ibunya selalu melampiaskan kemarahannya kepadanya. Mau itu salah adiknya, ayahnya, teman ibunya, pasti Serlia akan melampiaskan kepada Shananda. Membaca sekali lagi pesan dari ibunya. Ia tidak berniat untuk membalas. Salah satu kata membuat Shananda tersenyum kecut. Bagaimana jika ibunya tahu?

"Pulang Yok! Mama udah nyuruh." Ujar Shananda yang diangguki keduanya.

⚫⚫⚫⚫

"Assalamualaikum." Salam Shananda setelah sampai di rumah minimalis Kakeknya.

"Inget pulang? Liat jam Shananda!" Bentak Serlia membuat Shananda menundukan kepalanya.

"Mau jadi apa kamu ha? Anak gadis pulang jam segini. Apa kata orang Shananda!"

Kemana panggilan kesayangan yang selalu di lontarkan ibunya? Saat di Jakarta dulu, jika pulang telat pasti ia akan di marahi. Tapi masih memanggil dengan panggilan biasanya bukan seperti sekarang. Ia mendongak menatap ibunya yang memandangnya marah.

"Ma, Mama kenapa berubah? Mama nyalahin aku atas perginya Papa? Kemana Mama yang dulu? Baru sehari Ma, Baru sehari. Mama udah berubah drastis." Keluh Shananda dengan lirih.

"Kamu berani sama Mama?!" Shananda memejamkan matanya saat teriakan ibunya begitu menyiksa pendengarannya.

"Ser, udah. Shananda masih kecil. Dia belum paham, kamu harus tenangin diri kamu." Ucap Wina kakak tertua di keluarga ini.

"Baru tau, anak kecil di perlakuin kaya gini. Lucu ya, aku cuma pulang telat dua puluh menit Mama udah murka kaya gini. Waktu dulu, anaknya pulang telat dua jam aja biasa aja. Kenapa? Karena aku udah izin kan? Jangan pernah Mama ngelampiasin kesel Mama yang seharusnya ke Papa, tapi malah Mama lampiasin ke aku. Eh... maaf anak kecil gak boleh ikut campur. Aku pamit. Udah lewat jam tidurnya anak kecil." Ujar Shananda yang kemudian berlalu dari mereka.

ShanandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang