Ruangan yang banyak barang-barang itu kini hanya ruangan kosong biasa. Theo mengumpulkan semuanya dan membakarnya tanpa berpikir panjang lagi. Mungkin, karena dia masih menyimpan semua itu membuatnya tidak bisa melanjutkan hidup.
Tidak akan dia berikan satu bendapun tertinggal di sana. Dia menatap gitar kesayangannya dulu yang menemaninya, Theo melemparnya ke kobaran api.
Asap api yang terlihat jelas di jendela kamarnya, Marvin terbangun dia berusaha berjalan untuk mengecek keadaan di luar. Marvin melihat asap di balkon kamarnya cukup tebal, lalu dia melihat kebawah ternyata kakaknya sedang membakar sesuatu.
Marvin terkejut melihat gitar yang ada di kobaran api itu. Tanpa basa basi pemuda itu membakar semua barang-barang yang mengingatkannya pada masa lalu.
Pemuda itu menoleh ke arah balkon kamar kakaknya dan melihat Risa juga menyaksikan aksi kakaknya. Matanya sembab dan perlahan masuk kembali ke dalam kamarnya.
"Ada yang ingin ku katakan." Kata Theo pada gadis yang akan tidur.
"Aku-"
Ucapan Theo terhenti saat ponselnya berbunyi, dia mengeluarkan ponselnya dari saku celana lalu melihat nomor yang tidak ada namanya. Theo mengangkat telpon itu siapa yang tahu nomor telponnya, nomor pribadinya tidak sembarangan orang punya.
Risa duduk di tepi tempat tidur dengan mendengar apa yang di bicarakan pemuda itu di telpon.
Rumah sakit?
Katakan saja apa yang ingin kamu katakan.
Aku tidak bisa ke sana.
Hah?
Sayup-sayup terdengar suara Theo di luar kamar, mendengar kata rumah sakit sepertinya Salsa yang menelpon. Risa memejamkan matanya mencoba menahan perasaannya.
Risa menatap ke arah pemuda yang baru saja selesai menelpon dia mengambil kunci mobilnya tergesa-gesa. Mungkinkah, Theo akan menemui gadis itu pikir Risa.
"Jangan pergi."
Langkah kaki Theo langsung terhenti saat di depan pintu kamarnya. Dia menoleh ke arah Risa yang berdiri di belakangnya.
"Jangan menemuinya." Pinta Risa membuat pemuda itu menatapnya.
"Aku mohon tetap di sini," ucap Risa sambil menahan tangisannya.
Dia memberanikan diri untuk menahan kepergian Theo yang sudah jelas dia akan menemui Salsa. Ia akan mempertahankan pemuda itu meskipun hal mustahil.
"Sebentar saja. Aku akan segera kembali," ucap Theo yang seperti tengah khawatir dan panik.
Theo bergegas untuk membuka pintu sampai langkahnya tertahan lagi. Sepasang matanya melihat ke arah tangan mungil itu melingkar di perutnya menahannya untuk pergi.
Tangan Theo memegang tangan Risa yang memeluknya dengan erat dari belakang. Gadis itu benar-benar tidak ingin pergi, tapi ia harus tetap pergi. Ia mencoba melepaskan tangannya meskipun Risa tidak mau melepaskan pelukannya, tapi dia berhasil melepaskannya.
"Maafkan aku, Sa."
Perkataan Theo sebelum memutuskan pergi membuat Risa menangis. Ia benar-benar pergi menuruni tangga, Risa menangis menatap kepergiannya.
Theo menghentikan langkahnya ia menoleh ke belakang melihat Risa menangis di depan pintu kamarnya. Dia yang kebingungan harus melakukan apa, ia memegang erat kunci motornya lalu kembali ke atas.
Ia tak sanggup meninggalkannya apalagi sampai menangis seperti itu. Tangan Theo meraih tangan gadis itu dan membawanya turun. Dia akan membawa Risa untuk menemui Salsa yang ada di rumah sakit. .
.
.
.Dugaannya benar jika pemuda itu akan menemui Salsa. Tangannya yang masih memegang tangan Risa membawanya ke satu ruangan dimana saat ini Salsa sedang terbaring lemah.
Risa melihat gadis itu terbaring tak berdaya dan sedang menunggu kehadiran pemuda itu. Salsa terdiam melihat Theo pergi bersama istrinya untuk menemuinya.
"Theo?" Panggil Salsa dengan lemah saat akhirnya bisa bertemu dengan pemuda itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Theo membuat Risa yang berdiri di sampingnya tertegun.
"Apa kamu benar tidak ingin tahu kenapa aku menggugatmu cerai waktu itu?" tanya Salsa menatap lemah pemuda di dekatnya.
"Apa gunanya aku tahu alasanmu meninggalkanku?" tanya balik Theo yang memang sebenarnya perasaannya sudah mati sejak di pengadilan.
"Aku hanya ingin kamu tahu alasan kenapa aku sampai melakukannya, sebelum aku mati." Kata Salsa membuat pemuda itu terdiam.
"Maksudmu?" tanya Theo tidak mengerti ucapan mantan istrinya.
"Aku mengindap penyakit Leukemia."
Theo tersentak kaget mendengarnya menatap tak percaya ke arah Salsa. Gadis itu perlahan menatap Theo dengan tatapan sedihnya dan menangis.
"Penyakitku semakin parah dan aku tidak mau menyusahkanmu dengan merawatku. Jadi, aku memutuskan untuk pergi meninggalkanmu, walaupun berat harus berbohong padamu jika alasanku meninggalkanmu karena tidak mau punya anak." Ungkap Salsa setelah sekian lama baru mengungkapkan alasan utama ia memilih pergi.
"Aku bisa mati dengan tenang, ketika melihat orang yang bersamamu saat ini mencintaimu lebih besar dariku." Kata Salsa dengan menangis memberitahukan semuanya.
"Kenapa kamu baru memberitahuku sekarang! Jika kamu mengatakannya waktu di pengadilan, aku tidak akan pernah menyetujui perpisahan kita." Ungkap Theo emosional ketika mengetahui kebenaran itu di saat hatinya sudah bersama orang lain.
"Karena itu, aku tidak bisa mengatakannya. Aku tahu kamu tidak akan pernah meninggalkanku dalam kondisi apapun. Kamu berhak bahagia bersama orang yang tidak akan menyusahkanmu sepertiku." Jelas Salsa membuat Theo memukul kakinya sendiri kesal.
Dia terlihat kurus dan wajah cantiknya sudah tertutup dengan pucat. Ia yang mengira dia kelelahan bekerja di rumah sakit tapi ternyata dia sedang berjuang melawan penyakitnya.
Risa yang juga terkejut mengetahui kebenaran itu menatap Salsa yang menangis di hadapan Theo.
"Maafkan aku, Theo." Kata Salsa dengan mencoba memegang lengan pemuda itu tapi Theo menepisnya.
"Maaf, aku sudah banyak menyakitimu. Kamu harus bahagia Theo dan tetaplah membenciku agar kamu bisa melupakanku." Jelas Salsa lagi membuat pemuda itu matanya mulai memerah menahan tangisannya.
Theo hanya diam membisu ketika tahu kebenaran sekarang di saat dia sudah kehilangan perasaannya terhadap Salsa. Perasaannya sudah tidak sama lagi, bahkan mungkin perasaan itu sudah lenyap.
Tapi, melihat kondisi Salsa seperti ini membuatnya sedih dan tahu alasan dia meninggalkannya membuat Theo bisa menerima itu.
"Salsa?" Panggil Risa ketika melihat gadis itu perlahan memejamkan matanya saat menatap Theo.
Pemuda itu langsung menatap ke arah Salsa yang sudah memejamkan matanya. Di sini Theo panik dia mencoba membangunkan gadis itu tapi ternyata Salsa menghembuskan nafasnya.
Mengetahui itu Theo menjatuhkan dirinya menangis sejadi-jadinya. Salsa hanya ingin memberitahu Theo yang sebenarnya sebelum dia meninggalkan dunia ini. Ia bahagia karena bisa di cintai hebat oleh Theo selama ini.
Salsa sudah menepati janjinya sendiri jika dia akan mencintai Theo seumur hidup. Bertemu dengannya lagi adalah kesempatan untuk bisa mengatakan yang sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In The Past
Teen FictionAku hanya punya cinta untuk mempertahankan rumah tangga kita. Mungkinkah, cinta yang ku miliki dapat mengubahmu untuk mencintaiku balik. ~Risa Adrianii