Bandung

40 5 0
                                    

Kota Kembang, Bandung. Begitu memiliki banyak kesan berbeda dari Kota Metropolitan Jakarta.

Terutama nuansa. Bandung seakan memberikan kesan sendu bagi gadis itu. Seperti, Bandung telah menanti kedatangan insan itu dari waktu yang teramat lama.

Kedua remaja itu tiba di stasiun tujuan akhir. Stasiun Bandung. Langit oranye pada sore hari, kini tak tampak. Hanya terlihat warna kelabu sepanjang mata memandang, dan dingin yang menyeruak. Seraya menyeret koper bawaan, mereka menepi di salah satu bangku besi stasiun. Tanah Bandung kini tengah diterpa basah hujan. Badannya bertumpu pada kursi besi itu.

Rose dan Jaehyun bingung. Harus kemana dia? Tiba di kota kunjungan baru tanpa tau arah, rasanya bak berjalan menyusuri hutan gelap tanpa secercah cahaya. Hilang arah tak tahu harus kemana.

Rose membuka ponsel genggamnya. Benar saja, sesuatu telah terlewatkan. Ia benar benar larut dalam angan saat di kereta tadi . Sampai sampai pesan dari Sang Kakak tak terbaca oleh dirinya.

---

HANGYUL
Tiba kamu disana, pesan aja taxi minta dia anterin kamu ke Jln. ****** **** No. 2*, Batununggal.

ROSE
Rumah? Itu rumah siapa?

HANGYUL
Itu rumah kakak, selama kakak tinggal
Bandung.

ROSE
Rumah kakak?

---


Tak kunjung dapat jawaban, daripada harus mengulur waktu, Rose mau tidak mau diharuskan menuruti amanat Hangyul. Bersama dua koper berat itu, mereka memesan taxi. Mata memandang keluar jendela mobil, kembali termenung. Rumah siapa itu? Mengapa dia harus pergi ke tempat itu? Apakah seseorang telah menanti ketibaannya? Dia sangat bingung!


Perjalanan ini tidak dekat, cukup memakan waktu. Mungkin saja mereka menghabiskan satu jam penuh dalam taxi itu.

"Kak, sama ya kayak di Jakarta." Lamunan Jaehyun pecah seketika, "Kenapa?"

"Macet."


Sudah hampir tiba. Perasaan panik dan gugup melebur menjadi satu. Karena itu, dia mengawasi jauh perjalanan melalui Google Maps. Begitu keras degup jantungnya. Takut memang, tapi dia pun penasaran.


Kendaraan biru roda empat itu berhenti tepat di depan pekarangan rumah sederhana berdominasikan warna coklat, dan ditumbuhi banyak tanaman hijau, juga bunga indah dipekarangan rumah. Tak mau merasa merepotkan orang lain, Jaehyun membantu bapak tua itu menurunkan koper bawaannya dari dalam bagasi.

"Terimakasih ya Pak..."

Belum sempat mereka menekan bel di sisi dinding samping pagar, pintu telah terbuka.

"Rose?"

Sontak, kepala Rose menoleh tegas ke arah sumber suara terdengar. Alangkah terkejut dirinya mendengar suara lirih itu. Familiar. Suara itulah yang t'lah lama telinganya ingin kembali dengar. Tubuhnya gemetar dan lemas, akan apa yang ia lihat dan ia dengar. Dia tak kuat membendung air mata, hati itu teramat sedih.

Termenung diam, bukan, dia tak mengindahkan kenyataan ini. Angannya berpikir jikalau ini hanyalah sebatas mimpi mimpi indah, setelah lama tak bertemu. Bahagia, namun teriris hati melihat figur jelita yang kini tengah terdiam gemetar di depan pagar.

Untuk sejenak, mereka terdiam.

Lantas, pecah isak tangis mereka. Rose hanya terdiam melihat insan yang dirindukan perlahan menghampiri, tanpa sadar menitihkan air mata begitu deras. Hal yang sama pula dengan Sang Ibunda. Menangis terisak isak seraya berjalan menghampiri, dan membukakan pagar.

Kembali Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang