Memori Hujan
Dia menggapai tangannya ke atas. Menyentuh tetesan hujan yang mulai turun dalam irama sendu. Aku terpaku menatap tanpa berkedip tetap terdiam seolah hanya kami berdua yang menikmati suasana hujan sore itu.
"Kau sudah siap?"
Channel membuka mata cepat. Kantuknya mulai pudar oleh teguran sosok di sebelahnya. Sang supir, Ridwan terus berbicara seolah berbisik sampai ketelinganya.
"Siap?" Channel menguap pelan sembari menutupi mulutnya dengan punggung tangan. "Untuk apa?" lanjutnya.
Terdengar sahutan berisik dari belakang. Protes pada sikapnya yang terlihat enggan.
"Telmi bengetz! Bukannya Bu Channel siap untuk menjadi manager pengganti." ceplos cewek yang sibuk menata rambut panjangnya nan kemerahan.
"Semua udah diputuskan saat meeting tadi, kan!" seru cewek disampingnya. Diikuti sorakan kompak rombongan cewek di kursi belakang mobil.
Channel mengernyit jemari lentiknya menghitung girl band itu secara berurutan. Ia mengusap wajahnya yang tak gatal.
"Tugas pertama harus mengurus bocah-bocah ini." ucap Channel yang sukar bernapas karena beban mendadak ditanggungnya.
"Kenapa Bu Channel?" geli Ridwan melirik tingkahnya.
Channel langsung mendelik kesal, " Kau ... jangan sebut aku ibu sebab aku belum setua itu. Dan jangan ikut-ikutan mereka yang tak sopan ini."
"Slow baby, aku cuma bercanda." senyum Ridwan menetralkan emosinya.
Namun cewek-cewek girlband itu mengacuhkan kekesalan Channel. Mereka sibuk menjerit serta berteriak menunjuk keluar. Tepatnya layar besar yang terpajang di atas gedung tinggi. Menampakkan sosok cowok tampan yang memainkan biola.
"Samuel." bisik Channel penuh nada rindu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinnamon Love
RomansaMasih adakah yang memelukmu Tulus seperti aku Walau beberapa kali Kau lukai aku dari belakang