Bukan ini yang ku inginkan~10

6 3 1
                                    


" karena adanya kesan dari pertemuan pertama, bisa menjadi ladang untuk kedepannya"

 Gibran

" papa memang salah, papa mohon kamu mengerti sayang pa-" ucapa papa chika terhenti karena ada sumber suara yang mesuk tak jauh dari tempat mereka 


"mas aku udah ngeliat isi rumah kamu-"

 
Dua pasang bahkan ditambah pasang netra Bi Inah menoleh ke sumber suara.  Mereka bertanya-tanya siapa wanita ini? Ia  terlihat agak muda dari Ayah Chika, rambutnya panjang dan lumayan cantik tapi tak secantik Ibunya Chika. 

" siapa kamu? Untuk apa kamu berada dirumah ku?" Tanya Chika 

" ah dia adalah ibu barumu, dia akan tinggal disini bersama dengan kit-"

"apa?! Ibu baru?! Tinggal bersama?!"

" ia chika dia amira dia kini menjadi ibumu, kami menikah di kanada kemarin. papa bertemu dengannya disana,"

" heh! Bahkan kini aku tak dianggap anak oleh papa kandungku sendiri. Aku tak diberi tahu kalau papa menikah dan papa dating dengan wanita ini saat papa sudah menikah dengannya?"

" papa gak bermaksud begitu Chika."

" apa yang papa maksud? apa?"

" karna papa tau kamu akan menolak hal ini, jadi papa lakukan hal ini,  pap harap kamu mengerti sayang."

" gak! Papa gak sayang lagi sama Chika. PAPA EGOIS! PAPA MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI" saat ini tangisan Chika pecah dan ia merasa tidak diangap sebagai anak lagi oleh papa kandung nya sendri.

Chika bangun dari tempat duduknya " PAPA INGAT SATU HAL! PAPA AKAN MENYESAL TIDAK MELIBATKAN AKAU DALAM URUSAN INI! Walaupun aku tau itu masalah hidup papa. Tapi inijuga menyangkut hidupku!!" chika meninggalkan rangan dan membanting pintu utama rumahnya. Chika melihat ada Gibran disana tengah menunggu dengan mobilnya.

" chika lo kenpa? Ko lo nangis gini?" Tanya Gibran hawatir.

" Bran bawa gue kemana pun lo mau bawa gue, kemana pun asal jangan disini." Ucap chika tanpa menghentikan tangisannya.

" oke sekarang lo masuk dulu ke mobil oke?" titah biran dan dibalas anggukan chika. Chika menurut apa yang di perintahkan Gibran.

"CHIKA!"

"CHIKA!"

Panggil ayah nya menuju chika.

" bran tolong kita pergi sekarang gue mohon,"

"oke"

Kini ayahnya tak tau harus berbuat apa " udahlah mas biarini dia nenangin diri dulu, mungkin dia butuh waktu sendiri mas," ucap wanita itu mengusap punggung Ayah chika-ralat suaminya- dibalas dengan anggukan.

Chika tak henti-hentinya menangis, dia menyembunyikan raut wajahnya menghadap kea rah jendela mobil Gibran, Gibran tau ada yang tidak beres dengan chika dirumahnya, Gibran ingin mengetaunya tapi enggan untuk bertanya karena ia tau chika butuh waktu sendiri dan chika pasti kan menceritakan semuanya ketika ia ingin menceritakannya.

Kini lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah Gibran menghentikan mobilnya dan memberikan saputanganya pada chika. "thankyou"  Gibran membalas dengan senyuman.

"kita mau kemana Chik?"

"kemana aja yang penting gue tenang"

"okay" Gibran terus menatap bingung Chika sebenarnya ada apa dengannya? Apa kembali bertengkar dengan ayahnya? Atau mempunyai masalah lain? Ntah lah Gibran hanya bias menebak-nebak tanpa bertanya.

Gibran membawa chika ke sebuah taman di dekat kota. Chika masih tampak enggan bercerita. Hingga..

" Chika lo kenapa? Kalo lo ada masalah cerita sama gue chik' jangan kaya gini,"
Chika hanya tersenyum untuk menutupi kepedihannya. Dia merasa sangat hancur, ia berharap apa yang ia alamai tadi pagi hanyalah mimpi buruk dan nanti ia akan bangun dengan senyum yang idah namun, rasanya ini terlalu nyataa untuk sebuah mimpi.

"Chika!".  Panggil Gibran meleburkan lamuannya.

"eh! Kenapa?"

"lo yang kenapa! Kenapa sih? Cerita sama gue?"

" gue gapapa ko bran"

Hhhhhhhhhhhh
Gibran hanya menghembuskan nafasnya dengan kasar. 

"oke, kalo, lo belum mau cerita, gue tunggu lo sampe mau cerita sam gue"

Chika menoleh pada Gibran yang duduk disampingnya. Dia merasa aneh, kenapa cowok seganteng ini yang ada disampingnya saat ini. Saat semua orang yang ia sayangi membuatnya kecewa.

"bran. Gue pengen deh hidup kaya lo. Bebas, keluarga lo lengkap, bahkan lo jadi pusat perhatian utama di kampus kita. Sedangkan gue! Gue cuman mengandalkan diri gue sendiri, kadang gue lupa gimana caranya tersenyum tanpa beban. Gue mau hidup normal kaya orang lain,bran,"

" gue mengharapkan diusia gue yang kaya gini gue bias senang-seneng sama temen- temen gue, hengout bareng, kuliah, tapi nyatanya gue harus menerima kenyataan bahwa gue orang yang amat sial,"

" ko ngomong nya gitu sih, Chik,"

" gue cuman iri aja sama lo, Bran"

Chika hanya tersenyum dan memalingkan wajah menjauhi tatapan Gibran. Apa yang ia inigin kan saat ini? Dia pun tidak tau.

"Eh tunggu bentar!"

"ngapain?!"

"Tunggu disini, okay?"

Chika hanya mengangguk dan menatap Gibran aneh. Entah apa yang akan dia lakukan setelah ini. Chika tidak perduli, ia kembali menatap hamparan bunga yang mekar indah dihadapanya.
Tak lama Gibran datang dengan dua bungkus eskrim. Chika mengerutkan dahinya, menatap Gibran penuh selidik.

"nih buat lo! Biar pipi lo tambah cubby dan lo gak sedih lagi kaya gini,"  ucapnya sambal mencubit pipi Chika gemas.

" apaan sih!" senyumnya terukir indah.

" nah gitu dong ka enak diliatnya gak sepet-sepet amat gitu,"

'"sialan lo!"

Gibran hanya menatap chika yang tangah asik memakan es krim nya

" abis ini mau kemana?" tanyanya

"gue ngikut aja"

"ke apart gue, mau?"

" hah?! Ngapain?"

" gue gak bakal macem-macem kali, kita makan, bareg di apart gue, gue males makan di luar,"
Chika mengguk mengiayakan ajakn Gibran.

TBC....

udah ya guys lunas ni.... 

mau tambahan gak nii?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gibran.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang