Berhentilah menyukaiku!

2 1 0
                                    

Hari ini adalah kali ke 5 aku ke kampus. Namun dia masih tetap sama. Dia benar-benar telah melupakanku. Tak apa, aku tetap membiarkannya bebas sebelum dia kembali ke pelukanku nanti.

Walaupun terasa begitu sakit, tapi aku berusaha untuk menahannya. Bagaimanapun caranya dia harus kembali. Tak ku biarkan dia bersama orang lain, apalagi dengan orang yang salah.

"Ben kami memutuskan untuk menggantimu  menjadi calon ketua tingkat. Aku tahu ini impianmu dari lama, tapi dengan kondisimu yang sekarang itu terasa tidak mungkin." Kata dari seorang gadis berponi belah itu. Dia adalah vania. Gadis yang berusaha menyingkirkan ku dari kandidat agar dia bisa menang dengan mudah.

"Tak apa. Aku tahu itu adalah jalan keluar terbaik. Jadi jangan khawatir." Kataku yang berusaha menahan emosi. Ingin rasanya aku membenturkannya ke tembok, namun dia adalah seorang perempuan tak tega rasanya aku menyakitinya, apalagi dengan kondisiku yang sekarang. Itu akan merusak reputasi ku lagi dan lagi.

Sama seperti kemarin ketika istirahat aku berusaha untuk melihat Al Lia, walaupun hanya dari jendela luar. Al Lia terlihat begitu cantik walaupun dari kejauhan. Terlihat seorang laki-laki datang menghampirinya dan memegang tangannya. Dia tak lain adalah Joan kakak tingkat dari jurusan ekonomi tahun ketiga.

"Siapa itu? Apa itu Ben? Laki-laki cupu itu terlihat begitu menyedihkan. Dia kehilangan segalanya setelah kejadian itu." Ujar seorang mahasiswi

"Bukankah dia pantas menerimanya? Jika aku menjadi Al aku pasti akan melakukan hal yang sama."

Aku pergi terburu-buru ketika mendengar mereka melihatku. Belum jauh aku berlari laki-laki bertubuh besar itu menghantam ku.

Puak "Apa yang akan kau lakukan disini? Tidak malukah dirimu? Apa tidak ada rasa bersalah sedikitpun dari hatimu? Kata pria itu sambil memperlihatkanku pada sebuah cermin.

"Tak " bunyi patahan kacamataku. "Apa ini? Kau menggunakan ini sekarang? Kau bahkan memberikan beban hidupmu pada sebuah kacamata."

Entah apa yang terjadi padaku. Darimana ketakutan ini muncul? Jangankan melawan, aku bahkan tidak berani mengucapkan sepatah katapun didepannya.

"Joan hentikan!" Teriakan gadis itu menggema di seluruh kampus. Semua mata tertuju padanya. Sudah kuduga dia adalah anak psikologi itu si Helen Bliss.

"Apa yang kau lakukan? Beraninya ka...

Belum kelar perkataan Helen, Al Lia datang dengan suara tepukan tangannya. Dewi kampus itu memandangiku dengan tatapan dinginnya.

Plok plok plok " Haii, berhentilah menyukaiku bodoh! Ayo Joan kita tidak memiliki urusan lagi dengannya. " Ujar Al Lia sembari mengambil tangan Joan

"Ben kacamatamu patah, tapi tenanglah aku bisa mengantarmu untuk membeli yang baru nanti."

"Tidak usah. Terimakasih!"

"Bennn ayolah!" Kata Helen dengan menjulurkan tangannya

"Aku pergi!" Tegasku yang berusaha membuang uluran tangannya

Tak terasa air mata terus mengiringi langkahku satu persatu. Begitu sakit sampai semua tak terkendali. Aku berusaha menghapusnya namun tetap saja itu gagal.
Lagi-lagi juluran tisu datang padaku. Aku langsung menolaknya tanpa menghentikan langkahku.

"Aku bilang berhenti! Berhenti mengikutiku!"

"Bagaimana rasanya? Hahhh ini pantas untukmu!"

Suara itu membuat langkahku terhenti sejenak. Iya aku mulai bisa mengingatnya. Itu benar, itu adalah suara gadis yang pernah aku permalukan didepan siswa-siswi SMA. Lalisa, gadis yang memiliki banyak jerawat diwajahnya datang dengan wajah yang begitu mulus tanpa celah sedikitpun. Dia datang menghampiri ku.

"Hahh, sudah kupikir kau akan mengalami masa ini juga."

Aku yang tidak mengatakan sepatah katapun hanya bisa tertunduk malu didepannya.

" Maaf" kata yang ingin aku katakan namun tak bisa keluar dari bibirku. Aku begitu malu untuk mengatakannya.

"Kau benar-benar mempermalukanku waktu itu. Rasanya? Sama seperti yang kau rasakan sekarang. Ingin aku mengutukmu sekarang, namun aku sadar hal yang paling tepat aku lakukan sekarang adalah mengucapkan kata terimakasih, karena kau aku bisa berubah sekarang. Kata Lalisa sambil memasukkan tisu itu kekotak sakuku.

Aku yang bisa mengingat kembali kejadian itu hanya bisa meratapi diriku dalam diam. Ini mungkin adalah karma yang pantas aku dapatkan dari semua kejadian buruk itu.








DUSKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang