chapter 4-Maukah Menemaniku?

2 0 0
                                    

“Johny!” pekik Alifa. Dia meraih tubuh rekannya yang bersimbah darah. Bobby gemetar ini kali kedua dia menyaksikan orang yang dibunuh dengan ditembak dihadapannya.

Bobby menelpon aparat penegak hukum, tak menunggu lama polisi sampai di tempat perkara. Namun sayang, Johny tidak terselamatkan. Sampai di rumah sakit dia tewas karena kehabisan banyak darah. Acara makan malam Alifa dan Wan Zein pengusaha keturunan Timur Tengah menjadi batal.

Suasana duka menyelimuti rumah Bobby, upacara pemakaman dilaksanakan di TPU tempat keluarga Johny.

Seminggu kemudian.

“Bi Ani, ambilkan saya segelas kopi!” perintah Bobby pada asisten rumah tangganya.
“Baik, Den,” sahut Ani yang sudah bekerja pada keluarga Romano sejak empat tahun yang lalu.

Dino seperi biasa berjaga di luar lengkap dengan senjatanya, sejatinya dia adalah seorang pensiunan sekuriti di sebuah perkantoran kelihaiannya bela diri dan ketangkasannya dalam memainkan pisau dan bisa menembak dengan jitu menjadi alasan untuk Bobby menjadi seorang bodyguard. Usianya sudah tidak muda lagi tiga puluh tujuh tahun tetapi instingnya masih sama.

Didampingi Alifa sebagai pengawal Bobby Romano menjadi semakin solid pengawalannya.

“Meminum secangkir kopi Lampung buatan Bi Ani memang nikmat,” pujinya, membuat sang asisten rumah tangga tersipu. Bobby termasuk pribadi yang menyenangkan tetapi tidak setiap saat dia menyenangkan kadang-kadang sifat pemarahnya dia tunjukkan.  Ani memiliki suami yang sama bekerja pada Bobby sebagai tukang kebun di rumah besar itu.

”Bos, ada tamu di luar.” Alifa memberi tahu.

“Siapa?”

“Gladys, katanya sepupu Bos dari Kota Y.”

“Suruh dia masuk.”

Bobby yang kala itu duduk termenung di ruang keluarganya menyambut sepupunya yang datang bersama ibunya. Melintas melewati Alifa yang sedang berdiri di dekat aquarium matanya bersirobok dengan pengawalnya yang cantik. Alifa langsung menunduk kemudian mengalihkan matanya pada dua orang tamunya.

“Hai Bobby sayang, aku kangen sekali padamu.” Gladys memeluk Bobby dengan agresif lalu mencium pipi kanan dan kiri pipi sang mafia. Bobby tersenyum dan beralih pada tantenya.

“Bagaimana keadaanmu Tante Gina? Om Panca tidak ikut?” tanya Bobby berbasa-basi setelah mempersilahkan Gladys dan ibunya duduk di ruang tamu.

“ Om-mu sedang sakit, asam uratnya sedang tinggi ditambah asam lambung semalaman tidak bisa tidur. Beruntung ada Dokter keluarga yang siap dipanggil 24 jam,” jawab  Gina yang menatap ke sekeliling  rumah Bobby sedangkan Gladys menatap Bobby dengan tatapan genit. Dia tanpa malu-malu duduk sambil pahanya ditempelkan pada kaki Bobby.

Alifa merasa risih dengan keberadaannya dan memilih ke luar.

“Maaf, Bos. Saya akan melihat ke gudang dulu.” Alifa berlalu keluar diikuti tatapan Bobby yang menyertainya keluar.

Gladys melihat arah tatapan Bobby dan itu tentu saja untuk Alifa. Sudut bibir kanannya ditarik ke belakang.

“Dia siapa?” tanya Gladys.

“Bodyguardku,” jawab Bobby dengan santai lalu menyalakan rokok.

Tak lama kemudian asisten rumah tangga Bobby datang dengan membawakan minuman untuk Bobby dan dua orang itu tante dan adik sepupunya.

“Begini, Bobby maksud tujuanku ke sini yaitu untuk mengundangmu dalam acara pembukaan klinik perawatan wajah dan tubuh yang akan buka besok lusa. Banyak yang akan diundang termasuk pihak dari kementrian urusan peranan wanita dan dari kementrian sosial karena aku akan menyelenggarakan acara santunan kepada kaum dhuafa dan difabel.” Gladys berbicara sambil mengibaskan rambut di cat warna pirang.

“Saya ke sana dalam kapasitas sebagai undangan ‘kan?” tanya Bobby sambil menyesap rokoknya.

“Tante akan kenalkan pada semua yang hadir kalau kalian pasangan yang akan segera melangsungkan pernikahan,” ucap Tante Gina dengan bibir merah yang melengkung ke atas. 

“Kalian itu sudah pada dewasa sudah saatnya untuk berkeluarga dan Gladys orang yang cocok untukmu karena dia sudah akrab dengan keluargamu sejak kecil.” Tante Gina mulai ke intinya.

“Saya tak mau karena Gladys adalah sepupuku, Tan.”

“Kalian tidak bersaudara, Om Panca hanyalah anak angkat Tuan Philip Romano.”

Bobby terkejut dia menyangka selama ini Om Panca adalah adik ayahnya. Fakta baru yang mengejutkannya sekaligus karena tante Gina menginginkannya untuk bersanding di pelaminan bersama Gladys yang cantik dan seksi.

Bobby tampak menyesap batang rokok filter berwarna putih kemudian berbicara setelah mengeluarkan asapnya. Gladys yang berada didekatnya menjauhkan diri dan terbatuk-batuk.

“Aku baru tahu, Tante. Saya akan datang,” ucapnya meyakinkan. Hal itu membuat Gladys dan mamanya girang.

“Tetapi jika aku sibuk maaf saja.”
Raut muka Gladys yang awalnya girang menjadi masam.

“Baiklah, semoga kesibukanmu bisa diatasi.” Tante Gina ikut menimpali. Bobby mengajak mereka ke galeri lukisan koleksinya sementara itu Alifa asyik berolahraga basket satu lawan satu dengan Dino.

Dengan hanya memakai kaos tanpa lengan dan rambutnya yang panjang diikat satu membuatnya tampak perkasa tetapi Dino lebih lihai. Siang yang menyengat membuat keringat terus mengucur dari keduanya tawa dan canda keluar dari Dino dan Alifa ketika selesai bermain bola basket lalu minum sebotol air mineral.

Bobby melihat para bodyguardnya sudah bisa melupakan kejadian soal Johny. Penembak misterius sudah ditangani oleh aparat.

“Bang, seandainya Johny masih ada tentu kita bisa bermain three on three.” Alifa berkata setelah minum segelas air mineral.

Dino menghela napasnya. “Semoga ia diterangkan di alam kuburnya, kami bersama-sama dengannya selama enam bulan belakangan ini. Dia termasuk rajin dan tahan terhadap sikap Bos kita.”

“Sudahlah, Bang. Saya mau mandi dulu nanti jika Bos tahu kita santai-santai bisa berabe kita.”

“Bos lagi ada keluarganya. Dia paling suka menjamu orang yang bertamu padanya terutama keluarganya.” Dino bangkit dan pergi menuju ke toilet dekat kolam renang.

Gladys dan ibunya keluar dari rumah Bobby naik mobil sport yang dikendarai sendiri oleh Gladys melaju kencang membelah jalanan.

Hari ini Bobby sedang tidak ada kegiatan maka untuk mengisinya dia menonton film di ruang tamu sambil menyalakan rokok, suatu pemandangan yang jarang dia lakukan selama tiga tahun belakangan ini.

“Hai, Bob. Tumben kamu ada di rumah,” sapa Barry adiknya. Barry adalah adiknya yang berbeda satu tahun dengannya.

“Gak apa-apa kan aku diam di rumah, emang salah?”

“Gak juga sih, ngomong-ngomong boleh gak aku minjam bodyguard cewekmu. Alifa.”
Bobby menoleh ke Barry yang sedang makan cemilan di meja. “Gak Boleh.”

Barry agak kecewa tetapi apa gunanya berdebat dengan Bobby yang ada malah pertengkaran.

**
“Alifa maukah kamu menemaniku ke acara pembukaan kliniknya Gladys? Bukan sebagai pengawal pribadiku tetapi sebagai pendampingku,” tanya Bobby tiba-tiba. Alifa yang sedang duduk dan di lobby kantor bosnya langsung tercenung dan mendongak ke wajah Bobby

Bersambung.

THE BEAUTIFUL BODYGUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang