BAB I
Bagian Ke-empat, SNOW..
.
..
...
..
.
.####
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀ ⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
Jari-jemari panjang dan lentik itu terlihat sangat menikmati tugasnya untuk menari di atas keyboard laptop yang pipih. Menata jajaran kalimat yang terlihat kurang pas di penglihatannya, menghapus dan mengetik.Jisoo sudah melakukan kegiatan menulisnya hingga sore hari, ditemani dengan secangkir teh gingseng merah cukup untuk membuatnya enggan beranjak dari posisi ternyamannya sekarang.
Kesunyian seperti ini yang ia sukai, tenang, tidak ada suara yang menganggu otaknya bekerja menciptakan sebuah kalimat untuk novelnya. Tentunya tidak ada Chaeyoung si pengganggu.
Bicara soal Chaeyoung, ia sama sekali belum melihatnya sepanjang hari ini. Bahkan keluar dari rumahnya saja, Jisoo tidak melihatnya. Entahlah, mungkin ia sibuk dengan kegiatannya sendiri. Kejadian kemarin membuat Jisoo dengan mudah menyimpulkan bahwa Chaeyoung adalah tipikal Wanita yang perlu diperlakukan dengan keras untuk dibuat mengerti.
Tapi, bagaimana jika Jisoo salah?
Bagaimana jika Jisoo yang terlalu keras pada Chaeyoung? Bagaimana jika Chaeyoung ternyata memiliki hati yang lembut? Dan bagaimana jika Chaeyoung benar-benar merasa bersalah?
Ada begitu banyak pertanyaan di benaknya. Jujur saja Jisoo sedikit sadar bahwa perkataannya kemarin terlalu berlebihan, seharusnya ia tidak perlu mengusirnya. Semuanya sudah terlanjur terjadi, jika saja waktu dapat diulang, Jisoo akan bersikap lebih baik padanya.
Jisoo menatap jarum jam dinding yang tersedia di kamarnya, sudah pukul 6 sore. Terpaksa ia harus meninggalkan kursi nyamannya untuk mengisi perut yang sedari tadi merasakan lapar, yang ada dipikirannya hanyalah ramen.
Another day another ramen.
Masa bodoh dengan kesehatannya, selama tubuhnya masih sehat dan tidak terjadi apa-apa pada lambungnya maka ia tidak akan berhenti mengonsumsi ramen.
Si penulis hendak membuka laci dapurnya berniat memilih jenis ramen apa yang akan ia makan.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan di pintu berhasil membuat Jisoo mengurungkan niatnya untuk memasak ramen pilihannya, meletakkan kembali ramen tersebut ke dalam laci dan berjalan cepat menuju pintu utama rumahnya.
Ceklek!
"Uhm. . ."
Hal pertama yang Jisoo lihat adalah Chaeyoung, Wanita yang lebih tinggi darinya itu menundukkan kepalanya ke bawah. Sedangkan Jisoo, masih dengan raut wajah dinginnya menatap pergerakkan Chaeyoung.
"Apa?" Jisoo memilih membuka suaranya terlebih dahulu. Lagi pula, bagaimana bisa Wanita di hadapannya ini sama sekali tidak menatap wajahnya dan terus menunduk tanpa sepatah kata apapun.
"Uhm. . . Bisakah kau menolongku?"
"Huh?"
"Pipa saluran air dirumahku sepertinya tersumbat. . ."
Ah, sepertinya ini pertanda bahwa hari seorang Kim Jisoo kembali akan terusik. Kenapa Chaeyoung tidak menghubungi seseorang yang ahli dengan pipa saluran air? Kenapa harus dirinya?
"Dan kau meminta bantuanku? Dari banyaknya orang-orang di sekitar sini kau meminta aku? Untuk memperbaiki pipa saluran air milikmu?"
"Uh. . Ya?" Chaeyoung menggaruk pipi berisi miliknya setelah mengedarkan penglihatan ke jajaran-jajaran rumah di sekitarnya. Memang ada banyak tetangga lainnya yang berlalu lalang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SNOW | CHAESOO
Fanfiction𝘞𝘩𝘦𝘯 𝘑𝘪𝘴𝘰𝘰 𝘧𝘰𝘶𝘯𝘥 𝘩𝘦𝘳 𝘭𝘰𝘷𝘦 𝘪𝘯 𝘢 𝘴𝘦𝘢𝘴𝘰𝘯 𝘴𝘩𝘦 𝘩𝘢𝘵𝘦𝘥. ps. [top-ji / bott-sé] ©drunkenrossie