17. Benzodiazepin

436 76 12
                                    

BAB II
Bagian ke-tujuh, SNOW.

.
.
..
...
..
.
.

####


"Kau tidak ingin pulang?" Pertanyaan yang sama telah dilontarkan oleh Jisoo sejak satu jam yang lalu.

Kini keduanya tengah berada di kedai tteokbokki tak jauh dari Gereja, tentu saja Jisoo yang menawarkan Chaeyoung untuk mampir. Setelah Chaeyoung menangis di hadapannya dan tidak bisa berbuat apapun, tentu Jisoo ingin menebus kesalahannya walaupun hanya dengan sepiring tteokbokki pedas khas Korea Selatan.

"Jika ingin pulang sedari tadi maka pulang saja sendiri" Jawabnya ketus.

Terhitung sudah dua jam berlalu dan Chaeyoung selalu membalas semua ucapannya dengan wajah tidak berekspresi dan nada yang sama sekali tidak bersahabat.

Semua Wanita itu merepotkan. Setidaknya itulah yang berada dipikiran Jisoo, jika kembali diingat ketika Chaeyoung menangis di hadapannya sumpah mati Jisoo sudah berusaha semampunya untuk memberikan Chaeyoung pengertian.

Dan Semampunya Jisoo itu adalah sebatas mengusap lembut tangan dingin Chaeyoung dan juga punggungnya sembari terus bergumam kata "Maaf".

"Kau ingin lagi?" Tanya Jisoo mengabaikan jawaban Chaeyoung sebelumnya. Lagi pula bukan tanpa alasan Jisoo bertanya demikian, melainkan karena tepat di samping kiri Chaeyoung sudah ada tiga piring kotor yang bertumpuk.

Ya, ini menjadi piring ke-empatnya. Dan perlu diingat, Jisoo hanya menyantap beberapa tteok yang bahkan tidak sampai sepiring.

"Kenapa kandas?" Tanya Chaeyoung setelah ia mengangguk pada Jisoo yang memiliki arti ya, dia ingin sepiring lagi.

Layaknya anak kecil yang patuh, Jisoo langsung memberikan kode kepada Ahjumma yang memang telah memperhatikan mereka sejak Chaeyoung meminta piring ke-tiganya.

"Hm? Apa yang kau maksud?"

"Hubunganmu dengan si Moy itu" 

Penyajian tteokbokki itu tidaklah lama, hanya butuh semenit sudah cukup untuk kembali tersajikan di atas piring. Dengan wajah gembira Chaeyoung menyambutnya, jangan lupakan senyum dua jari yang ia tunjukkan juga pada Ahjumma yang melayaninya.

"Kenapa ekspresimu berbeda kepada Ahjumma itu? Dan lagi pula siapa Moy? Apa kita mengenalnya?" Jisoo menggaruk pipi sebelah kirinya yang terasa gatal serta kedua alisnya yang tertaut kebingungan.

"Ck! Ballerina yang menari bersamamu itu, chu" Cebik kesal Chaeyoung sembari ia memasukkan dua tteok sekaligus ke dalam mulutnya.

"Namanya Moy Mira, 'kan?" Lanjutnya.

Yang benar saja, Dia ini kenapa aneh sekali. Tentu saja Jisoo mengatakan itu di dalam hatinya, bisa mati di tempat jika ia mengatakannya langsung tepat di hadapan Chaeyoung.

"Myoui Mina maksudmu?" Tanya Jisoo kembali memastikan bahwa yang menjadi lawan bicaranya maksud ialah Mina.

"Myoui Mina dan Moy Mira terdengar sama saja di telingaku" Ucap Chaeyoung, ia mengendikkan bahunya tanda acuh.

"Mina meninggalkan aku di masa terburuk yang pernah ku alami. Sudah cukup lama, saat itu tahun 2006? Sekitar empat tahun yang lalu" Kini Jisoo menatap kosong ke arah tumpukkan piring kotor di samping Chaeyoung, seakan dirinya dipaksa kembali hadir di masa lalu.

"Meninggalkan? Tanpa sepatah katapun?" Dan Chaeyoung tentunya menyadari perubahan raut wajah Jisoo. namun persetan dengan itu, dirinya bisa mati penasaran jika tidak segera mengetahui hal ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SNOW | CHAESOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang