PART VII : The Truth

16 2 0
                                    

Pada suatu hari dimana hari begitu tenang dan berawan, Inka merapikan pakaiannya, menyusunnya di dalam lemari dan menata kamarnya yang berantakan, "hufffhh.. lelah juga ya, seperti ibu-ibu saja hehe, beres-beres rumah sendiri, dulu apapun semuanya di urus oleh pembantu" kata inka sambil berbaring di kasur.

Sore itu inka mendengar suara ketuk pintu yang membuatnya penasaran. Ternyata itu adalah kurir paket, inka pun membuka pintu, "permisi mbak, atas nama inka?" Kata kurir bertanya, "iya pak, saya sendiri". Inka mendapatkan sebuah paket yang berisikan botol kaca, dengan gulungan kertas di dalamnya. Inka membuka botol itu dan mengambil gulungan kertas di dalamnya. Ternyata, kertas itu berisikan sebuah puisi.

Wahai mentari
yang terbit melawan dinginnya embun pagi
Membuat bayangan sebagai temanku menjalani hari


Teruntuk dirimu, sang bumi
yang merekam jejak langkahku kemana aku berlalu
Hingga jejakku, berhenti di sini


Hati yang ingin berdiam dalam Satu sisi
beristirahat setelah mentari, menjadi rembulan.


Inka memikirkan siapa yang memberikan puisi ini kepadanya, "Siapa ya, kok bisa ngasih ke aku puisi sebagus ini", katanya sambil terheran-heran. Keesokan paginya Inka pergi ke cafe untuk bekerja, sesampainya di sana, ternyata marco sudah datang lebih dulu untuk bersih-bersih.

Sambil mengepel lantai marco menyembunyikan mimisan di hidungnya, namun tak disangka, pandangannya mulai mengabur dan menghitam, marco pingsan dan terjatuh. Inka dengan terkejut lalu berteriak minta tolong kepada orang-orang di luar cafe, karena saat itu cafe belum buka. Marco pun di bawa ke instalasi gawat darurat untuk menjalani perawatan. sementara itu inka menghubungi ibunda marco.

Sesampainya di IGD, ibu marco mendatangi inka yang saat itu masih terlihat shock sete;ah kejadian, ibu marco mencoba menyabarkannya dengan memeluk inka. Ibunda marco berkata kepada inka "sudah, tidak apa-apa inka, marco sudah ditangani oleh dokter. Sebenarnya hal yang sama seperti ini pernah terjadi. Marco memang bisa mimisan ketika kelelahan, terakhir kali waktu SMP, setelah itu ibu tidak tau, mungkin selama ini dia menyembunyikan sakitnya" Kata ibu marco sambil mengelus kepala inka yang bersandar padanya. Jefry, adiknya marco, membantu segala urusan untuk meringankan pekerjaan ibunya.

Setelah marco membaik, mereka pulang ke rumah marco, inka yang masih khawatir kala itu pun ikut ke rumah marco. Sesampainya di rumah marco, ibunya menyuruh jefry untuk mengantarkan marco ke kamar. Tinggal inka dan ibunda marco yang berada di ruang tamu. Mereka bercakap mengenai usaha yang sedang digeluti, yaitu cafe. Ibunya marco sangat senang keadaan inka menjadi membaik setelah terpuruk di tinggalkan mendiang ayahnya beberapa tahun lalu. Saat itu ibu marco sudah mengetahui bahwa marco memiliki perasaan kepada inka, namun tak ingin membahasnya.

Beberapa hari setelah marco sehat, mereka kembali bekerja di cafe, namun berbeda dari yang sebelumnya, inka menggaji orang untuk urusan kebersihan dan pelayan, "Kita berdua di bagian Barista saja ya, pergerakanmu perlu di batasi, aku ngga mau kamu sakit lagi" kata inka sambil membuatkan secangkir kopi untuk marco, "ka, aku ingin mengajakmu ke bukit sore ini, kita tutup lebih awal ya untuk hari ini" kata marco.

Senja itu di temani semelir angin hangat yang membawa ketenangan bagi alam, dengan tarian dari ilalang yang bersuka cita atas mereka berdua. Inka berjalan melihat ke arah Matahari terbenam, "indah ya, aku merasa damai melihatnya, aku bisa menghayatinya dengan hati yang tenang" kata inka. "Seperti puisi botol puisi itu kan?" ucap marco memotong perkataan inka. Inka terkejut dan memalingkan tubuhnya ke arah marco, hal yang mengejutkan lagi, marco berlutut dengan memegang cincin, dan berkata.

"Will you marry me? My sweet cotton candy"

Inka menjawab sambil menitihkan air mata

"All of this journey we've been through was the answer, i said yes"


THE END

A story of Cotton CandyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang