Hai teman-teman, apa kabar? 😊
Aku sangat berterimakasih sekali pada kalian yang udah berkenan ataupun gak sengaja mampir ke work-ku yang ini 🤗
Apalagi yang udah berbaik hati ngasih vote dan komen 😉
Love you, guys... 💖
Kali ini, di part ini, aku mau membagikan sebuah motivasi hebat dari seorang penulis best seller yang sudah begitu banyak menerbitkan karya.
Beliau ini, belum lama aku mengenalnya. Baru beberapa minggu yang lalu, saat tak sengaja melihat instastory temanku yang me-repost postingan beliau tentang event nulis bareng buku antologi dengan judul "Tomorrow Will Be Better".
Aku bahkan belum pernah mendengar nama beliau sebelumnya. Namanya adalah Kak Ahmad Rifa'i Rifan. Aku bersyukur banget bisa nemuin postingannya itu dan mengenal beliau.
Dan, ya, tentu saja aku gak menyia-nyiakan kesempatan itu. Sebagai penulis yang amat pemula, aku pengin banget karyaku bisa diterbitin. Tapi berhubung belum ada satupun naskah novelku yang sudah rampung (😅), jadi.. yah, begitulah (hehe :p).
Event nulis bareng yang digagas beliau ini sangat menggiurkan. Sangat membantu dan banyak keuntungannya juga buat para penulis pemula sepertiku. Karena selain karya kita bisa diterbitkan dan dibaca banyak orang, kita juga dapet motivasi dan materi kepenulisan langsung dari masternya.
Aku bener-bener sangat mengapresiasi event ini. Semoga Kak Ahmad Rifa'i selalu diberi kesehatan dan kelimpahan rezeki agar beliau selalu bisa melahirkan karya-karya terbaik, dan mengadakan event-event bermanfaat seperti itu lagi 😊.
Jadi, bulan Februari ini tuh eventnya sedang berlangsung. Aku sendiri sudah mengumpulkan karyaku tanggal 7 kemarin. Dan proses cetaknya akhir Februari nanti (aah.. gak sabar banget asli nungguin bukunya terbit dan mendarat dengan mulus di rumahku 😝).
Nah, sebelum proses menulis, pada awal Februari lalu, para peserta nulis bareng itu dikasih materi dan motivasi oleh Kak Ahmad Rifa'i. Di sini, aku mau membagikan motivasi yang diberikan beliau saat itu.
Kenapa? Karena menurutku motivasinya itu sangat berguna dan ampuh banget untuk membangkitkan semangat dan gairah kita dalam menulis. Kalimat-kalimatnya sederhana, tapi sangat mengena.
Ini dia kalimatnya. Silahkan disimak, dihayati, direnungi, dan dijadikan sumbu semangat kalian dalam menulis 😉
Apa yang biasanya menyebabkan kita minder dalam menulis?
Biasanya karena membandingkan dengan karya yang terlalu bagus.
Menjadikan karya yang bagus sebagai pembanding bisa memiliki dua dampak sekaligus. Pertama, bisa menjadi motivasi. Kalau yang dijadikan pembanding adalah karya yang bagus, harapannya kita bisa terus belajar dan berkembang dari waktu ke waktu, agar bisa mengimbangi karya bagus tersebut.
Tetapi jika mental kita tak siap, bisa-bisa kita justru terjebak pada sikap menyerah, karena merasa karya yang dibuat masih jauh dari karya pembanding. Maka saat awal-awal berkarya, disamping rajin mengoleksi karya dari penulis yang hebat, saya kadang menyelinginya dengan membaca karya yang lebih buruk dari karya saya. Paling tidak itu sebagai hiburan bagi saya, "Karya kayak gini saja bisa terbit kok, masak tulisanku gak bisa?"
Pede itu penting dalam berkarya. Kalau kita tidak pede dengan karya sendiri, maka kita akan kesulitan untuk berkarya.
Jangan takut tulisan kita jelek lalu dikritik pembaca. Tulisan yang jelek, bisa direvisi. Tapi saat kita memutuskan berhenti menulis, apa yang mau diperbaiki?
Namanya juga belajar, jelek ya wajar. Kecuali Anda sudah jadi penulis besar, pengarang senior, tetapi menerbitkan karya yang buruk, itu yang tak wajar. Wong penulis senior saja kadang menerbitkan karya yang gagal di publik. Sementara apalah kita ini. Jelek ya gak apa-apa. Terus berlatih. Mumpung belum banyak yg peduli. Mumpung kita belum seterkenal Andrea Hirata, Asma Nadia, atau Tere Liye 😁
Saat belajar, pikiran kita hendaknya legowo menerima kritikan. Anggap saja sebagai sarana untuk memperbaiki karya kita. Kadang kritikan dari pembenci lebih berguna dibanding pujian seorang teman. Asyik lho kalo ada yang kritik. Kita jadi tahu di mana letak kekurangan kita.
Yakin deh, setiap orang ada jodohnya, setiap tulisan ada pembacanya. Yakini itu, agar semangat dalam menulis. Kalau kita gak yakin tulisan kita ada yang butuh, paling tidak itu akan bermanfaat bagi diri kita sendiri. Tulisan itulah yang memberi tahu kita tentang diri kita di masa lalu.
Kadang perasaan gak ada yang baca justru menguntungkan. Kita lebih mengalir dalam menulis, karena tidak terbebani oleh tuntutan untuk sempurna.
Saya mau menularkan ini kepada Anda, bahwa jangan percaya ada penulis hebat. Gak ada itu penulis yang hebat. Yang ada adalah penulis yang sabar dan telaten. Sabar duduk menyendiri dan menulis. Sabar menyempatkan waktu. Sabar mencari inspirasi. Sabar menulis kata demi kata. Sabar mengedit naskah agar enak dibaca. Sabar saat editor meminta naskah kita direvisi.
Saya percaya ada orang yang dikaruniai bakat menulis. Tapi saya juga percaya, tak sedikit orang yang berbakat menulis justru gagal jadi penulis. Sementara banyak orang yang tak punya bakat menulis, justru sukses jadi penulis. Karena ia mampu merawat jiwanya untuk bertahan dalam proses kepenulisannya yang panjang.
Sehebat apapun motivator, gak akan bisa berbuat apa-apa kalau kita tidak mau mengambil keputusan. Motivator terbesar dalam hidup adalah diri kita sendiri. Gak ada rumus aneh2 menulis. Untuk menjadi penulis buku, yang kita butuhkan hanya: duduk, diam, lalu menulis, menulis, dan menulis.
(Ahmad Rifa'i Rifan)
Segitu aja. Semoga bermanfaat 😊😉
Intinya, tetap semangat dan jangan gampang nyerah ya teman-teman, siapapun kalian yang membaca ini 🤗
Salam literasi
SiFa Azzahra
Jakarta, 14 Februari 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Nabastala
PuisiHanya berisi sebuah untaian kata-kata yang mengucur begitu saja dari pikiranku saat sebuah inspirasi dan sesuatu bernama ilham datang menyapa, hingga tersusunlah bait-bait puisi dan serangkaian kalimat-kalimat indah penuh makna (😋).