4. School today

5 2 0
                                    

Senin.

Adalah hari yang paling dibenci Jena, kenapa? Karena ada pelajaran bahasa inggris di hari itu. Dimanapun ada pelajaran bahasa inggris, maka Jena akan membencinya.

Kebetulan saja, sudah senin, upacara, hari piketnya, ada pelajaran bahasa inggris pula. Membuat Jena berkali-kali lipat membenci hari ini.

Matahari telah naik hingga seperempat kepala, bisa ditebak jika masih pagi hari. Tepatnya pukul 9 pagi.

Tapi Jena sudah menggerutu sedari tadi, ia kini sedang berdiri diluar kelas. Tidak boleh duduk, tidak boleh mondar-mandir, tidak boleh bicara. Kenapa? Apakah ada yang bertanya?

Kuberi tahu alasannya, dia tidak mengerjakan tugas bahasa inggris.

Apalagi mapel itu berada di jam pertama, Jena jadi tidak bisa mencontek. Ian juga sudah kena amuk Jena tadi,  karena tidak mengingatkan bahwa ada tugas pagi ini.

Kring... Kring... Kring...

"Jena Ardyantika! Lain kali lebih rajin lagi, untung saya cuman 2 jam pelajaran. Kali ini cuman saya strap di luar, lain kali bakalan saya suruh keliling lapangan. Mengerti?"

Jena menegak ludah kasar, meringis kecil ia menganggukkan kepala kaku "Ngerti bu, maaf!"

Miss Lea, nama guru bahasa inggris tadi, segera melenggang pergi dengan angkuh.

Jena menghela nafas, berjalan masuk ke dalam kelas dengan pelan. Menghampiri Ian yang sedang duduk tenang membaca komik.

Jena mendengus, setelah menempatkan bokongnya pada kursi ia menggoyang-goyangkan lengan Ian. Bermain-main.

Ian menoleh, tersenyum kecil. Tangannya bergerak mengusap rambut Jena yang kepalanya sudah di letakkan diatas meja.

"Mau apa lo?" Tanya Ian pelan.

"Pengen jajan!" Jena merengut lucu.

"Gue beliin, lo tunggu." Pamit Ian yang langsung beranjak meninggalkan kelas.

Jena berdehem paham, moodnya sudah cukup buruk hari ini.

"Lo gabisa jalan ya?" Tiba-tiba terdengar suara cempreng disekitarnya. Jena mengangkat kepalanya, setelah mengetahui orang yang berucap demikian Jena mendengus samar.

"Maksud lo?" Balas Jena tak kalah sarkas.

"Yaaaa... kali aja, gabisa jalan. Makannya nyuruh-nyuruh Ian. Lagian, sok banget jadi cewek. Baru berdiri 2 jam aja lebay banget!" Nadanya terdengar main-main.

Jena abai, memilih untuk diam. Namun matanya menyorot dingin kearah mata lawan bicaranya.

"Oh, wauw. Ian harus liat lo sekarang nih, dasar muka dua! Didepan Ian aja sok-sok an manja, manis. Dibelakang? I can see you, bitch!" Tangannya terangkat di udara hendak menampar Jena, namun terhentikan oleh bentakan seseorang.

"Ngapain lo?!" Itu Ian, dia berjalan cepat menuju bangkunya. Matanya memicing tak suka kepada wanita yang berdiri di samping Jena.

Ia melirik Jena sekilas, mendapati sahabatnya terdiam tanpa ekspresi.

"I-ian?" Cindy, wanita yang sedari tadi mengolok-olok Jena kini terlihat gugup.

"Mau ngapain lo?" Ian berucap tajam dan menusuk. Auranya menunjukkan bahwa ia sangat tidak menyukai perempuan ini.

"I-itu, g-gue..." Cindy kelabakan mencari alasan,

"Pergi!" Sentakan Ian kembali terdengar, membuat Cindy berjengit kaget. Ia dengan segera berjalan menjauh, keluar kelas.

"Lo harusnya diem aja, gue udah biasa kan, digituin sama dia." Jena menggumam pelan.

Ian mendengus, moodnya ikut memburuk. Ia meletakkan sekresek jajanan di atas meja.

"Makan, gausah bacot!" Sentaknya.

Jena mendelik, memukul pelan bahunya.

"Ngomong kasar sekali lagi ke gue, gue tendang lo ke pluto!" Geram Jena.

Ian menghela nafas, mengangguk pelan. Tangannya terulur mengelus rambut Jena pelan "sorry," ucapnya yang terdengar hampir seperti bisikan.

Jena mengangguk, dengan semangat ia membuka kresek bawaan Ian. Matanya berbinar lucu mendapati banyak sekali jajanan didalamnya.

Saat Jena asyik dengan makanannya, Ian diam-diam terkekeh mengamati tingkah sahabat nya.

"Lucu" gumamnya gemas.

****

EXTRAORDINARY YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang