Lucifer : 31

63.2K 10.8K 6K
                                    

Jeno mengusap bibir tipis Grace dengan jari tangannya, "Masih sakit?" tanya Jeno. Bibir gadis itu sangat merah dan membengkak. Jeno mengusapnya lagi—merasa bersalah.

"Ck! Bisa tidak kau berhenti membuatku malu?" Wajah Grace merah. Ia bahkan merasa kepalanya akan meledak saking malunya. "Dan ini tidak sakit, jangan khawatir..." Grace menepis tangan Jeno yang sejak tadi bermain-main di bibirnya. "Kau minum dulu teh hangatnya, tanganmu dingin." Grace menuangkan teh tersebut ke cangkir Jeno yang kosong.

"Apa kau baik-baik saja? Wajahmu merah."

Lagi-lagi Grace menutupi wajahnya. Bagaimana ia baik-baik saja saat memikirkan bahwa ia lah orang yang mencium pria itu untuk pertama kali? 'Kau pasti sudah gila, Grace!' Grace ingin membenturkan kepalanya di meja, apalagi saat mengingat mereka sempat diteriki oleh anak kecil, karena melakukan sesuatu yang memalukan di tempat umum. Untung saja di dekat sana ada kedai minuman, jadi Grace langsung menarik tangan Jeno untuk masuk ke sana.

"Jangan bertingkah menggemaskan terus. Kau membuatku gila." Jeno meraih tangan Grace yang menutupi wajahnya. "Kenapa keluar dari kastil? Udara sedang dingin." Jeno meletakkan tangan Grace di pipinya.

Grace berdecak, "Kalau aku tidak keluar, aku tidak akan melihatmu hari ini."

"Padahal aku hanya ingin melihatmu dari jauh. Sekarang bagaimana? Kau harus bertanggung jawab." Jeno kini membawa tangan Grace ke bibirnya, "Setelah membuatku seperti ini, kau tidak akan lari lagi'kan?"

Wajah Grace kembali terbakar, "J... Bisa tidak jangan membahas itu terus?"

"Kenapa? Aku suka." Jeno tersenyum lembut, membuat Grace langsung menarik tangannya yang ada dalam genggaman laki-laki itu. "Aku serius! Setelah hilang selama lebih dari tiga bulan, bukankah banyak yang perlu kita bicarakan?"

"Dimana kau selama ini? Aku beberapa kali datang ke istana, tapi kau tidak ada." Grace menghela napas, "Jangan kesusahan seorang diri, bagi sedikit denganku. Bukankah aku sudah terlanjur tahu masalah kalian?"

"Aku tidak ingin membahayakanmu, Grace. Aku tahu selama ini kau berusaha mencari pembenaran atas kasusku."

Beberapa bulan yang lalu, Grace berusaha menemui Jef Narenth dan beberapa jurnalis untuk mengatakan pada orang-orang bahwa Ibu Ratu lah yang menyiksa Jemin dan ingin membunuhnya. Tapi, entah apapun yang Grace katakan, tidak ada satupun berita yang dirilis.

"Apa kau yang menyuruh orang-orang itu tutup mulut?"

"Sebagian kantor penerbitan ada di bawah naungan kerajaan. Aku tidak ingin kau terluka."

"J..."

"Kau berharga, Grace. Selanjutnya, tetap berada di kastil, jangan keluar seperti sekarang tanpa pengawalan. Ibu Ratu sudah tahu tentang kita."

Grace merenggut tidak suka. Dulu, ia memang ingin keluar dari istana untuk menyelamatkan hidupnya. Berurusan dengan Jeno, Jemin, ataupun Ibu Ratu bukanlah keinginan Grace. Ia berusaha mati-matian utuk keluar dalam lingkaran kesialan yang selalu menimpanya. Tapi, sekarang... Ketika ia sudah kembali ke kehidupannya yang nyaman, Grace rindu saat-saat ia berada di istana. Meskipun tahu hidupnya dalam bahaya, tapi Grace ingin berjuang melewatinya. Ia tidak ingin kabur seperti dulu.

"Sebelum kau pergi, Raja Jef memberitahuku, bahwa Manuala hanya boleh memiliki satu Pangeran. Aku takut kalian celaka."

Jeno menggeleng, "Aku akan menjaga diriku dengan baik. Aku janji."

"Apa semuanya baik-baik saja?" Grace khawatir. Ada banyak yang ingin Grace tanyakan, tapi tidak ada satupun yang keluar dari mulutnya.

"Aku baik. Minggu depan, aku akan dilantik sebagai Putra Mahkota secara resmi. Setelah menjadi Putra Mahkota, kompetisi akan kembali dilaksanakan. Kali ini, aku akan berusaha mendapatkan hak pilih sepenuhnya. Jadi, tunggu aku... Aku akan membawamu ke tempat yang aman. Kau mau'kan Grace?"

The Lucifer Prince Who Fell For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang