Deska menyeret seorang anak ke sebuah gudang tua yang jauh dari perkotaan. Gudang itu bisa di bilang adalah tempat ia menuntaskan hasrat terpendam dalam dirinya selama sebulan ini, dan hanya sang kakak tertua yang mengetahui letak gudang antah berantah ini.
Pintu berderit perlahan saat di buka, suara dari pintu itu adalah satu-satunya suara yang terdengar. Deska berjalan sambil terus menyeret tubuh tak berdaya seorang anak yang terdapat luka menganga di kepalanya, salahkan anak itu yang terus memberontak saat Deska ingin menyuntikkan obat bius padanya, hingga membuat Deska kalap dan langsung mengayunkan balok kayu ke kepalanya.
Di tengah ruangan, hanya terdapat sebuah kursi kayu yang berwarna gelap, bukan karena warna dasarnya tapi menggelap sebab terus tersiram darah dari mereka yang menjadi korban Deska. Di sebelah kursi, terdapat meja yang tersusun deretan alat untuk Deska bermain dengan tubuh anak itu. Kebanyakan adalah pisau berbentuk tipis, kapak, dan tang besi yang sedikit berkarat.
Deska memakai sarung tangan kulit berwarna hitam, mengikat poni rambutnya agar tak terkena cipratan darah, dan tersenyum lebar siap untuk bermain. Bermain dengan nyawa dan tubuh manusia tentu saja.
Deska mendudukkan anak itu di kursi, lalu mengikatnya dengan tali tambang dan memandangi anak lelaki yang tak sadarkan diri itu dengan teliti, bingung ingin memulai darimana. Apa mungkin ia bisa mulai dengan menyayat wajah yang terbilang cukup tampan itu? Memotong kesepuluh jemarinya? Ah, Deska akan mulai dengan mencabut gigi dulu!
Menyenandungkan lagu kesukaannya, Deska mengambil paku tumpul seukuran jari telunjuk, memasukkan paku itu ke dalam mulut si anak sebagai penyangga agar mulutnya tetap terbuka. Lalu, mulai mencabuti satu per satu gigi yang tak satu pun berlubang itu menggunakan tang dengan hati yang riang.
Darah mulai merembes keluar dari mulut bocah malang itu, rasa sakit yang timbul akibat mencabut gigi yang tak rusak berhasil membawa kembali kesadaran pada dirinya. Deska yang melihat mangsanya membuka mata langsung memekik senang, lalu dengan semangat kembali mencabut satu gigi depan bocah itu.
"Arghhh!"
Raungan kesakitan menggema ke seluruh penjuru hutan, Deska tertawa terbahak-bahak. Perasaan puas dan senang menyeruak masuk memenuhi sanubari sampai dititik ia merasakan kepuasan dimana hanya mereka yang sama yang tahu bagaimana rasanya.
"To...long.." suara lirih dari bocah malang meminta pertolongan.
Deska tersenyum lebar, dan kembali mencabuti gigi yang tersisa sampai benar-benar habis dan seluruh mulut anak itu digenangi darah segar. Bau darah yang khas adalah aroma favorit Deska, seperti sekarang ia tengah menghirup aroma darah yang baginya serupa dengan lilin aromaterapi yang menenangkan.
"To..long.. aku.. huk!"
"Santai lah, tak lama lagi kau akan bebas. Percaya padaku," Senyum manis tersemat di bibir Deska, namun bagi sang anak itu adalah senyuman paling mengerikan yang pernah dilihatnya.
Setelah selesai dengan semua gigi, Deska meletakkan kembali tang pada tempat semula. Memandangi wajah bocah malang yang sudah penuh dengan air mata sekali lagi, menimang bagian tubuh mana yang bisa ia jadikan barang koleksi.
"Kau punya bentuk telinga yang lucu, akan bagus jika aku memilikinya." Suara bernada datar milik Deska mengudara, seiring dengan tangannya yang meraih pisau tipis seukuran telapak tangan. Mengarahkan pisau itu tepat pada daun telinga sebelah kanan dan mulai mengiris mengikuti garis telinga.
"Arghhh!"
Senyum lebar tak lekang dari wajah, Deska semakin bersemangat mengiris daun telinga kala si bocah memberontak dengan keras. Rasa sakit tentu lah satu-satunya yang dirasakan bocah itu, sakit yang di sebabkan oleh seseorang dengan sengaja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deska [on going]
General Fiction[BL STORY] 21+ Deska membunuh untuk kesenangan. Baginya tidak ada hal paling menyenangkan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kebosanan dalam hidupnya selain melumuri kedua tangannya dengan darah. Deska membunuh untuk koleksi. Setiap orang tentu...