Judgement.

28 2 0
                                        

Deska dan Tawnya tiba di mansion, mereka menyeret 2 pria yang kedua lengannya berdarah akibat sayatan memanjang yang mengukir huruf-huruf acak, di jalan tadi Tawnya tak bisa menahan dirinya untuk tidak menyentuh tubuh kedua pria yang tampak setengah sadar terlihat dari langkah kaki mereka yang tak tentu. Deska tak bisa mencegah Tawnya, yang hanya bisa Deska lakukan adalah memastikan Tawnya tak melewati batas dalam artian membunuh kedua pria itu sebelum tiba di mansion–Erik akan marah besar jika itu terjadi.

Si kembar mengetuk pintu megah yang tinggi menjulang di depan mereka. Terdengar sahutan dari dalam, baru lah Deska membuka pintu. Mereka pun masuk, tak lupa membawa dua pria tadi menghadap sang kakak sekaligus bos mereka.

Erik tak menatap pada kedua adiknya yang baru saja masuk, ia tampak memandangi selembar kertas dengan cermat tapi di mata Tawnya malah terlihat seperti Erik yang melamun dengan kertas di genggaman.

"Erik, bisakah aku membawa satu dari mereka ke bawah?" Tawnya yang tak sabar tanpa ragu menyela kegiatan kakak tertuanya itu.

Erik mengangkat kepalanya, ia tak pernah merasa tersinggung jika si kembar menginterupsi kegiatannya, karena Erik tahu sikap tidak sopan mereka disebabkan oleh apa.

"Ya, kau bisa." Jawab Erik dengan atensi penuh pada mereka.

"Yooo! Erik kau yang terbaik!" Tawnya langsung menyeret salah satu dari dua pria yang terperangah menatap Erik.

"Kalau begitu aku ak–"

"Tidak, kau tetap disini Deska." Erik menatap Deska.

Deska balas menatap Erik, hanya sebentar sebelum ia menundukkan kepala. Ia menunggu, Erik terkadang sangat menyebalkan. Deska hanya tidak bisa melawannya, ya bagaimana ia bisa melawan orang yang begitu ia kagumi?

Hening. Erik merapikan kertas-kertas yang berserakan di meja, pria itu sedikit memijat keningnya–ia melirik Deska lalu duduk tegak layaknya singa.

"Jadi, kalian hanya menyisakan 1 orang hidup. Baiklah, setidaknya kalian tidak pulang hanya dengan darah mereka. Kerja bagus," puji Erik. Ya, hanya 1 orang karena yang satu lagi pasti sekarang sudah menghadap Sang Pencipta–berkat Tawnya.

"Aku tidak bisa mencegah Tawnya." Balas Deska.

"Ya, kerja bagus untuknya karena sudah mengajakmu bersenang-senang."

Deska berdecak. "Katakan saja, ada apa sebenarnya? Aku harus melakukan sesuatu sekarang."

Erik menatap Deska lekat, manik biru dan hijau bertatapan dengan ekspresi datar di wajah kedua pemiliknya. Erik mengeluarkan sebuah kertas dari laci, ia meletakkan kertas itu di meja mengisyaratkan agar Deska mengambilnya.

Deska membaca tulisan di kertas, lalu menatap Erik dengan binar bingung di balik matanya. Erik hanya diam, seolah tak melihat tatapan yang sarat akan pertanyaan itu–ia sepenuhnya menolak untuk menjelaskan. Deska sekali lagi berdecak, lalu tanpa permisi langsung keluar dari ruangan kerja sang kakak.

Setelah Deska keluar, pandangan Erik jatuh pada pria baya yang menatapnya dengan ketakutan bahkan tubuhnya sampai gemetar seperti orang kedinginan. Erik menyeringai, percaya lah Erik memang makin terlihat tampan tapi hal itu adalah pertanda yang sangat berbahaya.

🔪🔪🔪

Deska duduk di atas kasurnya. Untuk kesekian kalinya ia membaca tulisan di atas kertas, seolah akan ada kalimat yang berubah jika ia membacanya lagi. Deska masih tak mengerti, kenapa si bajingan itu mengirim surat sampai ke rumahnya? Ingat, ini rumah keluarga Yermoleyavich yang bukan sembarang orang tahu keberadaannya.

Aku sudah selangkah lebih dekat denganmu, kita akan segera bertemu. Well, aku tidak akan pernah bosan mengatakan ini.
Sampai jumpa...

Deska [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang