The Murderer's Action.

25 2 0
                                    

Deska menyeringai saat mendengar suara pintu yang terbuka, tak lama tampak lah seorang gadis yang memakai kaos ketat dan celana jeans–gadis pelayan cafe yang dirayu Deska.

Ekspresi pria muda itu berubah saat sang gadis menatapnya, senyum setengah menghiasi bibir merahnya. Si gadis pun balas tersenyum manis pada Deska. Ya, mungkin ini akan menjadi senyum terakhir si gadis sebelum kembali pada Sang Pencipta.

"Hai, manis." Sapa Deska."Duduk lah."

Deska menepuk tempat kosong di sebelahnya, gadis itu dengan tingkah malu yang membuat Deska muak segera mengambil duduk. Ah, jika kalian ingin tahu berada dimana mereka sekarang, jawabannya adalah sebuah motel murahan yang biasa dijadikan tempat orang-orang miskin menyalurkan hasrat primitif mereka. Deska memilih tempat ini karena tak ingin membuat mangsanya kabur lebih dulu, bayangkan saja jika Deska langsung membawanya ke gudang tak terpakai di pedalaman hutan. Apa yang akan gadis itu pikirkan? Pasti lah ia akan berasumsi kalau Deska akan membunuhnya. Meskipun memang benar.

"Jadi, siapa namamu manis?" Deska merangkul tubuh yang tergolong seksi milik gadis ini.

"Aku Raul, Tuan.."

Deska tertawa, tawa yang indah hingga mampu membuat gadis bernama Raul itu terkesima, tapi sebenarnya itu adalah tawa yang terpaksa."Jangan panggil aku 'Tuan', kita disini bukan sebagai pelanggan dan pelayan. Namaku Deska."

"Deska.." Raul memanggil Deska.

"Ya, manis."

"Namamu sangat indah,"

Lagi, Deska tertawa."Well, terima kasih?"

Dan setelahnya entah siapa yang memulai terlebih dahulu, mereka sudah berbaring di ranjang dan hampir tak berpakaian lagi–maksudnya Deska masih memakai celananya sementara Raul hanya memakai pakaian dalam. Deska sibuk mencumbu Raul yang terlihat sangat pasrah, dan menikmati apa yang Deska lakukan pada tubuhnya. Oh dear, kau sungguh malang harus terjebak dalam kenikmatan sesaat yang diberikan iblis berjubah malaikat macam Deska.

Saat Raul meraba tubuh Deska yang tak terlalu atletis, mengelus gundukan yang ada di bagian tengah celana pemuda itu, disitu lah Deska menjambak kasar rambut panjang Raul. Melepaskan segala sentuhan nikmatnya pada tubuh molek itu, dan menarik tubuhnya untuk berdiri. Raul tentu bingung dengan perlakuan Deska, gadis itu mengelus kepalanya yang terasa sakit karena jambakan Deska tadi.

"Deska, ada apa?" Raul bertanya.

Deska hanya memasang wajah datar, mengambil kausnya yang terjatuh di lantai, memakai kaos itu dan meraih mantelnya. Deska mengambil benda yang selalu ada di saku mantelnya, dengan menyeringai ia memperlihatkan benda tersebut pada Raul yang seketika membulatkan matanya.

Pisau. Ya, benda yang ada di genggaman Deska adalah sebuah pisau ramping yang mirip seperti pisau pemotong buah.

"Deska? Apa yang akan kau lakukan dengan pisau itu?" Raul tampak mulai ketakutan, gadis itu meringkuk di ujung ranjang berusaha membuat jarak sejauh mungkin dari Deska.

"Apa yang akan aku lakukan?" Deska mengulang pertanyaan Raul pada dirinya sendiri."Tentu saja aku akan membunuhmu, jalang!"

"Ap–apa? Deska...jangan...jangan bu–bunuh aku.. kumohon." Raul menangis hebat, tersedu-sedu menatap Deska seraya memohon untuk nyawanya.

"Goodbye, bitch."

Slap

Deska langsung mengayunkan pisau tepat pada mata coklat terang Raul, sampai menembus ke dalam salah satu organ vital manusia tersebut. Darah mengucur bagai air dari mata yang tertanam pisau, Deska tentu saja senang melihat curahan darah itu. Ia mulai tertawa, meskipun wajahnya ikut terciprat darah.

Deska [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang