ONE 6

8 5 2
                                    

Di dalam sebuah warung seorang lelaki bermata sayu asik melahap bubur ayam yang dibuatkan Uminya untuk sarapan pagi. Dan di sampingnya terlihat anak lelaki berseragam putih biru sedang makan roti yang sesekali dicelupnya ke dalam teh manis.

"Jud, kenapa sih tiap pagi sarapan roti terus?" tanya One pada adiknya.

"Biar kayak orang barat, Bang," jawabnya simpel.

"Hahaha, bilang aja kau nggak mau sesak berak pagi-pagi di sekolah, yakan?"

"Itu opsi kedua, Bang, hahaha."

Keduanya tertawa sambil menikmati sarapan mereka masing-masing. Tiba-tiba bunyi rintik hujan terdengar samar dari atas seng. Mereka menghabiskan makanannya dengan cepat. Tak lupa Umi membawakan jaket untuk berjaga siapa tau hujan sebelum mereka tiba di sekolah.

"Pakai jaketnya," pinta Umi pada kedua anaknya.

"Siap Umi!" jawab mereka serentak. Lalu mereka langsung berpamitan.

Setibanya di depan gerbang sekolah, rintik hujan mulai jatuh membasahi bumi. One memakai topi pada jaketnya dan berjalan santai menuju kelasnya. Senyum sumringah terpancar di bibirnya. Dalam ke hatinya sedang berharap semoga kelasnya mendapatkan free les di jam pelajaran pertama dan seterusnya. Karena biasanya jika hujan sedang turun, para guru akan malas masuk ke dalam kelas karena jika sedang mengajar, suara mereka akan kalah dengan derasnya hujan.

Di depan kelasnya sudah berjejer siswa laki-laki duduk di bangku panjang dengan bermacam gaya. Ada yang jongkok, ada yang ngangkang, ada yang selonjoran, ada juga yang sambil kayang. One terus berjalan sambil celingak-celinguk ke arah ruang guru, seperti tidak ada tanda-tanda belajar di pagi ini. Ia bersorak gembira.

"FREE LES!!!" teriaknya.

Dan teman-temannya juga ikut bersorak sambil lompat-lompat. Mereka adalah kumpulan siswa-siswa yang malas belajar. Ya sebenarnya tidak hanya kelas mereka, kelas yang lain pasti juga sama gembiranya.

"Yakin free les ini, On?" tanya Adi sang ketua kelas mereka.

"Yakin 100% tanpa meleset," jawabnya santai.

"Main goplak yok!" ajak Adi pada teman-temannya.

"Yok!!! Taruh apa?" sahut Kiwol paling semangat. Dalam hal ini Kiwol memang paling suka judi.

"Rokoklah apalagi."

"Oke sepp!"

Mereka semua langsung masuk ke dalam kelas dan mengunci pintu. Sementara itu para gadis-gadis kelas mereka sibuk dengan gadget masing-masing. Walaupun ada juga yang berkumpul bergosip ria.

"Ngomong-ngomong mukamu kenapa, On?" tanya Cebong yang sadar dengan biram di pipi One. Sontak mereka semua melihat One. Dan baru tersadar dengan biram itu. Mungkin karena tadi ia pakai topi jadi tidak terlalu kelihatan.

"Biasa anak muda," jawabnya enteng.

"Kalo butuh bantuan bilang ke kita On, jangan main tunggal," kata Soni sang preman kelas si tukang tawuran.

"Aman, Son."

Mereka semua tak hanya kompak di sekolah saja, tapi di luar sana mereka sudah seperti sahabat. Itulah kelebihan dari kelas XII IPA 4, solidaritasnya tidak terbatas.

One mulai membagi kartu. Tiba-tiba perutnya terasa mulas sekali. Bulu kuduknya sampai merinding. Ia langsung berlari dan terburu-buru membuka kunci pintu.

"On, mau kemana?" tanya Kiwol.

"Berak!" jawabnya dan langsung menghilang.

"Ntar One gak usah ikut main ya. Tangannya jorok abis cebok," kata Udin yang membuat mereka langsung terbahak.

ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang