Di Sana Hujan ya?

553 80 3
                                    

Hari ini benar-benar hari yang buruk bagi Jeno. Bangun terlambat. Lupa membawa tugasnya hingga dia berakhir dihukum berlari mengelilingi lapangan. Saat makan siang pun salah satu anak menjahilinya hingga nampan makan siangnya terjatuh. Bukan hanya itu saja sebenarnya. Ketika dia memutuskan untuk jalan kaki saja saat pulang, sebuah mobil melintas melewatinya dan membuatnya terkena percikan air yang menggenang.

Begitu sampai di rumah, dia langsung menuju ke kamarnya untuk mandi. Dia sudah cukup menggigil di perjalanan pulang tadi. Tapi begitu dia keluar dari kamar mandi, dia disambut dengan pertengkaran kedua orang tuanya. Tidak bisakah dia mendapatkan ketenangan untuk hari ini ?

"DIAM DI RUMAH DAN JAGA ANAK-ANAK APA SUSAHNYA SIH !"Jeno hanya bisa memejamkan matanya mendengar suara teriakan sang Ayah dari kamarnya. Padahal kamarnya berada di lantai dua dan di ujung.

"DARI AWAL AKU SUDAH BILANG KALAU AKU INGIN MENGEJAR KARIRKU ! KAU SENDIRI TIDAK PERNAH MELUANGKAN WAKTU UNTUK ANAK-ANAK !"

"KAU SENDIRI BAGAIMANA, HAH ?! KAU JUGA SAMA SAJA ! MAU JADI APA SEORANG WANITA YANG SUDAH PUNYA 2 ANAK MALAH BERKELIARAN DI LUAR DAN PULANG MALAM, HAH !"

"AKU TIDAK BERKELIARAN SEPERTI YANG KAU PIKIRKAN !"

Muak. Jeno sudah muak mendengar ini semua. Masalah kecil selalu saja menjadi masalah besar. Lama kelamaan, Jeno mulai muak mendengarnya. Dia lalu mengambil jaket dan dompetnya sebelum keluar. Mood nya tidak akan bisa membaik jika dia masih berada di dalam rumah.

Dia berhasil menyelinap keluar dari rumah dan tersenyum miris melihat kedua orang tuanya yang masih saling berteriak di dapur. Bahkan rumah tidak bisa memberikan kenyamanan.

Jeno berjalan tak tahu arah. Dia tadi berniat untuk pergi ke rumah Jaemin tapi dia langsung mengurungkan niatnya. Jaemin pasti sedang berkencan dengan Renjun dan dia cukup tahu diri untuk tidak mengganggu mereka. Apalagi akhir-akhir ini Jaemin dan Renjun jarang memiliki waktu untuk berduaan karena mereka sama-sama mengikuti olimpiade.

Pergi ke rumah Haechan ? Ah, dia masih terlalu canggung untuk bermain ke rumahnya. Hanya rumah Jaemin selama ini sebagai pelariannya. Hanya keluarga Jaemin yang mengetahui masalah keluarganya dan bahkan tak segan untuk menawarinya untuk menginap.

Langkah Jeno terhenti di sebuah taman. Di sana banyak anak-anak yang sedang bermain. Dia memilih untuk duduk dan melihat para anak kecil itu bermain sambil tertawa. Mau tak mau, pikirannya dibawa pada masa kanak-kanaknya dulu.

Dulu, tiap akhir pekan keluarganya akan selalu pergi piknik. Ibunya akan menyiapkan roti isi dan jus untuk mereka, ayahnya membuat barbeque kecil, sedangkan dia dan Doyoung akan pergi bermain atau berlari-larian sambil menunggu. Hanya ada tawa dan gurauan yang terdengar dari mereka.

Tapi itu semua berubah ketika ibunya memutuskan untuk kembali mengejar karirnya menjadi seorang designer sedangkan ayahnya yang semakin sibuk dengan perusahaannya. Entah sudah berapa kali permintaan mereka untuk kembali berpiknik ditolak oleh mereka. Ah, bahkan Jeno sudah mulai melupakan kapan terakhir kali mereka sarapan bersama di satu tempat.

Jeno menengadahkan kepalanya, menatap ke arah langit yang mulai berwarna jingga. Terlihat menenangkan, walalupun tak semenenangkan langit biru. Dia mencoba menahan air mata yang hampir keluar dari matanya. Miris sekali dirinya menangisi diri sendiri seperti ini.

Dia tersenyum kecil ketika merasakan ponsel yang berada di dalam sakunya bergetar. Sebuah panggilan dari Mark di saat yang tepat menurutnya.

"Hi, Sunshine !"sapa Mark dan membuat Jeno mau tak mau tersenyum. "Kau tidak di kamar ?"

"Aku... di taman, Kak. Sedang ingin mencari jajan,"jawab Jeno, dia berbohong tentu saja.

"Ah, baiklah. Btw, di sana hujan ya ?"

Jeno mengernyitkan dahinya. Apa pendengaran Mark sudah mulai berkurang ?

"Hah ? Di sini terang, Kak. Langitnya juga cerah, ngga ada tanda-tanda kalau mau hujan juga."

"Aku ngga bicarain tentang tempatmu, Jen. Aku nanyain kamu. Di sana hujan ya ?"

"Maksudnya ?"

"Kamu kan dunianya Kakak. Di situ... lagi hujan ya ?"

Jeno terdiam mendengar perkataan Mark. Antara malu dan speechless bercampur menjadi satu. Ah, sampai kapanpun sepertinya dia tidak akan pernah bisa membohongi kekasihnya yang kelewat peka itu.

"Di sini ngga hujan kok, Kak. Cuma sedikit mendung."

"Mau cerita ?"

"Kakak ngga repot ? Katanya masih ada urusan kepanitiaan."

"Mmm... Sebenarnya Kakak sedang beristirahat sekarang, makanya bisa menghubungimu. Mungkin sekitar 1 jam ? Apa tidak apa-apa ?"

"Tidak merepotkan Kakak kan ?"

"Tidak. Sejak kapan memang Kakak direpotkan ?"

Jeno tersenyum mendengar jawaban Mark. Dia lalu mulai menceritakan tentang harinya, termasuk tentang pertengkaran kedua orang tuanya. Mark sendiri diam mendengarkan sambil sesekali memberikan respon padanya.

"Jen, di sana ada minimarket tidak ?"

Jeno melihat ke sekitarnya. Ah, bahkan dia tidak sadar jika taman sudah sepi dan hari sudah mulai gelap. "Mmm... ada sih, Kak. Di seberang jalan."

"Bagus kalau gitu ! Coba ke sana !"

Jeno hanya menurut dengan bingung. Dia berjalan ke mini market dengan panggilan yang masih terhubung dengan Mark. Jeno membalas senyuman penjaga minimarket tersebut sebelum keliling.

"Sudah ? Maaf, tadi tiba-tiba temanku memanggilku."

"Eung ! Aku sudah di dalam."

"Bagus, sekarang ambil jelly, kue, dan es krim kesukaanmu. Aku sudah mengirimkan uang ke tempatmu. Anggap itu sebagai hadiah permintaan maafku karena tidak bisa datang dan menemanimu."

Jeno terdiam mendengarnya.

"Kau melakukannya dengan baik hari ini, Jen. Jaga kesehatan ya ! Maaf aku harus menutup teleponnya."

"Kak Mark. Aku sayang kak Mark !"

Dan panggilan itu langsung ditutup oleh Jeno dengan wajah yang memerah.


Ada yang bisa kasih saran ngga Haechan sama siapa, please '-'

Jarak | MarkNoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang