Sedikit Kecewa, Mungkin ?

660 76 7
                                    

Jeno pikir ketika dia masuk sekolah nanti Jaemin akan langsung menghampirinya dan memberikan ceramah seperti biasanya. Atau bahkan Renjun dan Haechan juga ikut memberikan wejangan padanya. Tapi pada kenyataannya, mereka bertiga bersikap biasa-biasa saja. Seolah Jeno sama sekali tidak melakukan sesuatu yang membuat mereka khawatir berlebihan seperti biasanya. Ah, ralat. Hanya dua orang saja, Renjun dan Haechan. Jaemin terlihat aneh sekali di matanya.
Jaemin terlihat lebih menghindari Jeno daripada biasanya.
Hari ini dia terlihat seperti menghindari Jeno dan Jeno tidak tahan dengan itu. Jaemin sering marah dengannya dan bukan tipe orang yang akan memendamnya. Dia akan mengatakan apa yang membuatnya tak nyaman dengan gambling. Terkadang kata-katanya itu memang menyakitinya, tapi Jeno lebih nyaman dengan hal itu. Tidak ada yang ditutupi sama sekali.
Tapi saat ini, Jaemin terlihat lebih diam dan seperti menolak keberadaan Jeno. Seperti saat ini, Jeno, Renjun, dan Haechan sedang makan bersama di kantin seperti biasanya. Renjun dan Haechan makan dengan rebut seperti biasanya. Bahkan meja mereka terlihat semakin ramai dengan keberadaan Yangyang dan Shotaro, teman baru mereka selama 2 bulan ini. Hanya saja keberadaan Jaemin tidak ada.
“Dimakan, Jen. Nanti maagmu kambuh lho,”tegur Renjun ketika melihat Jeno hanya memainkan makan siangnya.
Jeno hanya mengangguk dan memakan makan siangnya dengan malas. “Kalian nggak ingin nanya sesuatu ke aku ?”
“Nanya apaan ? Tugas ? Nanti juga nggak ada tugas kan ?”jawab Haechan.
“Tentang alasan kenapa aku kemarin nggak masuk contohnya.”
“Jeno kemarin katanya sakit. Memangnya sekarang masih sakit ?”Tanya Shotaro dan dibalas gelengan kepala oleh Jeno.
“Kita udah dewasa, Jen. Kalau kamu emang nggak mau cerita, kita juga nggak masalah kok. Tapi perlu kamu inget kalau kamu nggak sendiri. Masih ada kita yang akan selalu ada di belakang kamu.”
Jeno tersenyum mendengar perkataan Yangyang. Sedikit banyak dia merasa terharu dengan mereka yang selalu memberikan space sendiri untuknya tanpa mau ikut campur.
“Njun, kalau hari ini aku pinjem pacarmu dulu boleh ?”
“Pinjem aja. Bilangin sekalian, jangan suka ngambek kek uke.”
“Emang pacar Renjun bisa dipinjem-pinjem ya ? Taro juga pengen pinjem juga kalau gitu.”
Begitu mendapat izin dari Renjun, sepulang sekolah Jeno langsung menuju ke lapangan indoor untuk menunggu Jaemin berlatih basket. Dia sebenarnya ingin mengajak Renjun, supaya dia tidak berpikiran yang aneh aneh nantinya. Tapi Renjun malah menyuruhnya untuk berbicara empat mata dan menyelesaikan masalah mereka berdua. Dia tidak ingin mengganggu kedua sahabat itu untuk berbaikan.
Jeno hanya diam saja melihat Jaemin berlatih basket. Kalau diingat-ingat lagi, sudah cukup lama dia tidak menemani Jaemin berlatih seperti ini. Semenjak Jaemin menjadi kekasih Renjun lebih tepatnya. Lagipula bukan tanpa alasan lagi dia tidak mau menemani Jaemin berlatih. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman lagi di antara Jaemin dan Renjun tentang hubungan mereka berdua yang memang hanya bersahabat. Jeno tertawa kecil jika mengingatnya kembali.
“Oke, latihan sampai sini. Jaga kondisi kalian sampai pertandingan mendatang !”kata Hendery sambil mengatur nafasnya yang sedikit terengah-engah. “Jangan lupa lusa kita latihan lagi.”
“Siap, Cap !”
Jeno yang melihat mereka sudah selesai berlatih langsung menghampiri Jaemin yang sedang duduk beristirahat sambil memejamkan matanya.
Bukannya tidak tahu atau tidak sadar, Jaemin sadar jika Jeno menunggunya sedari tadi. Tapi dia berpura-pura tidak tahu. Dia masih malas rasanya untuk melihat sahabatnya itu.
Ini bukan pertama kalinya Jeno dan Jaemin bertengkar, tapi tetap saja rasanya sangat aneh menurut Jeno. Ditambah lagi suasana lapangan indoor yang sunyi, menambah rasa canggung di antara mereka berdua. Atau mungkin hanya Jeno saja ? Karena Jaemin sendiri masih setia dengan posisinya.
“Jaem,”panggil Jeno sambil menepuk bahunya dengan takut-takut.
Jaemin tidak menjawab apa-apa dan menatap ke arah Jeno dengan datar. Tiba-tiba dia langsung berdiri dan membuat Jeno menjadi panik. Dia langsung menahan tangan Jaemin dan meremasnya.
“Apa ?”suara datar Jaemin membuat Jeno semakin tidak nyaman.
“Duduk dulu,”cicit Jeno. “Jangan marah juga.”
Jaemin menghela napas kasar dan melihat ke arah Jeno yang masih menundukkan kepalanya. “Siapa yang marah ?”
“Jaemin.”
Jeno memberanikan diri untuk menatap ke arah Jaemin dan disambut oleh tatapan teduh dari sahabatnya itu. “A-aku mau cerita. Jadi jangan marah dulu.”
Jaemin akhirnya kembali duduk dan bersandar sementara Jeno duduk di depannya sambil memainkan kuku-kukunya, kebiasaan yang pasti dia lakukan saat sedang gelisah. Jaemin hanya diam saja menunggu Jeno untuk mulai bercerita. Tapi sampai 10 menit, Jeno juga masih diam dan memainkan kukunya saja.
“Kapan mau mulai ? Aku mau kencan sama Renjun,”Tanya Jaemin.
“Bentar dulu. Masih nyusun kata-kata dulu ini.”
“Kalau gitu aku pergi dulu.”
Jeno langsung kembali menahan Jaemin dan menggelengkan kepalanya. “Maaf. A-aku minta maaf buat kemarin.”
“Kenapa minta maaf ?”
“Karena sudah merepotkan kak Doyoung dan membuatmu marah seperti ini.”
“Memangnya siapa yang bilang kalau aku marah ?”
“Kamu hanya diam saja dan menghindariku. Bukannya itu artinya kamu sedang marah, Jaem ?”
Jaemin terkekeh mendengarnya dan menarik hidung Jeno dengan gemas. “Memangnya aku bisa marah denganmu ? Aku cuman kecewa, Jaem.”
Jeno menundukkan kepalanya mendengar jawaban Jaemin.
“Aku sama sekali nggak marah. Cuman sedikit kecewa ? Mungkin seperti itu. Harusnya saat itu kamu bisa datang ke rumahku seperti biasanya. Kita bisa pergi jalan-jalan malam atau kuliner malam. Atau mungkin bisa pergi bermain bersama dengan Renjun seperti biasa. Bukannya mendapat kabar kalau kamu nekat pergi sendirian ke kota lain pagi-pagi buta tanpa memberitahu siapapun.”
“Maaf.”
“Jangan menatapku seperti itu. Aku masih kecewa.”
Jeno langsung merengut. “Jangan kecewa terus.”
“Tapi aku senang mendapat kabar dari kak Mark kalau kau baik-baik saja. Memang pada akhirnya kak Mark selalu bisa kan jadi obat penenang buatmu ?”
“Apaan sih !”
Wajah Jeno memerah dan dia memalingkan wajahnya dari Jaemin agar Jaemin berhenti menggodanya.
“Ayo pulang ! Aku ingin hari ini kamu mentraktirku sebagai ucapan maaf darimu. Sekalian kita ajak Renjun juga.”
“Aku sudah izin ke Renjun buat minjem kamu hari ini kok. Renjun bilang nggakpapa.”
Jaemin mengernyitkan dahinya. “Dia cuman bilang gitu ?”
“Sama bilang jangan lama-lama kalau ngambek, keliatan kayak uke.”
Jaemin hanya tersenyum kecil mendengarnya. Renjun dan mulut manisnya itu memang tidak akan pernah dipisahkan. Sama seperti Jeno dengan wajah polosnya saat mengatakan pesan sarkas seperti itu.

Jarak | MarkNoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang