3. Jina yang Lebih Dulu

273 44 22
                                    


"I love you!"

Jina mengerjap bingung campur terkejut. Sementara itu, Haidar terdiam karena tak kalah terkejut atas ulahnya sendiri. Apa yang baru saja ia katakan di depan Jina? Kantin pun seolah hening dan semua mata berpusat ke Haidar. Mereka mencoba mengonfirmasi maksud Haidar berteriak begitu. Apa Haidar menyatakan perasaan pada Jina?

"I love you... Mbak Ari!"

Haidar rasanya ingin mengecup pipi Mbak Ari yang tiba-tiba muncul membawa sepiring nasi goreng.

"I love you Mbak Ari. Terima kasih telah membuatkan nasi goreng paling enak sejagat raya. Kalau nggak ada Mbak Ari, saya nggak tahu mau makan pakai apa. Iya, kan?"

Haidar melirik ke Baskara dan Jovan. Mereka berdua hanya mengangguk mengiyakan.

Orang-orang di kantin langsung kembali ke urusan masing-masing. Ternyata maksudnya untuk Mbak Ari. Jina pun demikian. Dia tersenyum pada Haidar sebelum kemudian melangkah ke bangku di ujung. Nasi godog buatan Bu Nur menjadi pilihan Jina dan Kayla siang ini.

"Lo serius, Jin?"

Kayla membuka satu bungkus makanan ringan, lalu memakan isinya.

"Serius apa?"

"Serius lo suka sama orang kayak gitu?"

Kayla menatap Haidar sinis. Dari tadi dia menangkap basah Haidar mencuri pandang ke arah Jina.

"Apaan, sih?" Jina menyikut lengan Kayla. "Siapa yang suka sama dia?"

Kayla memutar bola matanya.

"Siapa yang suka sama dia?" ulang Kayla dengan nada mencibir. "Ngomong kayak gitu tapi bibirnya senyam-senyum. Udah deh ngaku aja."

"Ngaku apa? Orang gue beneran nggak suka sama dia."

"Halah. Lo lupa siapa yang seminggu cerita soal Haidar mulu? Tadi lo sengaja ngajak ngobrol Rara di deket gerbang biar bisa ngeliatin Haidar, kan?"

"Jangan fitnah, Kay. Inget, fitnah lebih kejam dari pembunuhan."

"Padahal mah, Jovan yang duduk di sebelah Haidar lebih ganteng. Kok bisa lo sukanya sama Haidar?"

Jina berdecak kesal. Kenapa Kayla masih ngotot, sih?

***

"Kunci motor lo mana?"

Jina melangkah mundur karena terkejut akan kehadiran kakaknya yang tiba-tiba. Laki-laki yang tengah menempuh semester akhir itu muncul dengan handuk melilit kepalanya. Harum sabun beraroma susu menyerbak di sekitar pemilik nama Azki itu. Jujur Jina heran kenapa Azki bisa sewangi itu seusai mandi. Sabun yang mereka gunakan sama, pun dengan sampo dan air. Malah kadang Jina memakai lulur tambahan ketika mandi. Tapi kenapa Jina tidak pernah seharum Azki usai mandi?

"Mikirin apa, lo? Siniin kuncinya."

"Buat apaan, sih? Lo kan udah punya mobil."

"Hari ini gue lagi pengin bawa motor. Cuma buat ke futsalan doang, kok."

Jina melepas satu tali tasnya dan menggeser benda abu-abu itu ke depan tubuhnya. Tangan Jina merogoh tas bagian depan. Jemarinya berusaha meraih kunci motor di antara koin yang ia masukkan asal di sana.

"Lama banget, sih?"

"Sabar, bego. Nggak sabaran banget sih minjem motor buat pacaran doang."

Alis kiri Azki naik mendengar tuduhan sang adik.

"Pacaran apaan? Kan gue udah bilang mau futsal."

Jina akhirnya berhasil mendapatkan kunci. Dia meletakkan kunci itu ke telapak tangan Azki.

Sweetest Day With JinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang