.

46 39 4
                                    

Akan di mulai ketika kamu mulai.
Akan tertutup jika kamu membungkamnya.

******

Dering telepon menggema di dalam saku celana Marisha. Sontak Marisha dengan terbelenggu mengangkat dengan pikiran kosong.


"[Halo?]"

"[Marisha, dimana lokasi kamu sekarang?] Tanya Mahkota lembut.

"[Saya di kantor pak, ada yang bisa saya bantu?]"

"[Apakah kamu yang meninggalkan kue di rumah saya?]"

"[Rumah bapak? Tidak. Saya tidak meninggalkan kue, saya tidak pernah ke rumah bapak.]"

"[Ah ada-ada saja. Baiklah jika begitu saya akan menutup telpon.]" Mahkota sedikit tersenyum.

Just question.
Tidak ada hubungan yang menggema di langit, yang ada karena kita saling menghubungi.




Marisha berjalan di lorong gedung, perasaan dan raut wajah yang tidak bisa di sembunyikan. Pikirannya berimajinasi menjauhi ekspetasi, dia tersenyum sepanjang perjalanan menemui Mahkota.

Melewati ramainya kota, Marisha hanya terus terpaku pada ponsel yang menyala.

Sesampainya di depan Cafe yang di rekomendasikan oleh Mahkota. Marisha tidak terlebih dahulu masuk tanpa riasan yang pucat, dia membuka kaca dan mentaptap taburan bedak di tambah dengan olesan lipstik yang sedikit menyala.

Marisha perlahan masuk dengan senyuman, dia menatap setiap kursi yang terisi. Sesat, ketika tepat pada pandangan dimana Marisha menemukan Mahkota dengan tangan yang melambai. Senyumnya memudar dan tangannya turun mengepal.

"Mahkota." Ujarnya memelas.

"Hey Risha, ayo kesini." Mahkota berdiri dengan senyum yang lepas.

Marisha datang perlahan.

"Duduk." Ujar Mahkota.

"Hai !" Ujar seorang wanita tersenyum.

"Eh kenalin, ini Marisha. Dia asisten pribadi aku," mahkota terseyum tipis. " Marisha kenalin ini Mahar, dia teman saya."

"Oh Hai, aku Marisha. Senang berjumpa." Ujar marisha.

Raut wajah yang di tunjukan olah Marisha sedikit memberikan kesan canggung, dia tidak banyak bicara dan hanya menatap kearah minuman yang tersaji di depannya.

Mahkota dan Mahar hanya senang berbicara berdua, pandangan Mahar terhadap Marisha sedikit membuatnya tidak nyaman.

Tidak di sengaja, makanan yang sedang di santap oleh Mahkota terjatuh ke dalam jas yang sedang di kenakan.

"Sini biar aku bersihkan." Mahar mendekat dan duduk di sebelah Mahkota sembari membersihkan jas.

Marisha menoleh dan menatap kaku. "Apa yang kamu lakukan setelah itu?" Tanya Marisha.

"Maksud kamu?" Jawab Mahar menatap Marisha.

"Apakah niat saya jauh-jauh datang kesini untuk melihat kalian berdua bermesraan?" Marisha membanting garpuh.

"Apa yang kamu lakukan Risha?" Tanya mahkota.

Marisha memelototi Mahkota. "Tidak ada yang aku lakukan, aku membantingnya begitu saja. Ternyata, aku tidak sekuat itu, aku salalu membuat kesalahan, dan aku lebih renta putus asa dari siapapun. Aku pikir Cinta tidak serumit ini," Marisha menghela nafas. "Sudahlah aku akan pergi."

Mahkota dengan sergap menarik tangan Marisha yang beranjak. "Apakah karena kamu takut, kerena tidak dapat menunjukan perasaanmu yang sesungguhnya?"

"Apa yang kamu bicarakan? Aku sudah sedikit pusing." Marisha pulang dengan cepat.

Marisha menaiki taxi dan pulang, dia terus menggerutu pada dirinya sendiri. " Ah apa yang aku lakukan tadi, aku pasti sudah gila."

*****
Untuk orang asing.

Hidup ini sangat singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan. Jadi Cintai orang yang memperlakukan kamu dengan baik dan lupakan orang yang sebaliknya. Lupakan apapun yang menjadi alasan untuk tidak mempercayai apapun karena sebuah alasan. Jika kamu mendapatkan sebuah kesempatan maka ambillah. Karena tidak akan ada yang hilang, sampai itu mengajari kita apa yang perlu kita ketahui.




Something Normal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang