"keheningan yang menggema dianggap meneriakan cahaya dalam kegelapan. Sapa dunia di dalam diriku." -leo
****Mungkin Mahkota melangkah terlalu jauh, hati Marisha mungkin saja sangat terluka saat ini. Bagaimana dia bisa tenang menjalankan hari-hari yang menyesakkan ini. Detik-detik yang membuat marisha terluka setiap harinya.
Mahkota terporos oleh dua tali yang menyangkut di benaknya, dan ini sangat membebani kisahnya yang semakin tenggelam. Seperti apa yang di katakan mulut para senior, dia harus memutuskan salah satu tali itu. Mereka adalah Kelam dan Datang. Namun kenyataannya, dia masih menahan semua ini agar sama rata kedudukannya.
Hari ini, seisi gedung rasanya menyesakkan bagi Mahkota. Rasanya seperti sedang di himpit dinding-dinding kaca yang semakin meretak. Hari ini, matanya terus bercaka karena tidak memiliki asupan yang biasa dilihatnya setiap hari.
Mahkota perlahan berjalan mengelilingi seisi gedung untuk mencari Marisha, setidaknya dia bisa melihat wajah cantiknya meski itu dari kejauhan. Saat hendak putus asa tentang kekecewaan terhadapnya, itu rasanya seperti dia melucuti terang-terangan dan membuat dirinya tidak berani memperlihatkan segalanya lagi.
Jantung mulai berdegup kencang, saat Mahkota melihat yang dia cari di perempatan gedung. Dia sama sekali tidak memperlihatkan apa pun, raut wajahnya, emosi, bahkan gerak-geriknya. Dia bersikap seolah dia baik-baik saja, dia bersikap bahwa tidak ada yang terjadi pada dirinya.
Tidak ada yang tahu sama sekali tentang perasaan yang dia sembunyikan di balik senyumannya itu, tidak ada yang menyadari bahwa dia sedang terluka parah. Dia sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan bekerja secara profesional.
Kini Mahkota hanya dapat melihatnya dari jauh, menatap setiap senyum yang dia lontarkan kepada orang lain. Mahkota sangat sedih saat ini, apakah perbuatannya ini benar atau salah?
"Direktur, apa yang sedang anda lihat? Apakah ada yang perlu saya bantu." Tanya seorang karyawan menghampiri Mahkota.
"Ah... Tidak, tidak ada. Saya hanya ingin mengecek apakah semua karyawan saya bekerja dengan baik."
"Mmm, baiklah kalau seperti itu Direktur. Apakah anda sedang memperhatikan Nona Marisha?" Dia bertanya lagi sembari tersenyum.
" Marisha? Tidak saya tidak memperhatikannya."
"Sungguh, ada apa dengan kalian berdua, biasanya tidak seperti ini? Tiba-tiba datang seorang perempuan cantik yang bekerja begitu saja sebagai asisten pribadi Anda dan menggantikan posisi nona Marisha, dan tiba-tiba juga nona Marisha di turunkan jabatannya sebagai sekertaris. Saya sangat bingung dan penasaran saat ini." Ujarnya tanpa malu.
"Ada apa dengan kamu. Apakah kamu salah makan pagi ini. Jangan menyebarkan rumor yang tidak benar, jika tidak tahu apapun, lebih baik kamu diam saja. Kenapa kamu lebih suka mencampuri urusan orang lain? Apakah tidak ada pekerjaan lain selain itu? Sebaiknya kamu lebih sering bekerja dan menyibukkan dirimu dengan hal-hal yang dapat menaikan kelas perusahaan, bukan hanya bermalas-malasan mencari kesalahan orang lain." Jawab Mahkota dengan sinis.
"Maaf Direktur saya hanya penasaran, saya pamit bekerja dulu." Karyawan itu sangat kaget dan pergi meninggalkannya.
Saat karyawan itu pergi, Marisha berjalan dengan membawa sebuah dokumen melintas tepat saat Mahkota berdiri mengarah kepadanya. Dia berpura-pura tidak melihat apapun dan berjalan lurus, Mahkota tanpa ragu melihatnya tanpa henti hingga ujung matanya sampai ujung.
"aku bersyukur masih bisa melihatmu seperti ini, tidak peduli seberapa jauh kita sekarang, yang terpenting adalah aku masih bisa melihatmu sekarang." Gumam mahkota.
Mahkota menghela nafas sangat dalam saat Marisha sudah tidak terlihat, kemudian kembali keruangannya dengan kedua tangan yang masuk kedalam kantong celana. Mahkota berjalan dengan sepi dan letih, seisi otak di penuhi dengan Marisha, rasanya sedikit lagi dia akan menggila disini.
Saat hendak membuka pintu, Martha sedang duduk mengoprek meja Mahkota. Dia tersenyum menyambut kedatangannya.
"What wrong with you? Are you sick?" Tanya Martha dari jauh.
Mahkota langsung menghampirinya. "Aku hanya sedikit lelah, apa yang kamu lakukan di mejaku?"
"Aku hanya Mengecek data yang clien kirimkan kemarin, katanya kamu tidak membalas pesannya."
"Ah, aku lupa soal itu. Coba biar aku saja." Ujar Mahkota mengambil alih mouse yang di pegang Martha. Akan tetapi, Martha malah melihatku dengan tajam hingga akhirnya saling bertatapan.
Martha kemudian mengusap kening Mahkota. "Apa kamu sakit? Kamu sangat pucat hari ini."
"Tidak, aku baik-baik saja."
"Oh aku tahu! Kamu pasti belum makan. Ayok kita makan terlebih dahulu." Martha berdiri dan memegang tangannya.
"Aku sudah makan Martha."
"Tidak, aku tahu kamu belum makan. Aku sudah mengenal dirimu sejak lama. Kamu selalu seperti ini jika belum makan, ayo cepat. Aku akan mentraktirmu, tenang saja."
akhirnya Mahkota mengikuti Martha dan berjalan di belakangnya. Martha terlihat sangat senang dan bergairah saat melihat Mahkota, sama seperti ketika mereka masih menjadi sepasang kekasih.
"Dari kemarin, aku sangat penasaran, apakah disini masih ada orang yang mendampingiku setalah marisha menjauh ? Namun kini aku menemukan jawabannya, Martha kini kembali menjadi temanku dan mendampingiku kembali." Gumam Mahkota.
"Marisha, tolong tutup semua layar di ruangan Direktur Leo. Jangan lupa telpon saya jika sesuatu terjadi, saya akan makan siang dengan direktur sekarang." Ujar Martha terhadap Marisha.
Mahkota hanya diam sembari merapihkan jas yang dia kenakan. Saat menoleh Marisha melihatnya dengan penuh amarah dimatanya, tidak hanya itu Martha pun mulai memperhatikan tingkah mereka berdua.
pasalnya dengan Mahkota yang hanya berpura-pura tidak terjadi apapun seperti yang di lakukan Marisha tadi. Akhirnya tanpa lama, mereka berdua pergi untuk makan siang.
*********
KAMU SEDANG MEMBACA
Something Normal
Teen FictionTidak ada yang tidak sakit, mereka hanya belum di diagnosis.