02 : Sebuah Perayaan

88 17 5
                                    

Teriknya matahari yang menyambut minggu pagi ini tak menjadi penghalang keduanya untuk keluar menikmati waktu minggunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Teriknya matahari yang menyambut minggu pagi ini tak menjadi penghalang keduanya untuk keluar menikmati waktu minggunya. Apalagi bagi mereka yang memiliki pasangan tentu tidak mungkin menyia-nyiakan tanggal merah yang memang sengaja diciptakan di kalender setiap tahun.

Tentu juga—tidak disia-siakan oleh kedua pasangan ini, ya meski awalnya Daffa termasuk jarang mengajak kekasihnya untuk pergi. Tapi lain cerita untuk hari minggu ini, pemuda itu bahan mengiriminya pesan pagi-pagi menyuruh Alula untuk bersiap karena beberapa menit lagi Daffa akan menjemputnya. Dan disinilah mereka, sebuah pusat perbelanjaan yang akan ramai kapanpun meski bukan hari libur.

"Daff—"

"Kenapa?"

"Lapar. Mampir McD bentar."

"Ntar dirumah aja yah Al—"

Alula menekuk setengah wajahnya lalu menggeleng tegas, "Kalo dirumah harus masak dulu Daf—bentaran doang kok."

"Emang ngga ada bunda dirumah?"

Alula menggeleng cepat. "Ke rumah bude."

"Yaudah, mau makan apa?"

"McD, kan tadi Al udah bilang."

Daffa menghela nafasnya pelan lalu memutar stir motornya menuju selatan dimana gedung McD berada. "Take away aja yah Al."

Alula mengangguk semangat bahkan gadis itu tersenyum begitu tebar dan mengeratkan pelukannya dipinggang Daffa , membuat Daffa tanpa sadar menarik sudut bibirnya diam-diam. Ia menghentikan mesin motornya dan memarkirkannya, sementara Alula turun dari jok motor Daffa hendak melepaskan helmnya.

"Gue aja yang beli, lo tunggu disini."

"Ngga mau, Al mau ikut."

"Sebentar doing Al—udah yah."

"Tetep aja ngga mau, Al ngga suka sendirian, lagian ngga lihat itu langit udah gelap kaya mau nikam Al—" wajah Al setengah menekuk kembali. Daffa menghela nafasnya pelan.

"Tau gini tadi gue bawa mobil."

"Kenapa emang? Motoran malem-malem sama Daffa asik kok." Alula tersenyum hingga matanya ikut tersenyum, dan meremat tangannya pelan, "Lagian kalo pake motor, Al kan jadi bisa peluk Daffa sepuasnya."

"Siapa yang bilang?"

"Al—barusan masih anget banget." Alula mengambil tangan Daffa, digoyangkan pelan seraya memajukan sedikit bibirnya, "Al ikut ke dalem juga yah Daf."

Sejujurnya kelemahan Daffa itu satu, melihat wajah Alula menekuk dan matanya sedikit berbinar lugu. Baginya Alula tampak menggemaskan hingga rasanya ingin Daffa terkam. Tapi jangan lupakan Daffa tetaplah Daffa. Lelaki yang tidak akan pernah terang-terangan bagaimana perasaannya, apa yang tengah pemuda itu rasakan dan sebesar apa perasaaannya terhadap Alula.

Setelah mengantri cukup lama, akhirnya Daffa dan Alula bisa kembali ke motornya dan melanjutkan perjalanan pulang mereka. Langit sudah sepenuhnya menghitam bahkan beberapa cahaya bintang mulai bermunculan satu persatu tapi diujung sana kilat juga ikut muncul, mungkin sebentar lagi hujan akan segera mengguyur ibu kota.

Why I Meet You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang