04. Twilight

3 1 2
                                    

Dalam perjalanan Lika benar-benar jadi orang pendiam. Fian yang melihat hal  tersebut juga keheranan. Kemana suara cempreng yang selalu menghantuinyaa itu kenapa tiba-tiba jadi pendiam seperti ini. Ia hanya bergedik membiarkan perempuan disampingnya terus melamun hingga sampai di rumahnya lika masih saja diam.

Fian kemudian keluar dan berniat membukakan pintu namun Lika sudah terlebih dahulu keluar. Dan tanpa sepatah kata apapun perempuan tersebut masuk kedalam rumah Fian tanpa memperdulikannya.

"Tuh cewek habis kecantolan paan dah."

"Apa barusan gue bukan bawa lika, melainkan-

Fian terdiam di bagasii perasaannya ga enak, aish membayangkan hal tersebut benar-benar terjadi membuat bulu kuduk Fian berdiri ia segera mengambil satenya di dalam mobil kemudian masuk dengan berlari.

"Lama banget yan." ucap Dikta yang sedang main PS bersama Reno.

"Gue makan disana bang sama Lika."

"Tumben."

"Ya emang kenapa dah. nih pesenann lu sama punyanya bang Reno."

Reno yang merasa namanya terpanggil pun menoleh. Harusnya yang membawa sesuatu Reno karena niatnya kan jenguk Dikta yang sakit. Eh ini malah kebalikannya, sang tuan rumah yang membelikan. Tapi tenang saja, baginya tamu adalah raja.

"Wih makasih ya." Fian hanya mengangguk.

"Eh adek gue mana, kok kaga kelihatan batang idungnya?"

Lah iya, mereka semua tidak melihat adanya kehadiran Lika. perasaan tadi tuh perempuan udah masuk rumah deh. Kenapa sekarang gaada.

"Coba lo cari di dapur yan."

Fian kembali turun dan menemukan Lika yang ternyata sedang tidur terlentang di sofa ruang tamu. Kenapa tadi fian ga liat dulu ya di sofa, ia langsung lari begitu saja menaikki tangga. Ia pikir Lika sudah berada di mamar abangnya. Melihat Lika yang tidur dengan lengan yang menutupi matanya, kemudian kakinya yang dinaikkan di sandaran sofa.

"Ck, ga estetik banget sih nih cewek kalo tidur."

Fian berjalan mengambil jaket lika yang jatuh kemudian menutupi paha lika yang terbuka. Ah, tak lupa ia juga menurunkan kedua kaki lika sehingga terbujur lurus di sofa. Ia kembali berjalan menaikki tangga dan masuk ke kamar Dikta.

"Dimana Lika." Tanya Reno

"Lagi tidur di Sofa bang."

"Lah udah tidur aja tuh anak."

"Bang Reno."

Reno yang sedang menyantap makanannya menoleh dan menaikkan sebelah alisnya. Alfian yang ditatap seperti itu tiba-tiba menjadi gugup.

"Ah itu-

"Apa?"

"Anu."

"Paan sih dek, kenapa mendadak jadi gagap lu."

"Gue minta nomornya Amalika."

Kedua lelaki yang sedang makan itu saling berpandangan. Kemudian tersenyum penuh arti.

"G-gue gaada maksud apa-apa."

"Cuman mau nge sv aja."

Reno terkekeh kemudian menyerahkan handphone nya kepada Fian.

"Nih, lu cari aja namanya adek tercinta."

Fian yang mendengar nama kontaknya merasa geli begitupun dengan Dikta. Dia saja tak menyimpan nomor Fian, lantaran adiknya itu sangatlah menyebalkan selalu membuat onar. Tapi apa bedanya dengan Dikta yang sering ikut tawuran bersama Reno. Ck. sungguh tidak mengaca abang yang satu ini.

AmalikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang