Prolog

264 13 0
                                    

"Baiklah, kau mulai bisa melakukannya, ini bagus, jangan berkecil hati seperti itu."

"Tapi ini masih belum bagus Bu.."

"Tidak ada yang dapat hasil bagus saat percobaan pertama, kau harus gagal dulu, lalu belajar dan belajar sampai hasilnya bagus. Lihat kan? Ini sudah jauh lebih bagus daripada sebelumnya. Wah, bahkan Ibu mulai mempertimbangkan untuk meletakkannya di museum." ucap Irene menyemangati putranya.

"Itu Ayah!" Soobin berlari menuju pintu depan saat mendengar suara gerbang. Irene tersenyum kecil dan menyusul Soobin.

"Ayah!!" Soobin memeluk ayahnya.

"Hei, hei! Kenapa ini semangat sekali."

"Tidak ada apa - apa, aku hanya tidak sabar mau makan malam." ucap Soobin.

"Wah, baik, baik. Ayah mandi dulu."

"Aku bawakan!"

"Baik." Seokjin menyerahkan tasnya dan Soobin berlari ke dalam rumah.

"Kenapa dia?" tanya Seokjin.

"Entahlah aku juga tidak tahu, mungkin dia hanya merindukanmu." balas Irene sembari berjalan mengiringi Seokjin masuk ke dalam rumah.

"Lalu bagaimana denganmu? Kau tak merindukanku?"

"Tentu saja.."

"Kau tak terlihat seperti kau merindukanku?"

"Aku harus apa?"

"Entahlah. Apa menurutmu?" Seokjin mendekat ke Irene. Irene tertawa singkat. Ia mendorong Seokjin pelan.

"Pergilah mandi dulu." ucap Irene.

"Baiklah." Seokjin tertawa. Tawa Seokjin membuat Irene merasa hangat.

Sudah bertahun-tahun sejak ingatan terakhir Irene soal keluarga kecilnya yang sempurna. Kini semuanya jauh berbeda.

Sekarang, Ia harus membagi suaminya dengan seorang perempuan lain.

TWO WIVESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang