Bab 4

2 0 0
                                    

Matahari telah kehilangan sinar terang berganti semburat berwarna merah pada langit, Afkar telah menggunakan jaket hoodie hitam dan sepatu convers serta tas kecil berada dipunggung kemudian menuruni anak tangga tetapi terhenti ketika Ayah memanggil Afkar.

“Afkar mau kemana kamu? Kan mau makan malam, Ayo makan bersama” Ayah merangkulku seperti anaknya sendiri.

“ Aku mau pergi belajar bareng sama Saka dan Rafka ada tugas kelompok”  Aku mencium tangan Ayah lalu pergi.

Motor besar keluar dari bagasi melaju menerobos dinginnya malam, ia berhenti disebuah warung mie ayam pinggir jalan. Ada seseorang yang mengalihkan perhatiannya, ia tersenyum manis bersama temannya, mendengarkan percakapan mereka membuatku geram dan berdiri menghampiri mereka.

“ Hai, kalian tadi ngobrol apa? Asik banget, siapa si bangsat tadi?” Afkar mencerca mereka dengan tatapan tajam, mereka hanya merunduk.

“ Eh siapa elu yang pakai kacamata? Jangan salah ambil pulpen lagi apa elu yang curi kesempatan biar deket sama gue?.”ejek Afkar menatap Diandra.

“ APA! Kesempatan?sama kamu?gak salah ngomong kamu?.” Sergah Diandra.

“ Iyalah Gue gitu loh! Udah deh, dengerin kalian bacot bikin kuping gue tercemar. Bye, oh iya malem ini, Gue yang traktir kalian.” Kata Afkar kepada mereka dengan tatapan mengejek. 

            Afkar melaju melewati jalan yang ramai hingga ia berhenti disebuah kontrakan kecil dikampung membuka pintu kemudian berbaring disebuah kamar.

            “Apa Gue sebangsat itu? Dian pasti marah sama Gue!.” Kata Afkar mengeluarkan sebuah foto Dian dan dia waktu kecil.

            Aku selalu menunggu ia hingga saat ini, seorang gadis kecil yang pipinya menyembul bulat menutupi hidung, ramput yang teruai, senyumnya yang manis ketika tersenyum dan selalu ingin bersamanya. namun, waktu berkata lain Aku dan dia jauh dengan berjarak berkilo- kilo, entah bagaimana keadaannya sekarang. Aku begitu merindukannya.

            Aku terlelap dan masih memegang foto masa kecil sehingga sudah tengah malam, “ hoam…jam berapa sih? Sial!Gue ketiduran lagi!Pasti bokap nunggu nih!”, Aku langsung mengunci kontrakan dan mengendarai motor menuju rumah. Tepat, Aku melangkah mengendap- endap terdengar suara,” Darimana saja kamu! Ayah nunggu kamu daritadi dan Mamamu sekarang baru saja bisa tidur kalau mau menginap setidaknya bilang telepon kan bisa!Lihat, Rendi saja nurut dia belajar dirumah bukan kayak kamu keluyuran terus!” Cerocos Ayah.

“ Tadi, Aku juga belajar kok tadi langsung main PS sama Saka dan Rafka. Eh ketiduran,udah deh yah. Dia kan bukan Mamaku, yah Cuma Ibu Tiriku! ngapain dia khawatir sama Aku? Dan ia, Rendi kan anaknya Ayah jadi wajar Ayah bela beda denganku anak Ibu yang sudah meninggal karena Ulah Ayah dan Tante itu. Eh, Maksudku Mama. Permisi yah, Aku tidur dulu besok sekolah.” Kata Afkar dengan menahan beban yang ia simpan dan terlontar begitu saja dari mulutnya sedangkan Ayahnya diam terpaku dengan kalimat Afkar yang menamparnya sehingga ia tidak bisa menimpali perkataan Afkar.

                       

Aku bekerja part time untuk menghidupi diri dan tidak bergantung kepada kedua orang tua serta   ingin  berkuliah dengan hasil keringatku sendiri bahkan kedua orang tuaku tidak mengetahui bahwa Aku bekerja part time menjadi pengantar makanan direstoran cepat saji. Kebetulan, tadi Aku ambil cuti karena lelah dan ingin kekontrakanku yang dulu keluargaku, Ayah dan Ibu serta Alm. Adik kecilku yang harus meninggal akibat Wanita itu datang menghancurkan keluarga kecilku.

Cinta di Pelupuk MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang