Bintang!
---
"Ares sayang, baby," Jane menggapai Ares yang tengah duduk manis di kereta bayi. Setelah memastikan kalau Ares memakai diampers barulah Jane berani membawa bayi itu kegendongannya. "Iya sayang, Onty juga bakal kangen kamu kok, jangan nangis ya, nanti mau oleh-oleh apa? Hm? Iron man? Oh BT21?"
Percakapan sepihak itu hanya dibalas tatapan lugu Ares, sedangkan Jane mulai mengecup rakus pipi ares yang mirip roti kukus.
Maria yang melihat pemandangan itu cuma berdecak sebentar sebelum melanjutkan kegiatannya menyiram bunga-bunga di halaman rumah. Jane memang selalu begitu kalau hendak berangkat bertugas. Untung anaknya anteng mau diuwel-uwel kayak apa juga. Dan dilihat dari sini, Jane sudah terlihat pantas jadi ibu, membuat Maria gencar menjodoh-jodohkan kendati dirinya juga memilih setia single.
"Jangan ilerin baju onty ya ganteng, please." Kata Jane cemas ketika Ares mulai menelusupkan kepala ke dadanya, khawatir seragam hitam bercorak batik merah kebanggaannya terbasahi liur Ares.
Maria tertawa puas ketika anak semata wayangnya malah makin mendusel ke dada Jane. "Flight attendant spesial business class mah beda, seragamnya gak boleh bau iler bayi acan."
Jane membenahi letak gendongan bayi di dekapannya. Jangan sampai dia terileri. Meski wangi parfume Chanel no.5 menyeruak layaknya identitas tetapi tetap saja, penampilan nomor satu. Tangan kiri pramugari itu terangkat memeriksa arloji berwarna emas dipergelangan tangan, lalu gadis bersanggul rendah itu memekik.
Pelan-pelan Jane meletakkan kembali Ares ke dalam kereta bayi. "Sudah waktunya hamba menghadapi hiruk priuk kota industri ini yang mulia, hamba pamit."
Setelah itu dengan langkah cepat Jane mengambil tas tangan yang tergolek di kursi teras. Mau langsung menuju Mendes yang sedang dipanaskan, namun, sepertinya harus nanti dulu, langkah Jane berhenti ketika matanya menangkap makhluk Tuhan paling seksi melintas.
Kan? Apa ada yang lebih seksi dari pria matang ganteng jogging pagi-pagi pakai training all Fila, terengah-engah, berkeringat hingga rambutnya basah? Gak ada.
"Pagi, Theo!" Sapa Maria sok akrab.
Jane langsung mendelik sinis, matanya menyerukan sinyal peringatan. Hei. Jane belum lupa soal malam di supermarket itu ya, awas saja kalau kali ini Maria bilang Jane tidak bisa dihubungi di Korea dan minta Theo menyusul.
Mengabaikan picingan mata Jane yang sudah seperti tukang gibah. Maria mematikan selang air sembari berkata.
"Kemarin kamu bilang kalo kamu ini arsitek kan? Saya kebetulan ada niat bikin rumah, enggak dalam waktu dekat sih, bisa bantu ngedesign?"
Secepat kilat Jane mendengkus. Rumah keluarga Maria itu sudah seperti Blue house, gedenya tidak main-main dan lengkap lapangan golf. Sudah jelas. Membuat rumah cuma akal-akalan si Mahmud itu.
Tentu saja usaha agar Jane jadi pelakor. Secara tipe pria yang disukai Maria itu yang gede tinggi brewokan khas manusia timur tengah, yang sipit-sipit manis tapi seksi kayak Theo ini tidak masuk.
Theo mengangguk singkat untuk balasan selamat pagi dari Maria. Kemudian jemari panjang pria itu merogoh saku trainingnya, mengeluarkan ponsel berwarna abu gelap lalu di serahkan pada Maria.
Jane melotot.
"Boleh, hubungi saya kalau sudah mantap."
Ini minta nomor HP? Berkedok bisnis?
Jane tidak menyembunyikan dengusan, hingga Theo mengalihkan pandangan kearahnya.
"Kamu ada penerbangan?" Tanya pria itu retorika.
KAMU SEDANG MEMBACA
What the hell, Tetangga!✅
ChickLitJane pramugari cantik, diusianya yang sudah masuk angka dua delapan gadis easy going yang ceplas-ceplos realistis itu masih betah sendirian. Iya. No boy collection. Meski telinganya panas karena diubrak-ubrak untuk menikah, Jane tetap santai flirtin...