Junlin masih ingat betul, terakhir kali mereka bertemu ah tidak lebih tepatnya, terakhir kali ia mengamati pemuda itu.
Rambut gelap miliknya hanya dibiarkan begitu saja. Berbeda jauh dengan saat ini yang mana rambut itu diberikan tataan sedemikian rupa, hingga memperlihatkan hampir keseluruhan jidatnya.
Tanpa disadari, pandangan Junlin tak habis melihat kearah lelaki itu.
Pikirnya, duluh ia hanya bisa memandang lelaki itu dari jauh.
Duluh, ia hanya bisa mengagumi senyum itu secara diam-diam.
Dan duluh, ia hanya bisa menemui lelaki itu pada jam akhir kulia di kafe itu.
Namun kini, mereka hanya terpisahkan jarak satu meja.
Junlin terdiam, terpaku. Jantungnya kembali memompa dua kali lebih cepat. Saat ini, untuk pertama kalinya ia berdebar gugup.
Lantas Junlin berguman kecil dan membuang pandanganya. Berpura-pura sibuk sembari mengetukan jari ke meja.
"Jadi...," kata lelaki itu membuka suara.
Yang lebih manis refleks menoleh. "Iya?" balasnya.
Tetapi, sosok itu tidak langsung melanjutkan kalimatnya. Melainkan tersenyum lebar.
Junlin makin gelisa dibuatnya.
"D-d-di muka gue ada sesuatu?" tanyanya. Diperhatikan seperti itu membuat Junlin semakin gugup.
Lelaki itu menggeleng ringan tanpa mengurangi derajat sudut senyumanya.
"Nggak, gue lagi senang aja," jelasnya. "Akhirnya gue bisa ngeliat lo lagi." Kini manik hazel itu menatapnya bersahabat.
Junlin hanya mampu tersenyum tipis. Dalam hati ia mengutip kata lagi.
Bukanya itu terdengar sedikit hmm aneh.
Ada banyak hal yang sebenarnya ingin Junlin tanyakan pada lelaki itu. Salah satu diantarnya, bagaimana bisa lelaki itu tiba-tiba menghampirinya seperti tadi.
Hanya saja, kembali ke awal. Junlin tak tahu harus memulai pembicaraan seperti apa.
"Oh iya, kita belum kenalan," kata lelaki itu, setelah cukup lama. Menyangka tangannya khas –akan berkenalan. "Gue Haoxiang. Lo?"
"Junlin." Setelahnya, kembali terdiam.
Begitu juga lelaki yang katanya bernama Haoxiang itu. Namun bedanya, saat ini lelaki itu jelas-jelas memperhatikanya.
"Ternyata lo anak art."
"Ternyata?" Rasanya ia ingin merutuk kalimat yang tak sengaja keluar dari bibirnya itu. Tetapi disisi lain, ia hanya terlalu ingin tahu.
Junlin berdehem pelan. Mencoba bersikap sebiasa mungkin. "Lo udah tahu gue sebelum?" tanyanya balik.
Haoxing lalu tersenyum simpul. "50 : 50," jawabnya.
Junlin menekuk alisnya, masih terdiam. Membiarkan Haoxiang kembali berucap.
"Kayaknya emang gue ga perlu basa-basi," begitu katanya. Ia menyandar pada sandaran kursi dan mentap serius, "Simple, gue suka sama lo."
Nafas Junlin tertahan dan tak selang lama ia sontak terkekeh ditempat duduknya.
"Demi apa, lo nggak bercanda kan?"
Junlin hanya tak habis pikir. Bukanya itu terdengar terlalu tiba-tiba.
Haoxing masih serius menatapnya. Dan untuk beberapa saat, Junlin kembali terpana.
"Jadi pacar gue ya mau ya," selah Haoxiang ringan. Junlin kembali mematung.
Terdengar seperti sebuah bercanda memang. Tetapi jika memperhatikan tatapan lelaki itu, Junlin bisa menangkap keseriusan disana.
Junlin menghela nafas. "Lo napa bisa suka sama gue?" tanyanya. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman. "Bahkan tahu nama gue aja ga, bimana bisa suka?"
"Lo sendiri, napa merhatiin gue?" Manik hazelnya menatap dalam. Junlin refleks menatap terkejut.
Membuat lelaki itu gantian, terkekeh kecil. "Ga usah kaget gitu. Lo jadi makin lucu," lanjunya.
Wajah Junlin memanas. "Gue ketahuan nih," Ia sedikit menunduk, malu.
"Lagian siapa sih yang nggak nyadar diperhatiin terlebih yang merhatiin itu lo," kata Haoxiang, sembari memperhatikan wajah manis Junlin yang masih bersemu sejak tadi.
"Kalo lo–"
"Udah, jadi pacar gue ya. Ga boleh nolak."
Setelah berucap, Haoxiang tersenyum lebar. Jelas seperti yang dikatakannya, ia tak menerima penolakan.
Maka tangan Haoxiang terulur, menyentu surai Junlin.
Awalnya ia sedikit ragu namun mendapati Junlin yang tak terusik, Haoxiang semakin gemas mengelus surai itu sayang.
"Oklah, gue juga ga bisa nolak kan."
Junlin masih tersenyum tipis, malu. Wajahnya makin memerah belum lagi dengan debar jantungnya yang terus berlomba. Dan euphoria itu dirasakannya lagi.
Haoxiang mengguk. "Bagus deh kalo lo ngerti."
Sama sekali tak romantis.
Junlin tahu itu. Ia memang terbilang tak begitu tahu soal rasa suka, perasaan, dan cinta tetapi ia hanya terlalu menyukai senyuman itu.
Dan tampa didasari dunianya terasa sedikit berbeda.
Fin.
iya gitu doang ga ada manis2nya 😅 hehe aku sempet bingung cara namatinya gimanama karna ide awalnya secret admirer dong makasih buat yg ngikutin dari awal semoga menghibur 🙏
21/04/16
![](https://img.wattpad.com/cover/241079777-288-k364753.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Shop✔ |¦ He Junlin ft. Yan Haoxiang
Fanfictionhanya sebuah ide kecil yang muncul waktu lagi nunggu di caffe dekat kampus. √ cerita pendek √ 90% narasi √ semi baku √ ringan start : 09/13 end : 04/16 ©xcloser, 2020 to 2021