Junlin sadar kini suasana hatinya sedikit banyak berubah. Meski ia tahu pasti alasan akan hal itu. Jujur saja hingga saat ini ia masih enggan untuk mengakuinya.
"Hmm hujan lagi," cicit Junlin, pandangannya melihat jauh ke luar jendela.
Baginya, hari hujan tidak lagi semenarik duluh. Hujan seakan kehilangan maknanya.
Kalau biasanya Junlin akan sangat menantikan saat-saat dimana langit akan berwarna kelabu hingga dipenuhi rintik hujan, tetapi kini ia hanya dapat memandang kosong fenomen alam itu.
Junlin berdehem, menetralkan perasaannya yang mulai campur aduk.
"Fokus ke tujuan lo, Lin."
Ia masih berdiri di tempat yang sama. Ini sudah terhitung tiga puluh menit ia menatap ke luar jendelah. Akan tetapi perasaan nyaman saat hujan datang tak kenjung menghampirinya.
Lagi-lagi hatinya ikut merasa gelisa sesaat aroma khas kopi secara halus menyapa menciumanya bersamaan bunyi langkah halus dibelakangnya.
"Belum balik, Lin?"
Junlin berbalik dan tersenyum ramah pada lelaki berkaca mata yang menjabat sebagai keting di kelasnya.
"Entar lagi, Xu. Masih ujan juga kan," jawab Junlin.
Lelaki membalas tersenyum sembari menghampiri Junlin. "Kayaknya bakalan lama deh ujannya."
Junlin mengguk setujuh namun tidak melihat langsung ke lawan bicara.
Seakan mengerti ada yang salah dengan Junlin. Sixu, si keting menyodorkan sebuah cup kopi yang kebetulan dibelinya tadi.
Ia tahu Junlin sangat mengukai minuman hasil kreasi kopi.
"Bukan latte, ini mocha," jelas Sixu."Kali aja lo mau."
Junlin menggeleng kecil. "Ga, buat lo aja," tolaknya. "Gue udah habis dua cup tadi pagi."
Sixu tersenyum tipis. "Jangan bilang semalam lo bergadang lagi."
"Lah menurut lo."
Kali ini Junlin membalikan tubuhnya, bersandar pada bingkai jendela besar di belakangnya.
"Pak Shin kalo ngasi tugas suka nggak manusiawi. Salah dikit langsung error," lanjut Junlin, mencibir.
Sixu berdehem, paham. Ia tahu dosenya yang satu itu memang terlalu niat dalam memberikan tugas. Namun di sisi lain sebenarnya dosen itu memberi keringanan untuk berkonsultasi sebelum tugas itu benar-benar dikumpulkanya.
Pikir Sixu, tidak ada yang salah dengan dosen itu. Ia hanya ingin setiap muridnya lebih berkembang.
Tetapi Sixu juga tahu Junlin dengan baik. Ia tahu sifat perfeksionis Junlin yang menurutnya jauh lebih mengganggu dari pada dosennya itu.
Yang mana Junlin tidak akan tidur sebelum tugasnya selesai. Dan parahnya sedikit saja terdapat kesalahan ia akan mengulang dari awal lagi.
"Pak Shin biasa aja kali. Perfeksionis lo aja yang mesti dikurangi."
Junlin mengeduk kesal meskipun apa yang dikatakan Suxi memang benar adanya.
"Jangan biasain begadang ga baik," kata Sixu mengingatkan. "Tugas lo emang selesai tapi belum tentu hasilnya maksimal. Lagian ya manusia normal ga bakalan fokus dipaksa kerja di atas jam sebelas malam."
"Jadi lo ngatain gue ga normal?!" ketus Junlin. Menatap sinis.
Sudut bibir Sixu sontak tertarik, tertawa. Entah mengapa ia merasa mood teman sekelasnya itu sudah lebih baik.
"Ga lucu ya," selah Junlin lalu ikut terkekeh ringan.
Benar saja ia merasa lebih damai.
Setidaknya hari di pengujung akhir pekanya tidak sekosong hari-hari sebelumnya.
Meskipun itu jauh berbeda dengan saat dimana dia masih... ah sudahlah.
Junlin menarik nafas ringan lalu tersenyum.
Secara tidak sengaja sudut matanya menangkap sebuah cup mocha yang tadi Sixu tawarkan.
'Lagi-lagi kopi,' inner Junlin.
"Xu, gue boleh nanya nggak?"
Sixu bergumam sebagai jawaban.
"Kalau gue lagi suka sama seseorang, gimana?"
Tangan Sixu terjulur, menepuk bahu Junlin.
Sekarang ia paham apa yang menjadikan teman sekelasnya itu murung belakangan ini.
Tbc.
maaf aku ngeupnya telat mulu ㅠ_ㅠ
21/03/19
KAMU SEDANG MEMBACA
Coffee Shop✔ |¦ He Junlin ft. Yan Haoxiang
Fiksi Penggemarhanya sebuah ide kecil yang muncul waktu lagi nunggu di caffe dekat kampus. √ cerita pendek √ 90% narasi √ semi baku √ ringan start : 09/13 end : 04/16 ©xcloser, 2020 to 2021