000. Prolog

10 0 0
                                    

"Hei, Ju, lihat! Rasi bintang pari!"

Kedua bocah itu terlihat menikmati langit malam dengan bintang-bintang yang berserakan. Malam itu langit sangat cerah hingga mereka dapat melihat beberapa bintang jatuh.

"Bintang jatuh! Bintang jatuh! Buat permohonan!" teriak Binar heboh. Mengetahui tidak ada reaksi dari Ju, Binar mengalihkan pandangannya dan mendapati Ju yang memandang kosong gugusan bintang-bintang.

"Hei, jangan bengong! Malam-malam nanti kesambet set—"

"Bin," potong Ju segera. "Menurut lo, apakah di planet lain di luar sana ada kehidupan atau bahkan peradaban yang mirip dengan kita?"

"Hah? Kenapa tiba-tiba—"

Ju mengubah posisinya dari tidur telentang menjadi duduk lalu melayangkan tangannya ke arah langir seolah mampu untuk meraih bintang-bintang itu. "Kalau mereka ada, seperti apa, ya, wujud mereka? Apakah mereka sama seperti kita? Atau seperti ilustrasi-ilustrasi alien yang ada dalam berita? Oh, atau bahkan mereka sebenarnya manusia seperti kita yang pindah ke planet lain?"

"Ju, jangan ngaco, lah! Kita udah kelas VIII SMP, kali. Udah bukan bocah yang mau diapeki oleh cerita-cerita mitos seperti itu."

"Bagaimana kalau mereka benar-benar ada?"

"Enggak mungkin!"

"Pasti ada!"

"Kalau ada, apa nama planetnya, coba?"

"Planet Martiyorevoranus!" jawab Ju tegas. Setelahnya, Ju kembali memandangi kumpulan bintang-bintang di angkasa.

"Hah ...? Planet apaan, coba?"

"Enggak tahu juga, tuh."

"Lah, terus kenapa bilang?"

"Enggak tahu juga. Terlintas begitu saja di kepala gue," Ju memandang lekat-lekat sebuah bintang yang paling bersinar di arah selatan. "Eh, kalau lo enggak percaya ada kehidupan lain di planet lain seperti kita, lalu bagaimana dengan duyung?"

"Kok ... k-kok, lo makin enggak jelas, sih? Mana ada duyung! Dugong, kali, maksud lo."

"Kalau zombie?"

"Mana ada juga zombie! Apaan, sih!"

"Loh, tapi, kan ... dengan teknologi manusia zaman sekarang, manusia bisa saja menciptakan senjata biologis dengan membuat virus mutan atau lainnya. Ditambah lagi, pencemaran limbah bisa saja menjadi salah satu faktor penyebab bakteri, virus, jamur atau parasit bermutasi lalu menginfeksi manusia. Tadaaa, jadilah zombie!"

"Orang bodoh mana yang mau menciptakan virus hanya untuk memunahkan peradaban manusia di dunia? Udahlah, Ju. Lo pasti ngantuk."

"Binar, ayolah ...! Lo benar-benar enggak suka konspirasi?"

"Konspirasi bikin manusia jadi goblok dan overthinking!" seru Binar seraya mengalihkan perhatiannya dengan sebuah buku yang sedang dibacanya. "Lagipula kalau teori lo tadi benar, mana bukti fisik yang memberi argumen cukup kuat tentang keberadaan makhluk-makhluk seperti itu di sekitar kita? Enggak ada, kan?"

"Mungkin saja mereka belum mengumumkannya kepada dunia. Jadi saat ini zombie-zombie tersebut masih ada di dalam laboratorium dan menggigit para pekerja di sana ... RAWR!" seru Ju sambil berakting seolah-olah menjadi zombie.

"Ya, berarti enggak ada!"

"Enggak ada bukan berarti enggak nyata."

"Manusia zaman sekarang hanya akan percaya jika ada bukti di depan mata."

"Ju, Binar! Sudah waktunya kalian tidur," ujar sebuah suara tiba-tiba yang menghentikan perdebatan tentang konspirasi mereka berdua. Di ambang pintu belakang rumah Binar, Mama Binar berdiri sambil tersenyum. "Besok aja berdebatnya, ya."

"Yah, Ma .... Sebentar lagi, dong ...," pinta Binar memelas.

"Besok malam lagi, ya."

Ju menjambak rambut Binar lalu tersenyum jahil ke arahnya.

"Dibilang besok, ya, besok! Jangan ngeyel lo, ya!"

"Eh, sialan!"

Mama Binar hanya mampu untuk tersenyum saat melihat kedua anak itu melewati beliau.

______________________________

Hai, terima kasih sudah mampir! Bagikan juga ke teman-teman kalian, ya, siapa tahu suka. Karena, dukungan dari kalian semua sangat warbyasah!

Find me on social media

IG: @dernatasw or @dahelart

FB: Derna Taswara

ChamomilesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang