1. Pulang Mendadak

266 26 4
                                    

——∞Happy Reading∞——

"Dek, bisa pulang cepet ndak?"

"Nggak bisa, Bun. Jadwal Adek lagi padat banget. Bentar lagi kan UAS, jadi Adek harus menyelesaikan semua tugas kuliah. Nanti habis UAS Adek pasti pulang kok. UAS-nya juga nggak lama. Kenapa, Bun, kok tiba-tiba minta Adek pulang?"

"Ada hal penting yang ingin Ayah sama Bunda sampaikan. Pulang, ya, Nak."

"Hal penting apa, Bun? Apa nggak bisa lewat telepon?"

"Ndak bisa, Dek. Ini sangat penting yang ndak bisa dibicarakan lewat telepon. Ayah sama Bunda butuh kehadiran Adek. Bunda minta tolong banget, Adek pulang, ya."

"Duh... gimana, ya, Bun? Bunda kan tau sendiri Adek lagi sibuk-sibuknya ini. Banyak tugas kelompok maupun individu yang belum selesai dan nggak bisa Adek tinggalin gitu aja. Udah jadi tanggung jawab Adek, Bun. Nggak bisa, ya, nunggu waktu liburan sekalian?"

"Kalau nunggu liburan kelamaan, Dek. Masalah tugas kan bisa diselesaikan waktu di rumah. Bunda mohon, Adek pulang, ya. Tolong, Nak, tolongin Bunda."

"Baiklah, Bun. Nanti saat minggu tenang, insyaallah Adek bakal pulang."

"Kalau bisa dipercepat, Dek. Kami ndak bisa nunggu lebih lama lagi. Apa perlu Ayah atau Mas Diaz menjemput Adek di sana? Nanti biar diizinkan pulang."

"Nggak usah, Bunda, Adek bisa pulang sendiri. Adek usahakan weekend ini akan pulang. Adek perlu menyelesaikan urusan di sini dulu. Bunda sabar dulu, ya."

Itu adalah percakapannya bersama sang ibu melalui telepon beberapa yang hari lalu. Sekarang ini seorang gadis bernama Azwa sedang dalam perjalanan menuju rumahnya dengan menggunakan ojek online.

Gadis itu menatap pemandangan sekitar dengan pandangan kosong. Sejak menerima telepon dari bundanya waktu itu, dia tak bisa tenang dan terus-menerus kepikiran, hingga akhirnya memutuskan untuk mempercepat kepulangannya dari Surabaya.

Azwa sangat khawatir terjadi sesuatu pada ibunya. Tidak biasanya Bunda bersikap seperti itu. Beliau selalu mengerti kesibukannya setiap akhir semester dan tidak akan mengganggu dengan sering menelepon apalagi memintanya pulang. Ini malah akan menjemput jika tidak segera pulang. Benar-benar aneh.

Teringat jelas ketika sang ibu terus-menerus mendesaknya untuk pulang. Ditambah lagi saat menelepon suara ibunya terdengar bergetar seperti menahan tangis.

Waktu Azwa meminta video call guna memastikan kondisi Bunda baik-baik saja selalu ditolak dengan berbagai alasan yang membuatnya semakin curiga. Seperti ada yang disembunyikan.

Berbagai pertanyaan hinggap memenuhi isi kepala Azwa. Hal penting apa yang akan disampaikan orang tuanya? Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? Masalah apa yang menimpa keluarganya hingga mengharuskan dia pulang? Apapun itu, dia merasa bukanlah suatu hal yang baik.

Pukul 11.00, Azwa tiba di kediamannya. Gadis itu menatap rumah sederhana berlantai satu yang menjadi saksi bisu tumbuh-kembangnya dari bayi hingga berusia 19 tahun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah memasuki rumah.

"Assalamu'alaikum, Bunda," salamnya seraya membuka pintu utama. Dia mencopot sepatu lantas diletakkannya di rak samping pintu.

"Wa'alaikumsalam," jawab Bunda Nawa, ibunya Azwa, menghampiri putrinya di ambang pintu.

Azwa langsung mencium tangan ibunya lalu memeluknya erat. "Adek kangen Bunda."

"Bunda juga kangen banget sama Adek."

Menikah Muda dengan Anak RentenirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang