5. Saling Menguntungkan

136 13 2
                                    

——∞Happy Reading∞——


"Loh, Fal, udah pulang? Katanya mau mampir ke rumah teman?"

"Nggak jadi. Papa mana, Ma?"

"Di ruang kerja seperti biasa."

Tanpa banyak kata, pemuda yang disapa 'Fal' itu berlalu dari hadapan ibunya yang tengah bersantai di ruang keluarga. Dia melangkah cepat ke ruang kerja ayahnya sambil mengepalkan tangan kuat menahan emosi.

Brak!

Suara pintu yang dibuka keras membuat sang penghuni ruangan terkejut. Begitu tahu siapa pelakunya, orang itu tersenyum. "Ada apa gerangan yang membuat seorang Aufal mau mendatangi ruang kerja ayahnya?"

"Papa bohong soal lamaran itu." Pemuda yang bernama Aufal itu berdiri di hadapan ayahnya dengan tatapan menyorot tajam dan dingin.

"Bohong gimana? Kan bener, lamaranmu diterima."

"Dengan cara dipaksa?"

"Yang penting diterima kan? Sesuai keinginanmu." Pria paruh baya itu membalas dengan santai tanpa merasa terintimidasi sedikitpun.

"Ya, tapi nggak dengan dipaksa juga, Pa!"

"Terus maumu apa? Diterima dengan sukarela gitu?" tanya Papa Wirya, ayahnya Aufal, meremehkan. Beliau menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan nyaman.

"Kamu dikenal sebagai anak seorang bos rentenir. Warga di sana memang sering minta pinjaman ke Papa, tapi mereka nggak akan setuju anaknya menikah dengan anak bos rentenir. Dengan statusmu yang anak Papa, yakin dia mau menerimamu?"

Aufal bungkam. Benar, status sialan itu yang menjadi penghalangnya sejak dulu. Kalau tidak, mungkin dia bisa mendekati Azwa secara baik-baik. Bisa dibilang dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama saat awal pertemuan dua belas tahun yang lalu. Di mana ada seseorang yang mencium tangannya untuk pertama kali, dan orang itu adalah Azwa kecil.

Kemudian melihat bagaimana gadis itu begitu sopan dan tawadhu, tawa cerianya ketika bermain dengan sang kakak, serta senyum manis yang menampakkan lesung pipi di sudut kanan bibirnya membuat Aufal tidak bisa lupa begitu saja. Sayangnya, laki-laki itu hanya mampu melihat dari jauh tanpa berani mendekat.

"Bukannya Papa udah berhenti jadi rentenir?" tanya Aufal setelah beberapa saat terdiam.

"Benar, Papa udah nggak ikut campur lagi. Tapi untuk berhenti sepenuhnya itu nggak mudah, Fal. Masih ada yang sisa-sisa contohnya seperti keluarga Pak Abyaz."

"Mereka nggak mampu melunasi utangnya dan melanggar perjanjian. Di sini Papa bantu mereka dengan memanfaatkan momen lamaranmu. Impas kan?" jawab Papa Wirya.

Aufal menggeleng-gelengkan kepalanya tak menyangka. Dia menghela napas keras, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa yang ada di ruangan itu.

"Aufal nggak nyangka Papa setega itu. Aufal memang ingin menjadikan Azwa istri, tapi nggak dengan cara dipaksa, Pa. Gara-gara pekerjaan Papa, Aufal jadi nggak bisa mendekati Azwa dari dulu."

"Lamaran Aufal minggu lalu tentunya bikin dia syok karena terlalu mendadak. Di sini Papa malah semakin memperumit keadaan. Papa tau, Azwa hendak kabur tadi kalau aja nggak dijemput kakaknya," ungkapnya.

"Papa mengerti." Papa Wirya menghampiri putranya dan ikut duduk di sana. Beliau menatap Aufal sendu. Ada kerinduan yang sangat besar dan mendalam disorot matanya.

"Papa melakukan semua ini demi kamu, Fal. Papa ingin kita damai dengan mewujudkan keinginanmu. Nggak capek apa perang dingin terus sama Papa selama bertahun-tahun?"

Menikah Muda dengan Anak RentenirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang