8. Perdebatan

124 13 0
                                    

——∞Happy Reading∞——

"Mas sebenarnya juga nggak pengen kita nikah cepat-cepat kayak gini. Mas ingin mengenalmu lebih dalam sebelum menikah. Mas juga sanggup jika harus menunggumu sampai lulus, tapi Papa memaksa Mas untuk menikahimu secepatnya paling lambat satu bulan setelah lamaran."

"Kalau nggak, Papa akan menjodohkan Mas dengan anak sahabat Papa dan memberikan ancaman lain yang membuat Mas sama sekali nggak bisa berkutik."

"Papa nggak pernah main-main sama ucapannya. Jadi, Mas memilih menikahimu secepatnya," jelas Aufal panjang lebar dengan tenang tanpa ada kemarahan.

"Kenapa Mas nggak pilih dijodohkan aja? Kan biar sama-sama sepadan, dibandingkan dengan Azwa yang nggak punya apa-apa."

"Karena yang Mas inginkan itu kamu. Mas sangat ingin menjadikanmu istri dan ibu dari anak-anak Mas. Bukan yang lain." Jeda sejenak sebelum Aufal kembali melanjutkan perkataannya.

"Mas menolak perjodohan itu karena Mas takut nggak bisa bahagiakan dia dan ujung-ujungnya malah saling menyakiti karena Mas sama sekali nggak mencintai perempuan itu."

"Terus apa bedanya dengan pernikahan ini? Sama-sama nggak dilandasi dengan cinta kan?"

"Tentu aja beda karena di sini Mas cinta sama kamu," tegas Aufal mengungkapkan perasaannya.

Azwa cukup terkejut mendengar itu. Namun, dia masih belum percaya sepenuhnya. Gadis itu yakin Aufal ikut terlibat dalam masalah yang menimpa keluarganya.

"Tapi Azwa yang nggak cinta sama Mas. Kita bahkan nggak saling mengenal satu sama lain. Jangankan kenal, ketemu aja nggak pernah. Bagi Azwa, Mas itu orang asing yang tiba-tiba masuk dalam kehidupan Azwa. Jujur, Azwa nggak bisa, Mas," ungkapnya.

"Dek, sebenarnya Mas juga belum sepenuhnya mengenalmu. Ta'aruf sesingkat itu masih belum cukup, tapi kita bisa saling mengenal setelah menikah."

"Sambil jalan, kita sama-sama mendalami karakter masing-masing. Banyak kok pasangan diluar sana yang menikah melalui ta'aruf. Kamu nggak menjalani sendirian, Dek. Ada Mas sebagai suamimu," papar Aufal.

"Mas sendiri aja belum mengenal Azwa. Bagaimana bisa Mas menyebutnya cinta? Omong kosong!" balas Azwa tajam.

"Nggak ada yang namanya omong kosong dalam ucapan Mas. Mas sungguh-sungguh mencintaimu, Dek Azwa. Tatap mata Mas kalau nggak percaya." Aufal memegang bahu Azwa lalu mengunci tatapannya ke dalam iris cokelat milik Azwa.

Gadis manis itu membalas tatapan suaminya, berusaha mencari kebohongan di sana. Namun, nihil. Dapat dia lihat kejujuran dan ketulusan dalam sorot mata itu.

Azwa lantas menepis pelan tangan Aufal dari bahunya. "Cinta macam apa yang menjebak Azwa dalam pernikahan ini? Itu bukan cinta, Mas, tapi obsesi Mas untuk menjadikan Azwa istri."

"Astagfirullahaladzim, Ya Allah, Dek.... Kamu salah sangka." Aufal memijat pangkal hidungnya lelah. Dia tidak menyangka Azwa yang dikenal sebagai perempuan yang kalem dan pendiam bisa bersikap seperti itu.

Entah ini memang sifat asli Azwa atau efek pernikahan yang belum bisa diterimanya.

"Udahlah, Mas, nggak perlu diperpanjang lagi. Azwa capek. Yang penting sekarang Azwa udah jadi istri Mas. Beres kan? Keluarga Azwa juga udah terbebas dari utang yang membelenggu bertahun-tahun."

Aufal tersenyum miris. "Jadi kamu menganggap pernikahan ini cuma sebagai alat melunasi utang?"

"Iya! Emang kenyataannya kayak gitu kan? Azwa terpaksa menikah sama Mas demi keluarga Azwa agar nggak terjerat utang terus-menerus."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menikah Muda dengan Anak RentenirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang