ALAM

45 3 2
                                    


  "Mas, ibu masuk boleh?" diketuknya pelan bilik putra sulungnya. Hal kecil yang selalu yana lakukan sebagai tanda menghormati privasi anak anaknya.

"silahkan kanjeng ratu." Sahutan lembut dari dalam mampu memanggil senyumannya. Panggilan khusus yang putra nya sematkan tak pernah lelaki itu lupakan sejak umurnya menginjak remaja. Katanya, biar samaan sama mendiang ayahnya. Yana sendiri pun menyetujui, tanpa mencoba untuk menjadi sosok seperti sang ayah, putra nya sudah sangat mirip dengan suaminya.

"wah..mas alam bikin desain baru lagi?" masih dengan senyuman yang belum memudar. Ia melangkah mendekati alam. Tak lupa yana hembuskan nafas pelan untuk menyelami sekilas nostalgia yang tak pernah ia lupakan. Setiap kakinya mendayuh kemari tak ada yang lebih ia ingat selain kenangan nya bersama sang suami.

"iya nih buk. Rencananya kalo nanti alam ada sedikit rezeki pengen bikinin ibu kamar khusus buat merajut di dekat danau belakang." Memberi jeda sebentar, alam bereskan sampah stick eskrim yang telah ia kumpulkan. Kebiasaannya sejak 13 tahun lalu setelah ayahnya pamit dari kehidupan. Lalu ia berbalik untuk memeluk tubuh gempal di hadapannya dengan penuh kasih sayang. Seseorang yang amat berarti dalam hidupnya. Cinta pertamanya saat pertama kali ia hadir di dunia, KAYANA.

"mas alam kali kali harus gunain uang itu buat diri mas alam sendiri. Jangan melulu di kasih ke ibuk sama adek adek. Mas alam juga harus beli baju baru atau mungkin jalan jalan buat nyegerin pikiran atau malah uang nya ditabung buat masa depan mas alam." Jika mengenai masalah berbagi. Alam lah yang paling susah untuk dinasehati. Lelaki itu nyaris tak pernah menyisakan bagian untuk dirinya sendiri. Satu kelebihan yang begitu yana banggakan, putranya memiliki hati yang begitu besar nan lapang. Ya, putra pertamanya. GEMA ALAM PUSAKA.

"alam masih bisa pakai baju bekas bapak. Mubadzir kan kalo dibuang. Lagian juga keberhasilan masa depan alam ada pada kebahagiaan keluarga buk."

"luar biasa memang anak ibuk satu ini." Perempuan itu hadiahkan kecupan pada ubun ubun putranya. Lalu menggerakkan tangan kanannya untuk mengelus rambut hitam tersisir rapi alam dalam pelukan. Tak ada yang lebih ia syukuri daripada memiliki putra putrinya yang nyaris mendekati sempurna dalam berperilaku dan menyikapi.

"oh iya lupa. Ibuk kesini mau nanyain jawaban mas alam. gimana? Setuju tidak kalo sama gauri?" lelaki itu tampak mengingat sampai akhirnya berseru paham.

"oohh itu ya buk. Sudah alam pikirin tapi belum terlalu yakin."

"gini loh mas. Semua terserah mas alam. kalo sekiranya anak ibuk ini sudah suka perawan lain. Ya ibuk tidak apa apa. Yang paling penting mas alam bahagia dan tidak terpaksa."

"ibuk bikin ngakak ih. Ya enggak gitu juga dong nyebutnya."

"loh kan ucapan adalah do'a. Ibuk sebagai ibu dari raden mas gema alam pusaka tentu menginginkan ananda dapat yang masih tersegel."

"hahaha"

"sudah dulu ah ketawanya. Sini kasi ibuk jawaban. Ibuk mau setor ntar siang." Ucapnya pura pura galak namun tak bisa ia sembunyikan senyuman yang berusaha ia tahan.

"jadi gini kanjeng ratu...sebenernya alam udah suka perempuan satu kampus alam dulu, namanya mentari. Orang nya sopan sudah gitu baik banget pokoknya buk. Sempat kepikiran mau meminang tapi abis itu alam langsung kepikiran ibuk, takut ibuk diomongin lagi sama keluarga. Jadi alam mutusin buat nerima siapa aja yang ibu jodohin sama alam." memang terdengar sederhana namun begitu mengharukan bagi yana. Lelaki tangguh dengan kedok bernama putra pertama nya itu sudah berkorban terlalu banyak dalam lingkup keluarganya. Ia seperti boneka, selalu menuruti apapun yang diperintahkan para kerabat demi melindungi dari sindiran yang terkemas rapi dalam candaan keluarga. Ialah satu satu nya tameng untuk dirinya dan adik adiknya.

"mas, ibuk ingin mas alam bahagia. Pilih yang mas alam suka dan cocok. Sekali ini saja mas alam ikuti apa yang mas alam mau. Ibuk yang akan terangkan semua pada keluarga. Kali ini ibuk gak mau diam saja. Mas alam sudah banyak berkorban untuk mereka." Tak kuasa membendung air mata. Perempuan itu menangis sembari memeluk putranya. Sementara isakannya mengundang anggota keluarga lain dalam rumahnya.

"ibuk...." tanpa bertanya kenapa. Putri ketiganya, ratih kusuma. Sudah tahu apa penyebabnya. Perempuan muda itu mendekat, bergabung untuk memeluk ibunya beserta kakak tertuanya. Situasi seperti ini bukanlah hal yang asing, ini lumrah dalam lingkup keluarga kecilnya. Lalu disusul saudara kandung lainnya, mendekat pada raga kuat berjiwa malaikat. Mereka semua berpelukan guna menenangkan kayana.

"alam ikhlas buk. Alam terima. Alam ikhlas demi ibuk." Lirihannya terdengar parau. Membuat semua insan dalam bilik kecil itu menahan sesak yang menghalau. Lelaki yang tengah berkeluh kesah adalah segalanya untuk mereka. Alam nya, pelindung nya.

"terima kasih nak. Terima kasih mas alam." jawabnya final sembari mengeratkan pelukan. Ia tenggelamkan wajah semakin dalam pada dada putra nya, menikmati pula pelukan erat dari anak anak lainnya. Ia berdoa disana. Semoga takdir akan selalu berpihak pada raga yang tengah mendekapnya secara bersama sama.





aduduuu alam bakti banget sih nakk
dikit dulu ya, namanya juga pemanasan

Stand by youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang