Part 01 : Life is Tiring

2.4K 232 3
                                    

"Hei! Mau kemana kau! KEMBALI DASAR PENCURI!" teriak sang penjual Roti berlari mengejar seorang pemuda yang juga berlari kabur tak ingin tertangkap.

BRUKKK!

"Maaf," kata pemuda tampan itu lalu membelalak kaget, "Huwaaaa...!" teriaknya lalu berbalik pergi.



Pemuda itu kembali berlari kencang, ia merutuki diri karena tak sadar ternyata ia berlari memutar sehingga bertemu lagi denganpenjual roti yang dicurinya tadi.

"HOI DASAR BOCAH PENCURI, KU TANGKAP KAU!" teriak penjual roti kembali mengejar.



Pemuda dengan tubuh kurus itu akhirnya berhenti berlari setelah merasa aman dari kejaran si Penjual roti. Ia membungkuk sambil bertumpu pada lutut, mencoba mengatur nafasnya yang tersengal-sengal karena kelelahan. Peluh keringat membasahi wajahnya yang tampan.

Pemuda tinggi itu memiliki hidung yang mancung dan alis tebal, tahi lalat di hidung serta bawah matanya yang memikat, juga rambut cokelat terangnya yang dipotong asal. Kulitnya yang putih pucat, kontras dengan baju kumal yang ia kenakan sehari-hari.

Hoonigan Elcyrus, seorang pencuri yang biasa menyamar saat melakukan aksinya di Pasar. Beberapa kali ia hampir tertangkap tapi kemudian berhasil kabur. Kalau ditanya apa keahliannya maka ia menjawab pelari yang handal.

Ah bukan, Pencuri yang handal.

Hoonie melihat sekeliling untuk meyakinkan kembali keberadaannya telah aman. Anak itu kemudian duduk dan bersandar pada bebatuan kecil dekat sungai yang panjang.

"Hahh… lelah sekali. Kalau bukan untuk makan, aku juga tak mau mencuri DASAR PAK TUA!" umpat Hoonie kesal entah pada siapa.

"Kemana juga anak itu, ini sudah lewat tengah hari tapi dia belum juga terlihat. Nenek pasti menunggu," ucap Hoonie masih berbicara sendiri.

"Lelah sekali, sebaiknya aku tidur sebentar. Awas saja kalau dia tak membawa apapun!" lanjut Hoonie kesal juga frustasi.

Hoonie kembali mencari posisi nyaman dan mencoba tidur. Tapi kemudian seseorang datang mengendap-endap menghampiri pemuda yang kini tengah sibuk memejamkan mata ingin memasuki mimpi indahnya itu.

"YAKKK!!!" teriak seorang pemuda kecil berambut keriting itu mengagetkan Hoonie yang hampir tertidur lelap.

Hoonie telonjak kecil, ia refleks terbangun lalu mengerjapkan mata menormalkan pandangannya. Seseorang yang tengah tersenyum memperlihatkan lesung pipinya kini berdiri di hadapannya.

"Darimana saja kau?" tanya Hoonie pada pemuda itu yang masih tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang lucu.

Wonidden Elcyrus, adik kesayangan Hoonie yang menggemaskan. Mereka berdua tinggal di sebuah desa kecil jauh dari Istana Raja Saber Hills, bisa dibilang kampung mereka adalah kampung terpencil yang jarang diperhatikan kepemerintahan. Karena tempat tinggal mereka berada di wilayah Cat Hills, wilayah yang penduduknya jarang sekali memiliki kekuatan. Kebanyakan dari mereka terlahir menjadi orang biasa dan hidup sederhana. Di sanalah kedua kakak beradik Elcyrus tinggal.

Mereka hidup bersama sang nenek yang merawat mereka sejak kecil, karena sang ayah harus terbunuh saat menerima misi menjaga perbatasan dan sang ibu yang meninggal saat melahirkan Wonidden.

Nenek dan ayah kakak beradi Elcyrus adalah seorang pengendali air, tapi kedua kakak beradik itu belum menemukan keahliannya. Bahkan mereka berpikir mereka terlahir sebagai orang biasa seperti ibu mereka.



Wonie yang ceria dan mudah tersenyum itu mendudukkan diri di samping Hoonie. "Kakak tahu, aku hampir mati di kejar Buston," ucap Wonie membuat Hoonie menegak dengan mata membelalak.

"Kau gila?! Sudah berapa kali Nenek ingatkan supaya kita tidak ke sana," kata Hoonie kesal.

Buston adalah hewan buas berbahaya yang berada di hutan luas yang mengelilingi Saber Hills. Hewan itu bertubuh besar dan bergigi tajam, matanya merah dengan telinga yang panjang seperti kelinci tapi lebih panjang dan tebal. Warna bulu mereka hitam pekat sehingga mereka sulit dilihat kala malam hari.

Meski gerakannya lambat karena tubuh besarnya, kuku Buston panjang dan sangat tajam mampu membelah pohon menjadi dua. Itu lah alasan kepapa Buston menjadi hewan buas yang sangat berbahaya. Entah sudah berapa lama Buston-buston itu ada dan sekarang jumlahnya bertambah banyak.

Dalam peraturan kenegaraan, siapa pun penduduk Saber Hills yang melanggar pergi ke hutan itu akan mendapat hukuman, tergantung sejauh mana mereka pergi. Karena itu tak pernah ada yang tahu apa yang ada diluar wilayah Saber Hills. Rumor mengatakan Buston itu buatan seseorang, seseorang yang yang mampu mendatangkan makhluk dongeng dan mengendalikannya. Tujuannya adalah untuk mengurung warga Saber Hills.

Sebagian penduduk Saber Hills dikaruniai kekuatan, mereka yang ahli dan dapat mengontrol kekuatan itu akan dijadikan pasukan kenegaraan. Orang-orang yang terlatih dengan berbagai macam senjata pun akan diberi kesempatan untuk bekerja di perbatasan.

Para penjaga khusus ditempatkan di beberapa sudut pagar pembatas antara Saber Hills dengan hutan. Meski begitu ada saja yang masih pergi keluar untuk mendapatkan sesuatu seperti tanaman obat dan sebagainya. Dan itu alasan utama Wonie pergi ke dalam hutan, seseorang membayarnya mahal untuk mendapat tanaman itu. Meskipun harus mempertaruhkan nyawa, demi makanan dan senyuman nenek Wonie rela pergi ke tempat berbahaya itu. Adik kesayangan Hoonie itu memang keras kepala dan suka berbuat seenaknya.



"Mereka menawarkan harga yang mahal, kakak tahu aku dapat berapa? 100 Ring (mata uang Saber Hills)," kata Wonie merekah, ia merogoh kantong lecek yang diikatkan di pinggangnya lalu menunjukkannya pada Hoonie.

Hoonie menghela nafas, "Tetap saja, itu berbahaya. Kau tahu kan kalau bukan karena Buston-Buston itu ayah masih disini," ucapnya yang berubah menyendu.

Wonie tersentak, ia merunduk jadi merasa rindu. "Maaf, tapi tolong jangan katakan pada nenek. Aku janji tak akan ke sana lagi," katanya menyesal, ia mendongak, "lagipula sudah lama kita tak makan enak Kak, aku lapar. Aku juga ingin makan enak! Ayo maafkan aku kali ini saja!"

Hoonie tidak tahan untuk tidak tertawa, cara Wonie meminta maaf terlalu lucu baginya. Ia berdehem, "Baiklah, AYO KITA BELI MAKANAN ENAK!" katanya ikut bersemangat.



Mereka berdua pergi ke pasar bersama, kini tanpa perlu menyamar karena sekarang mereka punya uang.
**





"Kau mau aku pergi ke Akademi? Kau serius? Untuk makan saja aku harus bekerja mati-matian, bagaimana bisa aku masuk? Biayanya mahal, aku tak sanggup," ucap pemuda bermata besar dengan rambut merah itu, Heeneder Cornellia.

Pemuda chubby yang terlihat seperti rubah di depanya jadi menggembungkan pipinya yang kini makin terlihat bulat. "Tapi Kakak kan punya kemampuan itu, kakak bisa mengendalikan api. Kakak bisa mempelajarinya lebih di Akademi, bukankah hebat kalau nanti Kakak bisa terpilih untuk bekerja di Istana? Kakak jadi tidak perlu menjadi pandai besi lagi," ucap Sunoo Kimmaru panjang lebar yang makin membuat Heene menghela nafas lelah.

Di pusat kota wilayah Eagles ada sebuah Akademi yang didirikan langsung oleh Raja Alvendor, yaitu Akademi Willmers. Raja Alvendor mendirikannya untuk membuat generasi muda berbakat bisa diakui oleh semua orang. Ia juga ingin mereka bekerja keras untuk kemajuan Negara.

Heene melengos kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena Sunoo. "Meski begitu aku tak bisa meninggalkan ibuku sendirian di sini, kau tahu kan ibuku sakit," ucapnya menyendu.

Sunoo jadi menekuk wajahnya sedih, "kau berkata seakan-akan keluargaku tak ada, mereka mau menjaganya untukmu Kak. Kau sudah seperti Kakakku, dan mereka tahu itu."

"Aku merasa tak enak untukmu, sudahlah jangan bicarakan ini lagi. Aku harus menyelesaikan ini sekarang," Kata Heene tak mau dibantah.

Sunoo akhirnya meninggalkan Gubuk kecil Heene dengan lesu, ia melangkah pelan sambil menekuk wajahnya sedih. Sunoo hanya mau pergi ke Akademi kalau sama Heene, dia tak mau sendirian di sana.
***

EN-AtaraxiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang