sebuah janji

2 1 0
                                    

Matahari mulai tenggelam, semburat oranye indah menghiasi langit petang, Hanya suara deru nafas terengah-engah yang terdengar di taman itu, seorang pria berdiri diantara lautan kelompok manusia yang terbaring ditanah. Rambut hitamnya yang kusut diterpa angin, wajah tampan itu terlihat kacau, pakaiannya kusut dan beberapa tempat robek, darah segar masih menetes dari genggaman tangannya. Pria itu menatap tajam kearah pemuda yang terbaring ditanah, mata onyxnya berkilat marah dari sudut pandang ini luka pemuda itu cukup serius membuatnya kehilangan kesadaran.

"Ini yang terakhir kalinya ku katakan padamu aku bukan binatang buas." Kalimat itu keluar seolah dia meyakinkan dirinya sendiri. Kemudian Pria itu melangkah menjauhi taman, hari ini sudah larut pasti ibunya sudah menunggu dengan cemas dirumah.

Suasana makan malam itu hening tidak ada suara yang terdengar di meja makan semua orang fokus dengan pikiran masing-masing,

"Ibu, makanannya mulai dingin sebaiknya kita mulai makan, kakak pasti sudah makan diluar." Feiran berkata sambil membenarkan kecamatannya

"Jangan dulu ran kita tunggu kakakmu sebentar lagi." Jawab seorang wanita cantik, dengan mata hazel dan rambut hitam duduk ditengah dengan ekspresi cemas diwajahnya.

"Huft...mau sampai kapan kamu menunggu bocah liar itu Yuna, Fei benar makanan ini tidak akan enak kalau sudah dingin sebaiknya kita mulai makan sekarang."

Yuna memandang wajah ibunya dengan skeptis, dia tau dari awal ibunya ini tidak menyukai feng.
"Ibu, Feng pasti lelah setelah bekerja seharian diluar kenapa kita tidak menunggu sedikit lebih lama untuk hari ini."

Wanita tua itu memutar bola matanya jengah, dia tidak habis pikir kenapa putrinya membesarkan pria buas itu dengan penuh kasih sayang. Binatang buas tetaplah binatang buas hari ini dia diberi makan dia pasti menunduk dan menurut tapi pasti ada hari dimana bocah buas itu akan mengigit tangan yang memberinya makan. Dia tidak ingin cucunya Fei terlibat lebih dalam dengan pria itu cukup Yuna yang dengan gila menyayangi siluman itu.

Pintu tiba tiba terbuka muncullah pria tinggi berjalan masuk dengan cengiran di wajah kotor tersebut.
"Hehehe ibu, apa aku membuatmu menunggu lama?"

Yuna mengusap wajah bocah laki laki yang nampak kotor tersebut, melihatnya pulang seperti ini dia sudah bisa menebak kejadian apa yang terjadi diluar. Dia berkata sambil tersenyum lembut.
"Cuci mukamu dan ganti bajumu lalu datanglah untuk makan."

Feng membalas senyuman ibunya dan meninggalkan ruang makan.

"Ck ck ck bocah itu setiap hari perilakunya semakin liar saja ini akan mempermalukan keluarga kita dimasa depan."

Yuna memegang pelipisnya dia lelah atas keluhan ibu mertuanya setiap hari dia akan terus menjelekkan fengnya "ibu tidak baik untuk berdebat dimeja makan, ibu dan ran bisa mulai makan Feng sudah tiba disini jadi kita bisa mulai makan malamnya."

"Dimasa tuaku ini aku harus selalu menunggu Feng untuk hadir dan baru bisa memakan makanan ku, etiket macam apa itu"

Fei menempatkan ikan di piring neneknya "nenek cepatlah makan, kita harus bersyukur ibu memberi kita kesempatan lebih awal untuk makan, nenek tau kan porsi makan kakak seperti apa."

Wanita tua itu tidak bisa membantu tapi wajahnya menjadi hijau karena kesal, bocah itu Feng dia bisa menghabiskan seluruh meja makan dan masih merasa lapar memang dia bintang buas.
Yuna hanya melirik keserasian antara feiran dan ibunya sendiri untungnya mereka tidak pernah membahas ini secara terang-terangan didepan Feng,

"Wah ran kecil makan lebih dulu tanpa mengajak ku" pria itu berjalan mendekat kearah Fei sambil tersenyum.

"Asal kau tau adik dan ibumu dari tadi menunda makan malamnya hanya karena kau terlambat pulang, memang nya pekerjaan apa yang begitu menghabiskan waktu dari pagi sampai jam 8 malam.kau itu selalu saja merepotkan semua orang."

Demon BeastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang