Perasaan yang abu-abu dan kacau di tengah musim dingin jelas tidak menghasilkan apa-apa.
Mark hanya diam di dalam kamar hotel tanpa melakukan apapun. Biasanya dia akan sibuk mengecek jadwal, merevisi proposal dan kegiatan lainnya. Bahkan urusan audit di perusahaan, ia biasa handle sendiri.
Tapi hari ini rasanya tidak ada yang bisa dia lakukan lagi selain berdiam diri menatap bingkai foto persegi panjang yang di dalamnya terdapat foto dirinya dan sang ayah 5 tahun yang lalu.
Saat itu, Mark menjuarai pertandingan baseball setelah berjuang selama 2 tahun di asrama. Bukan hanya sekali, tapi Mark berhasli mencetak homerun 3 kali selama pertandingan. Piala dan pemukul bolanya juga terlihat di foto itu, fotonya di tengah lapangan—cuacanya sangat cerah dengan senyuman bahagia.
Sayangnya, ketika sebuah agensi baseball ternama dunia mengajaknya menekan kontrak eksklusif selama 7 tahun, Mark menolak dengan keras alih-alih ingin melakukan hal lain. Bisnis menjadi kepercayaan dan keahlian yang ia tekuni sampai sekarang. Maka dari itu, ayahnya mempercayai usahanya dalam bidang fashion dan perusahaan properti.
Ia bosan menatap lama bingkai yang kemudian ia tutup terbalik di atas meja. Mark melupakan sesuatu. Seharusnya sebelum penerbangannya yang masih sisa beberapa jam ini, dia harus ke restoran hotel menemui seseorang.
Seorang wanita yang pernah ada di hatinya, mungkin hingga sekarang.
.
Setelah kembali dari rumah duka—mengunjungi abu sang ayah, Jisung kini berada di lift hotel dekat area stasiun Gangnam.
Ia harus menaiki lift sampai ke lantai 17 untuk mengambil pesanan sang kakek yang sebelumnya sudah berpesan untuk mengambil beberapa dokumen di kamar hotel mendiang ayahnya.
Lift-nya berhenti di lantai 5 dan pintunya terbuka. Seorang gadis berambut panjang tergerai dengan setelan bahan kulit dari jaket hitam sampai celana ketat panjang yang memamerkan betapa jenjang dan langsing kaki miliknya.
Hwang Yeji masuk dan berdiri sejajar di samping Jisung. Pria ini langsung melangkah maju untuk menekan tombol sambil berniat menanyakan ke lantai mana gadis ini pergi. Tapi Yeji langsung menjawabnya seolah tahu pria di sebelahnya sedang bertanya padanya.
"Lantai 17."
Park Jisung berkedip dan menoleh sementara jarinya menekan tombol nomor 17. Rupanya, lantai yang ditujukan sama dengannya. Udaranya jadi sangat mencekat bagi pria ini. Terlebih hanya dua orang di dalam lift yang agaknya membuat dirinya merasa canggung. Keheningan juga mengisi selama mereka di dalam lift. Tidak ada yang mau berbicara ataupun sedikit basa-basi.
Dengan percaya diri dan tidak peduli, ia mengikat rambutnya acak dan merapihkan anak rambutnya sambil berkaca di kaca sebelah Jisung. Hal ini membuat Jisung sedikit tersentak karena kepala Yeji tepat berada di depan dadanya. Tidak dekat sih tapi itu membuatnya diam seribu bahasa.
Setelah itu, Yeji mengambil hand-mirror dan mengoleskan lipstik merah ke bibirnya. Park Jisung hanya bisa diam sambil melihat pintu yang masih tertutup. Tapi sialnya, sudut matanya bisa melihat segala aksi gadis di sebelahnya.
Tak lama, bel lift berbunyi sekaligus pintunya terbuka otomatis. Sepatu hak-boot milik Yeji berjalan keluar lebih dulu. Suara langkahnya membuat Jisung sempat menggeleng tidak mengerti. Penampilan gadis yang ia lihat tadi jelas sangat mencolok untuk siang hari.
Tapi, Jisung juga tidak bisa memungkiri kalau gadis tadi sangat cantik.
.
Tak berpikir lama, akhirnya dia mengambil jas dan keluar dari kamar hotel tergesa-gesa. Menaiki lift untuk turun ke lantai 17. Kakinya melangkah ke bagian restoran dan ketika matanya berpendar, ia bisa melihat seorang gadis tengah duduk membelakanginya dengan setelan warna hitam serta rambutnya yang diikat kuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO FACE
Fanfiction📌Note: Mature Content 🔞 Empat orang pemuda yang membohongi satu sama lain dengan rahasia masing-masing. Cast: Mark Lee Park Jisung Han Jisung Hwang Yeji Setting: South Korea Genre: Dark Romance, Thriller, and Drama ©2020 kooklogy present